Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) yang baru, Anang Iskandar, harus memulihkan citra Bareskrim. Selama dipimpin Komisaris Jenderal Budi Waseso, institusi ini menjadi lembaga yang menakutkan bagi para pegiat antikorupsi. Tanpa bukti hukum yang memadai, Budi, misalnya, menjadikan pucuk pimpinan KPK, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, sebagai tersangka.
Anang diharapkan mampu melakukan reformasi. Ia harus meninjau ulang seluruh penanganan kasus, mana kasus yang harus dihentikan atau di-SP3-kan dan mana yang layak diteruskan. Budi mewariskan kepada Anang pengusutan 67 kasus: 59 kasus dalam tahap penyelidikan, dan 8 kasus masuk penyidikan. Diharapkan Anang memprioritaskan kasus yang betul-betul mengandung tindak pidana, bukan berbau politik
Penetapan Bambang Widjojanto dan Abraham Samad sebagai tersangka penuh muatan politis. Publik melihat hal ini upaya Budi Waseso untuk balas dendam terhadap KPK, yang menggagalkan pencalonan atasannya, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, sebagai Kapolri. Bambang dituduh mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi, sedangkan Samad terlibat pemalsuan kartu keluarga dan paspor Feriyani Lim. Cara seperti ini juga diterapkan kepada penyidik KPK, Novel Baswedan, yang ditangkap dengan tuduhan menganiaya pencuri sarang walet pada 2004.
Budi Waseso juga menjadikan tersangka para penyokong KPK. Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana dituduh melakukan korupsi pengadaan payment gateway di Direktorat Jenderal Imigrasi. Pemimpin Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Syahuri dijadikan tersangka dengan alasan mencemarkan nama hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi. Kasus-kasus ini sampai sekarang belum masuk pengadilan. Kasus Bambang seharusnya sudah berhenti karena selama delapan bulan kasus ini belum selesai.
Bila Anang ingin melanjutkan kasus, boleh terus ditelusuri crane Pelindo dan dwelling time TPPI (PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia). Apakah betul nilai korupsi di TPPI sampai Rp 180 triliun seperti dikatakan Budi Waseso? Tapi, bila tidak ditemukan unsur pidana, seyogianya digugurkan. Lebih baik Anang berfokus pada kasus publik, seperti perusahaan-perusahaan yang menyebabkan kebakaran hutan di Sumatera.
Di bawah Anang diharapkan Bareskrim bukan lembaga yang serampangan. Bukan berarti kita ingin Bareskrim melempem. Anang harus membuktikan bahwa institusi ini tidak berpihak. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti kini memberi waktu 6 bulan kepada Anang untuk menentukan mana kasus yang bisa dipotong dan mana yang diteruskan. Di tangan Anang, pembersihan Bareskrim harus dilakukan. Publik menunggu apakah Anang berani menghentikan kasus Bambang Widjojanto, misalnya.