Pengadaan tiga unit helikopter Agusta Westland (AW-101) oleh TNI Angkatan Udara patut disesalkan. Pembelian helikopter buatan Inggris-Italia itu terkesan kurang transparan. Kenapa TNI tidak menggunakan helikopter yang dibuat oleh PT Dirgantara Indonesia?
Pertanyaan itu semakin perlu disampaikan karena helikopter tersebut kelak akan digunakan tamu sangat penting, termasuk Presiden Joko Widodo. Betapa ironis bila Presiden lebih suka naik helikopter Agusta, sementara PT Dirgantara sibuk mencari pembeli helikopter EC725 Cougar. Helikopter yang tak kalah canggih dibanding AW-101 ini merupakan produk kerja sama PT Dirgantara dengan Airbus. Proyek bersama itu dimulai pada 2008 dan PT Dirgantara berperan besar dalam membuat tail boom dan rangka badan pesawat.
Pembelian helikopter Agusta itu untuk menggantikan helikopter TNI AU sekarang, seri Super Puma (buatan PT Dirgantara-Airbus), yang telah uzur. Helikopter jenis ini pula yang dipakai Presiden Soeharto pada 1990-an. Adapun EC725 Cougar, yang semestinya jadi pilihan TNI AU, merupakan seri Super Puma terbaru yang telah dipakai pula oleh banyak kepala negara di dunia.
Presiden semestinya bersikap tegas, memerintahkan agar rencana pembelian itu dibatalkan jika masih mungkin. Pembelian helikopter asing itu akan merusak kebijakan mengutamakan produk dalam negeri. Jangan lupa, Jokowi selalu mendengungkan Nawacita. Salah satu butir dalam sembilan program utama ini adalah mewujudkan kemandirian ekonomi. Ia juga kerap merujuk ke konsep Trisakti Sukarno, yaitu berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pun telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 541 Tahun 2015 tentang Penggunaan Produk-produk Dalam Negeri. Surat Kementerian Aparatur Negara itu kemudian diikuti para kepala daerah untuk menghidupkan ekonomi daerah masing-masing.
Baca Juga:
Sungguh aneh jika Presiden Jokowi kemudian merestui TNI Angkutan Udara membeli helikopter yang bukan produksi dalam negeri. Langkah ini akan bertolak belakangan dengan kebijakan pemerintah sendiri. Apalagi helikopter EC725 Cougar, yang bermesin tiga, tak kalah canggih dibanding AW-101 yang bermesin dua. Banyak pula pemimpin negara lain yang memakainya, seperti Presiden Singapura, Presiden Prancis, Raja Spanyol, Kaisar Jepang, dan Presiden Korea Selatan.
Kelemahan helikopter EC725 hanya sedikit, yakni, karena mesinnya tiga, bahan bakarnya relatif lebih boros. Tapi kekurangan ini tak ada artinya dibanding dampaknya yang besar bila Presiden Jokowi menggunakan helikopter dalam negeri. Bisnis PT Dirgantara Indonesia bisa lebih berkembang. Jokowi juga akan menjadi bintang iklan yang bagus untuk mempromosikan helikopter itu ke dalam negeri maupun luar negeri.