Presiden Joko Widodo semestinya bersikap tegas dalam kasus Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Presiden bisa memerintahkan Jaksa Agung mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) atas perkara Novel yang pekan ini dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.
Sejak awal, kasus Novel ini penuh kejanggalan. Novel adalah polisi yang bertugas sebagai penyidik di KPK. Pada 2012, saat hubungan polisi-KPK memanas akibat lembaga antirasuah itu menetapkan Irjen Pol. Djoko Susilo sebagai tersangka korupsi, polisi meradang. Mereka menyerang balik KPK dengan menjadikan Novel Baswedan tersangka. Tuduhan pun dicari: Novel, saat bertugas pada 2004 sebagai kepala satuan reserse di Polres Bengkulu, menganiaya pencuri sarang burung walet. Novel pun jadi tersangka.
Ketegangan ini mereda ketika Presiden Yudhoyono, saat itu, turun tangan. Proses pengusutan terhadap Novel dihentikan. Namun persoalan tak benar-benar selesai. Ketika pada Januari 2015 KPK menetapkan Komjen Pol. Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi, tuduhan itu diangkat lagi. Novel bahkan sempat ditangkap pada awal Mei lalu, meski kemudian dibebaskan.
Berkas tuntutan itulah yang telah diserahkan polisi ke Kejaksaan. Proses ini aneh karena, dalam kasus penganiayaan di Bengkulu, Novel telah menjalani sidang etik. Ia dikenai sanksi berupa teguran, meski masih dipercaya menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu sampai Oktober 2005. Dia bergabung dengan KPK pada 2006 dengan prestasi bagus.
Proses penanganan kasus Novel di kepolisian juga diwarnai kejanggalan. Penasihat hukumnya menilai, sejak penangkapan, pemberkasan, hingga rekonstruksi, polisi menabrak aturan beracara. Novel mempraperadilankan soal ini, meski kalah. Kini berkas perkaranya sudah dinyatakan komplet. Pelimpahan ke Kejaksaan Agung semestinya Senin lalu, tapi tertunda setelah Novel tak bisa memenuhi panggilan karena sedang menjalankan umrah.
Jaksa Agung Prasetyo meminta semua pihak menghormati proses hukum. Menurut dia, setelah polisi melimpahkan perkara, jaksa penuntut umum akan menilai secara obyektif untuk menentukan apakah perkara Novel bisa berlanjut ke persidangan atau tidak.
Tentu proses hukum harus dihormati. Tapi, harus pula dicatat, proses itu tak boleh menabrak atau bertentangan dengan rasa keadilan. Kriminalisasi atas Novel jelas dilakukan untuk menekan KPK. Kriminalisasi itu merupakan bagian dari upaya melemahkan pemberantasan korupsi.
Upaya melemahkan KPK ini harus dihentikan. Presiden Jokowi semestinya berdiri paling depan dalam usaha itu. Sebagai presiden, dia punya kewenangan menginstruksikan Jaksa Agung agar mendeponir, menghentikan kasus Novel Baswedan, demi kepentingan yang lebih luas: mendukung penuh pemberantasan korupsi.