Siapa pun tahu bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi tidak akan pernah berdiri jika Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI sanggup menjalankan fungsi yudisialnya dengan baik. Kini, 12 tahun setelah lembaga antirasuah itu berdiri, kedua lembaga tersebut belum bisa meyakinkan bahwa keduanya telah banyak berubah.
Terakhir, kejaksaan mengabaikan desakan publik untuk menghentikan kasus Wakil Ketua (nonaktif) KPK, Bambang Widjojanto. Setelah penetapan Bambang sebagai tersangka oleh polisi dan kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan, sejumlah lembaga mendesak agar Jokowi menghentikan kasus itu. Pada 2 Oktober lalu, 72 akademikus mengirimkan surat yang isinya meminta Presiden memerintahkan Jaksa Agung menghentikan kasus yang menjerat Bambang. Dua hari berselang, 44 tokoh agama menyampaikan desakan serupa.
Menarik sekali, menghadapi desakan ini, kejaksaan tetap bertahan dengan agendanya yang keras kepala: melanjutkan proses Bambang Widjojanto. Diakui atau tidak, bersama-sama kepolisian, kejaksaan telah ambil bagian dalam arus besar yang kemudian dikenal dengan istilah kriminalisasi KPK.
Bambang ditangkap penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada 23 Januari lalu dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kesaksian palsu dalam sidang sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi di Jakarta pada 2010. Saat itu Bambang adalah pengacara salah satu pihak yang beperkara. Dia dipersalahkan karena telah mengarahkan saksi dalam memberikan kesaksiannyasuatu "pelanggaran etika" yang masih diperdebatkan.
Perhimpunan Advokat Indonesia, yang sudah memverifikasi kasus itu, tak menemukan pelanggaran etik saat Bambang beracara. Dari aspek hukumnya, kasus itu juga sebenarnya tak kuat. Sebab, empat saksi yang mencabut keterangannya tidak di depan persidangan, melainkan di depan notaris. Kalau sudah begini, tentu ada yang salah jika kejaksaan tetap melanjutkan kasus ini.
Menetapkan seseorang menjadi tersangka sesungguhnya bukan persoalan sepele dan tak boleh sewenang-wenang. Namun, sejak awal, sudah tampak kejanggalan dalam kasus ini. Bambang, yang kala itu sedang mengantar anaknya ke sekolah, tiba-tiba digelandang polisi dengan posisi tangan terborgol. Melihat penanganan seperti ini, orang pun jadi bertanya-tanya: apa motif politik di balik itu? Sulit ditepis bahwa penangkapan Bambang itu berkaitan dengan keputusan KPK menetapkan status tersangka terhadap Komisaris Jenderal Budi Gunawan atas tuduhan gratifikasi.
Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, kita dibuat takjub oleh "keberanian" menjalankan agenda tak populer: melawan aspirasi masyarakat yang sudah muak terhadap korupsi. Di ranah legislatif, sejumlah anggota DPR, misalnya, hendak merevisi Undang-Undang KPKyang sebenarnya sudah terbukti efektif melawan korupsi. Sementara itu, upaya kriminalisasi terhadap tokoh antikorupsi seperti yang dialami Bambang Widjojanto tak kunjung berhenti.