Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Revisi Undang-Undang KPK

image-profil

image-gnews
Iklan

Indriyanto Seno Adji, Plt. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi

Permasalahan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) mengemuka kembali dan menjadi isu yang tidak saja menjadi perdebatan, tapi juga menimbulkan pro-kontra, baik perdebatan melalui pendekatan hukum, sosial, maupun ranah politik. Perdebatan ini muncul manakala Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan peninjauan terhadap lima poin dalam UU KPK. Yang menonjol dan mendapat reaksi dari publik adalah soal "penyadapan".

Menteri berpendapat diperlukan (revisi) agar tidak menimbulkan pelanggaran HAM. Penyadapan nantinya hanya ditujukan kepada pihak-pihak yang telah diproses pro justitia. Bahkan lembaga eksekutif saling tuding dengan badan legislatif mengenai inisiatif perubahan revisi UU KPK ini-saat Presiden Jokowi menolak secara tegas niat revisi ini.

Penyadapan memang bagian dari pelaksanaan upaya paksa (dwang middelen atau coercive force) penegak hukum. Karena itu, badan peradilan merupakan pengawas atas pelaksanaan upaya paksa ini, sesuai dengan amanat International Covenant on Civil Political Rights (ICCPR).

Hal yang wajar adanya kontrol peradilan terhadap pelaksanaan upaya paksa oleh penegak hukum terhadap tersangka. International Covenant on Civil Political Rights (ICCPR) menegaskan hal yang sama. Pada negara dengan sistem common law, kontrol tersebut dilakukan melalui lembaga Magistrate Court, dan lembaga Rechter Commissaris (Belanda) pada sistem civil law. Pasal 9 ICCPR merupakan landasan perlindungan hak asasi tersangka terhadap upaya paksa berupa penangkapan (arrested) dan penahanan (detained) yang diajukan sesuai dengan prinsip promptly and speedy trial.

Lembaga kontrol badan peradilan terhadap pelaksanaan upaya paksa atas diri tersangka inilah yang akan menentukan keabsahan para penegak hukum dalam melaksanakan kewenangannya. Tanpa kontrol peradilan, dikhawatirkan terjadi penyalahgunaan (detournement de pouvoir) penegak hukum.

Namun kontrol peradilan ini pun harus dalam batas-batas kewenangan yang tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang (abus de droit), sehingga antara lembaga kontrol dan lembaga yang dikontrol memiliki suatu batas-batas equal and balance.

Eksistensi lembaga KPK ini memang selalu menjadi sorotan publik, bahkan pada akhirnya menimbulkan persoalan klasik atas penegakan hukum, manakala terjadi gesekan dengan lembaga-lembaga negara.

KPK telah menjalankan tugas kewenangan penegakan hukum dan beberapa kali berposisi sebagai korban penegakan hukum dalam bingkai konstitusional politik ketatanegaraan, dan pola gesekan selalu berakhir pada kehendak pelemahan melalui jubah revisi UU KPK. Pola dan bingkai konstitusional ini bisa terlihat dalam bentuk dan cara berikut ini.

Pertama, tekanan melalui mekanisme kelembagaan eksekutif dan legislatif. Salah satu alasan diajukan suatu revisi regulasi KPK adalah soal penyadapan. Secara historis, eksistensi kelembagan KPK adalah bersifat khusus, luas, dan menyebar (special, wide and spread), baik regulasi maupun karakter wewenangnya, yang tentunya berlainan dengan penegak hukum lainnya, mengingat KPK adalah lembaga trigger mechanism.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penyadapan (wiretapping) maupun tindakan pengawasan/pengamatan (surveillance) merupakan upaya paksa yang dilakukan oleh KPK pada tahap penyelidikan. Dan sesuai dengan Pasal 44 UU KPK, dalam tahap penyelidikan, pasal ini memberikan kewenangan KPK untuk menemukan bukti permulaan cukup (setidaknya dua alat bukti).

Tahap penyelidikan inilah yang berperan dalam operasi tangkap tangan untuk dugaan perbuatan suap. Operasi ini memerlukan setidaknya dua alat bukti yang hanya bisa dilakukan pada tahap penyelidikan, bukan tahap penyidikan yang pro justitia.

Harus diakui, Pasal 44 dan Pasal 12 UU KPK merupakan marwah dan bumper terdepan KPK dalam penindakan korupsi, khususnya suap korupsi melalui operasi tangkap tangan yang 100 persen memiliki manfaat bagi negara ini. Upaya suatu revisi penyadapan mengenai ketentuan tersebut sama saja mencabut roh dan menghilangkan marwah KPK.

Kedua, mekanisme konstitusional lainnya melalui kelembagaan yudikatif, yaitu membanjirnya proses dan kasus praperadilan yang sebenarnya sebagai suatu kewajaran sepanjang tidak dilakukan secara excessive (berlebihan). Seperti dikatakan Prof Stephen C. Thaman, ahli hukum pidana dari St Louis University dan Harvard Law School, "the formal preliminary investigation, the centerpiece of inquisitorial criminal procedure, is still conducted in secrecy," sehingga memang tidak layak alat bukti diuji keabsahannya dengan sangkaan unsur pidana pada proses pre trial court, seperti halnya praperadilan.

Secara universal, investigating judge yang demikian ini menjadi kewenangan hakim pengadilan yang melakukan pemeriksaan atas perkara pokoknya, bukan hakim praperadilan. Pada kasus Hadi Poernomo, hakim praperadilan menyatakan ketidakabsahan penyelidik/penyidik KPK yang non-Polri sebagai dasar menyatakan ketidakabsahan penetapan tersangka. Hal ini juga menuai perdebatan publik mengenai eksistensi UU KPK.

Penilaian hakim praperadilan atas ketidakabsahan pengangkatan penyelidik dan penyidik yang nonpolisi adalah tidak tepat karena pengangkatan penyelidik dan penyidik KPK oleh pimpinan KPK (Pasal 43 dan Pasal 45) dalam Peraturan Komisi merupakan otoritas hakim tata usaha negara, mengingat surat pengangkatan tersebut bersifat konkret, individual, dan final. Dampak ini juga akan berakibat terhadap penyidik PPNS yang dibenarkan oleh UU (pajak, lingkungan hidup, pasar modal, OJK, kehutanan, perikanan, dan lainnya), mengingat para penyelidiknya juga non-Polri.

Ketiga, pemberhentian sementara pimpinan KPK sudah menjadi semacam tradisi kepemimpinan KPK melalui Pasal 32 UU KPK. Dalam hal ini, ada keterkaitan dengan sangkaan tindak pidana yang dilakukan sebelum si person memegang jabatan pimpinan, yang kemudian dikenal sebagai kriminalisasi terhadap (pemimpin) KPK.

Dari dua mekanisme konstitusional, baik melalui kelembagaan judisial maupun lembaga eksekutif-legislatif, tampaknya yang akan terjadi bukanlah suatu penguatan kelembagaan KPK, melainkan pelemahan dan tereduksinya kewenangan KPK secara terstruktur. Hal ini justru dapat meniadakan kelembagaan antirasuah ini. Apa yang telah "diperbuat" (facta) KPK, ternyata memiliki keampuhan (kekuatan) daripada sekadar mempermasalahkan kehendak revisi melalui "perkataan" (verbis) saja.  

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Rencana Peleburan KPK dengan Ombudsman, IM57+ Institute: Skenario Besar sejak Revisi UU KPK

22 hari lalu

Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi LSM Indonesia, menggelar aksi unjuk rasa, di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu, 27 Maret 2024. Dalam aksi damai mereka mendesak KPK segera mengusut dan memeriksa Bupati Lamongan, Yuhrohnur Efendi, dalam perkara tindak pidana korupsi korupsi terkait pengadaan dalam pelaksanaan pembangunan gedung kantor Pemerintah Kabupaten Lamongan Tahun 2017 - 2019. TEMPO/Imam Sukamto
Rencana Peleburan KPK dengan Ombudsman, IM57+ Institute: Skenario Besar sejak Revisi UU KPK

Ketua IM57+ Institute mengatakan dengan peleburan itu, KPK akan betul-betul dimusnahkan dari sisi core business-nya, yaitu penindakan.


KPK Geledah Rutannya Sendiri, Eks Penyidik: Dampak Revisi UU KPK

53 hari lalu

Ketua Majelis sidang etik Dewan Pengawas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean bersama dua anggota majelis Albertina Ho dan Harjono, menggelar sidang pembacaan surat putusan pelanggaran etik 93 pegawai Rutan KPK, di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis, 15 Februari 2024. Majelis sidang etik Dewas KPK, menjatuhkan sanksi berat kepada para terperiksa, telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan menyalahgunakan jabatan atau kewenangan yang dimiliki, termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai insan KPK dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pungutan liar mencapai Rp.6,14 miliar di Rumah Tahanan Negara Klas I Salemba Cabang KPK. TEMPO/Imam Sukamto
KPK Geledah Rutannya Sendiri, Eks Penyidik: Dampak Revisi UU KPK

Eks Penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mendesak tersangka pungli di rutan KPK dipecat


Kasus Pungli di Rutan KPK, ICW: Sanksi 78 Pegawai Minta Maaf Dampak Buruk dari Revisi UU KPK

21 Februari 2024

Ketua Majelis sidang etik Dewan Pengawas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean bersama dua anggota majelis Albertina Ho dan Harjono, menggelar sidang pembacaan surat putusan pelanggaran etik 93 pegawai Rutan KPK, di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis, 15 Februari 2024. Pungutan liar yang mencapai Rp.6,14 miliar terjadi di Rumah Tahanan Negara Klas I Salemba Cabang KPK. TEMPO/Imam Sukamto
Kasus Pungli di Rutan KPK, ICW: Sanksi 78 Pegawai Minta Maaf Dampak Buruk dari Revisi UU KPK

ICW memberi tiga rekomendasi atas putusan Dewas terhadap pelaku pungli di rutan KPK.


Cawapres Mahfud Md Ingin Kembalikan UU KPK Lama, Begini Sejarah Terbentuknya KPK

17 Januari 2024

Ketua KPK sementara, Nawawi Pomolango bersama tiga wakil ketua KPK, Johanis Tanak (kiri), Alexander Marwata dan Nurul Gufron (kanan), memaparkan laporan kinerja dan capaian KPK Tahun 2023, di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 16 Januari 2024. Sepanjang tahun 2023, KPK telah menerima 5.079 pengaduan dugaan tindak pidana korupsi, berhasil menuntaskan 94 kasus korupsi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, melaksanakan 8 Operasi Tangkap Tangan, 8 kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan  berhasil mengembalikan aset ke kas negara sejumlah Rp.525.415.553.599. TEMPO/Imam Sukamto
Cawapres Mahfud Md Ingin Kembalikan UU KPK Lama, Begini Sejarah Terbentuknya KPK

Pembicaraan tentang KPK telah muncul sejak era Presiden Presiden BJ Habibie. Namun baru terlaksana pada 2002 saat Pemerintahan Megawati Soekarnoputri.


Napi Korupsi Juliari Batubara dkk Dapat Remisi, Begini Kata Novel Baswedan dan ICW: Kemenangan Para Koruptor

5 Januari 2024

Raut terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara setelah mengikuti sidang tuntutan dari gedung KPK, Jakarta, Rabu, 28 Juli 2021. Jaksa menyatakan bahwa Juliari terbukti menerima suap Rp 32,2 miliar dari korupsi bansos Covid-19. TEMPO/Imam Sukamto
Napi Korupsi Juliari Batubara dkk Dapat Remisi, Begini Kata Novel Baswedan dan ICW: Kemenangan Para Koruptor

Napi korupsi kian sering mendapatkan remisi sejak PP Nomor 99/2012 dibatalkan MA, terakhir Juliari Batubara dkk. Begini kata Novel Baswedan dan ICW.


Anies Bicara Independensi KPK, Ingin Revisi UU KPK jika Jadi Presiden

12 Desember 2023

Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan mengikuti debat capres perdana di Gedung KPU RI, Jakarta, Selasa, 12 Desember 2023. Debat pertama mengangkat tema soal Pemerintahan, Hukum, HAM, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, Peningkatan Layanan Publik, dan Kerukunan Warga. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Anies Bicara Independensi KPK, Ingin Revisi UU KPK jika Jadi Presiden

Anies Baswedan berencana merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK jika menang Pilpres 2024.


Soal HAM Jadi Isu Debat Capres Cawapres, Ini 12 Pelanggaran HAM Berat yang Masih Ditagih ke Pemerintah

12 Desember 2023

Jaringan Solidaritas Korban untuk Kekerasan (JSKK) melakukan Aksi Kamisan di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 4 Mei 2023. Aksi Kamisan ke-772 tersebut bertemakan 25 Tahun Reformasi Tegakan Supermasi Hukum dan HAM. Massa aksi menuntut pemerintah berkomitmen menegakan agenda reformasi dan amanat konstitusi. Menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat. Memenuhi hak-hak korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat secara menyeluruh. TEMPO/Subekti.
Soal HAM Jadi Isu Debat Capres Cawapres, Ini 12 Pelanggaran HAM Berat yang Masih Ditagih ke Pemerintah

Masalah HAM menjadi isu debat capres cawapres Pemilu 2024 hari ini. Apa saja pelanggaran HAM berat yang masih jadi pekerjaan rumah pemerintah?


ICW Nilai Jokowi Tak Menyangka Agus Rahardjo Buka Suara soal Intervensi KPK

4 Desember 2023

Presiden Joko Widodo atau Jokowi, didampingi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo saat menghadiri Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia dan Peresmian Pembukaan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi Tahun 2018 di Jakarta, Selasa 4 Desember 2018. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rangkaian acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi 2018 untuk menyambut Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang jatuh pada 9 Desember. TEMPO/Subekti.
ICW Nilai Jokowi Tak Menyangka Agus Rahardjo Buka Suara soal Intervensi KPK

Sikap Jokowi yang justru mempertanyakan kembali maksud Agus Rahardjo menyinggung adanya intervensi KPK dinilai Presiden tak menyangka bakal dibuka.


Istana Bilang Pertemuan Jokowi dengan Agus Rahardjo untuk Intervensi Kasus Tak Ada di Agenda Resmi Presiden

1 Desember 2023

Presiden Joko Widodo atau Jokowi, didampingi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo saat menghadiri Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia dan Peresmian Pembukaan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi Tahun 2018 di Jakarta, Selasa 4 Desember 2018. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rangkaian acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi 2018 untuk menyambut Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang jatuh pada 9 Desember. TEMPO/Subekti.
Istana Bilang Pertemuan Jokowi dengan Agus Rahardjo untuk Intervensi Kasus Tak Ada di Agenda Resmi Presiden

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan tidak ada persamuhan Jokowi dengan eks Ketua KPK Agus Rahardjo pada 2017 dalam agenda resmi.


Agus Rahardjo Sebut Presiden Intervensi KPK Agar Hentikan Penyidikan Setya Novanto

1 Desember 2023

Ketua KPK Agus Rahardjo, merilis sketsa terduga pelaku penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, di gedung KPK, Jakarta, 24 November 2017. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berharap Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Idham Azis, bisa bertugas lebih baik ketimbang dirinya. Dengan kepemimpinan Idham, Tito berharap polisi bisa menuntaskan pengungkapan kasus penyerangan air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. TEMPO/Imam Sukamto
Agus Rahardjo Sebut Presiden Intervensi KPK Agar Hentikan Penyidikan Setya Novanto

Menurut Agus Rahardjo, KPK mulai diintervensi oleh pemerintah sejak kasus korupsi pengadaan e-KTP pada 2017 lalu.