Kesiapan Ibu Kota menghadapi musim hujan diuji pada Sabtu lalu. Hasilnya: belum lulus. Diguyur hujan selama satu jam, 17 ruas jalan terendam air setinggi mata kaki hingga setengah meter, termasuk di sejumlah jalan protokol. Hujan yang disertai angin itu juga mengakibatkan sejumlah pohon tumbang atau patah di ruas jalan yang biasanya padat oleh kendaraan.
Pemerintah DKI Jakarta, dan tentu saja penduduk Jakarta, harus bergegas menyiapkan diri menghadapi perubahan cuaca ini. Beruntung, hujan lebat terakhir turun di akhir pekan, sehingga tidak mengakibatkan kemacetan parah atau korban jiwa karena tertimpa pohon. Ceritanya bisa lain bila hujan jatuh ketika hari kerja. Penduduk Ibu Kota akan terjebak dalam "neraka" kemacetan.
Baca Juga:
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geo sika memperkirakan sebanyak 41 persen wilayah di Indonesia mulai memasuki musim hujan pada November, dan 30 persen lagi pada Desember. Jakarta termasuk yang mulai diguyur hujan pada bulan ini. Intensitasnya diperkirakan normal. Artinya, volume hujan yang jatuh akan seperti pada musim hujan biasanya. Namun pemerintah DKI harus bersiap untuk keadaan terburuk. Perubahan iklim global membuat perilaku cuaca belakangan ini kian sulit diprediksi.
Kita juga mafhum, di Jakarta, hujan biasa pun bisa menjadi bencana banjir. Karena itu, infrastruktur antibanjir Jakarta masih harus terus ditingkatkan. Saluran pengalir air belum semuanya pas de - ngan volume hujan yang jatuh. Bila pun saluran air sudah besar, sudah pula dibersihkan, sampah bisa tiba-tiba datang lagi dan membikin saluran itu kembali sempit, kembali macet.
Sebagian Jakarta juga berada di bawah permukaan laut, sehingga air hujan tidak bisa langsung mengalir ke laut. Terlebih bila laut sedang pasang. Karena itu, kesiapan pompa-pompa air berikut prosedur operasinya harus dijaga agar terus t. Jangan sampai pompa itu rusak ketika hujan lebat datang sehingga terjadi banjir.
Faktor lain yang tak kalah penting namun berada di luar kendali pemerintah Jakarta adalah air hujan kiriman dari Bogor dan sekitarnya. Hujan besar yang berlangsung cukup lama di wilayah hulu hampir selalu membuat sejumlah wilayah Jakarta terendam karena sungai-sungai meluap. Program normalisasi sungai seperti di Kampung Pulo, wilayah yang selalu menjadi langganan luapan Kali CIliwung, oleh karenanya patut dihargai.
Program normalisasi sungai seharusnya juga dibarengi dengan normalisasi ruang terbuka hijau. Saat ini luas ruang hijau di Jakarta baru sekitar 10-11 persen, sementara idealnya 30 persen. Ruangruang kosong ini, yang ditumbuhi pohon-pohon, berperan penting dalam menyerap air.
Jangan lupa memeriksa kesehatan pohon-pohon itu untuk mengantisipasi datangnya angin ribut. Biasanya, bencana yang memakan korban adalah angin kencang ketimbang banjir. Angin itu bisa menumbangkan pohon hingga papan reklame.