Rencana pemerintah menindaklanjuti hasil audit forensik Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) ke aparat hukum patut didukung. Hasil audit itu menunjukkan ada yang tidak beres dalam pengadaan minyak. Dengan mengusut soal ini, kita berharap praktek-praktek mafia migas yang membelit anak perusahaan Pertamina tersebut bisa terungkap.
Sudah lama Petral, unit usaha Pertamina dalam pengadaan minyak mentah dan jual-beli produk bahan bakar minyak, diduga bermasalah. Perusahaan ini disinyalir menjadi perpanjangan tangan pihak ketiga untuk masuk proses pengadaan minyak. Pihak ketiga inilah yang membocorkan informasi pengadaan minyak, memunculkan perhitungan harga, dan mengatur tender. Sebelum disampaikan ke peserta tender, si pembocor menyampaikannya dulu ke jaringan tersebut.
Hasil audit forensik oleh lembaga auditor independen KordaMentha, baru-baru ini, kian meneguhkan adanya ketidakberesan pengadaan minyak. Hasil audit antara lain menemukan kejanggalan pengadaan minyak pada 2012-2014. Jaringan mafia migas telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun.
Dari hasil audit itu pula ditemukan semua pemasok minyak mentah dan bahan bakar minyak ke Pertamina melalui Petral pada periode tersebut ternyata berafiliasi dengan satu badan yang sama. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengungkapkan, badan itu kerap menggunakan perusahaan perantara (fronting traders) dan perusahaan minyak milik negara (national oil company/NOC) untuk mengeruk keuntungan.
Akibat permainan ini, Pertamina tak memperoleh harga terbaik dalam pengadaan minyak. Diskon bagi Pertamina yang seharusnya bisa mencapai US$ 1,3 per barel menyusut menjadi cuma US$ 30 sen per barel.
Pemerintah tak perlu takut memerintahkan penegak hukum membongkar jaringan mafia yang telah bertahun-tahun mengobrak-abrik tatanan migas kita. Jangan sampai temuan hasil audit forensik ini hanya berhenti menjadi tumpukan laporan. Praktek kongkalikong para mafia migas itu telah menyebabkan biaya tinggi dan inefisiensi, serta merugikan rakyat.
Sesungguhnya, hasil audit ini mirip dengan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi yang beberapa bulan lalu telah menyelesaikan tugasnya. Saat itu, tim merekomendasikan pembubaran Petral dengan alasan lembaga ini telah tercemar mafia migas. Ketika itu pula pemerintah berjanji akan serius memberantas jaringan mafia tersebut.
Kini, kita menunggu kesungguhan pemerintah. Tindak lanjut atas audit harus berupa pembenahan sistem secara menyeluruh. Sebab, jika yang dilakukan sekadar membubarkan tanpa memotong mata rantai mafianya, pembenahan akan sia-sia. Itu sama saja dengan mengganti baju Petral dengan warna lain.