Bina Graha kini seakan tak pernah sepi dari kegaduhan. Para menteri di Kabinet Kerja pimpinan Presiden Joko Widodo seperti ayam laga sekandangbertengkar dan gaduh di antara sesama anggotanya.
Baru-baru ini, misalnya, pertengkaran dipicu dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi oleh Ketua DPR Setya Novanto dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan kasus ini kepada Mahkamah Kehormatan Dewan. Namun Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menuding pelaporan tersebut tanpa restu Jokowi. Adapun Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan Sudirman sebelumnya sudah melapor kepada Jokowi.
Awal Oktober lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli juga menuduh Menteri Sudirman keblinger karena memperpanjang kontrak Freeport. Namun Sudirman menampik tuduhan itu. Sebelumnya, Rizal, yang baru beberapa saat diangkat menjadi menteri koordinator, melempar tantangan terbuka kepada atasannya, Jusuf Kalla, perihal proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt gagasan Kalla.
Kegaduhan di kabinet juga terjadi antara Menteri Kelautan dan Menteri Perdagangan. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memprotes peraturan yang dikeluarkan Menteri Perdagangan Tom Lembong untuk impor produk tertentu, termasuk produk ikan olahan yang menurut dia akan menghancurkan bisnis nelayan lokal. Lalu ada pula suara keras Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang menolak impor beras, hal yang bertentangan dengan kebijakan Jusuf Kalla.
Kegaduhan ini sangat memberi kesan betapa tidak solidnya kabinet. Para menteri seakan berusaha menonjolkan diri masing-masing. Masyarakat tentu bertanyadan terheran-heranmisalnya, bagaimana bisa seorang menteri, yang notabene pembantu presiden dan wakil presiden, bisa melawan keputusan atasannya. Para menteri pembuat gaduh ini jelas bersikap tidak etis. Bagaimanapun, mereka berada dalam satu tim yang berada di bawah satu komando. Perbedaan pendapat boleh-boleh saja, tapi semestinya diselesaikan di rapat kabinet, bukan saling tuding di luar atau memprotes di media massa.
Jokowi harus bertindak tegas terhadap bawahannya yang membangkang. Kegaduhan, yang sudah muncul sejak awal kabinet terbentuk, harus segera dihentikan, sehingga pemerintah bisa lebih fokus menjalankan program-programnya. Kegaduhan hanya membuang-buang energi dan waktu yang tak perlu. Rakyat hanya mau melihat para menteri itu bekerja, bukan bertengkar di media massa.
Para menteri yang tak puas atas kabinet ini sebaiknya mundur saja. Tempat mereka mungkin lebih tepat di luar kabinet: bisa mengkritik dengan leluasa. Jika menemukan skandal di pemerintahan, mereka bisa melapor ke polisi, DPR, atau KPK. Cara ini jauh lebih terhormat ketimbang sibuk menyindir atau menuding di sana-sini.