Ahmad Sahidah, Dosen Filsafat Universitas Utara Malaysia
Menjelang Lebaran, lagu bertema hari raya makin sering terdengar. Di Tanah Air, Selamat Lebaran, yang ditulis oleh Ismail Marzuki, akan mengalun di banyak tempat. Sebagaimana di sini, Negeri Jiran juga menyuguhkan suasana yang serupa. Banyak mal dan pertokoan memutar nyanyian raya dari era klasik hingga modern.
Sejauh penelusuran saya, karya pertama Malaysia tentang lebaran adalah Selamat Hari Raya oleh legenda Saloma pada 1955 di bawah label EMI. Berbeda dengan penyebutan kita terhadap hari istimewa ini dengan Idul Fitri, lirik pertama berbunyi selamat Aidil Fitri, yang sekaligus menjadi sebutan warga serumpun hingga kini. Menariknya, single ini dihasilkan oleh Ahmad Jaafar, seniman yang lahir di Binjai Sumatera Utara, 3 Agustus 1919. Jelas, kandungan syairnya menggambarkan renungannya kala itu, di mana orang miskin dan kaya bergembira karena memakai baju baru, warga saling mengunjungi sanak-keluarga, dan tentu saja mereka bermaaf-maafan.
Selanjutnya, ada beberapa lagu dengan latar yang sama, yang dilantunkan oleh penyanyi kawakan, P. Ramlee. Nomor yang sering diperdengarkan pada banyak kesempatan adalah Dendang Perantau. Lagu ini agak unik. Meskipun dimulai dengan lirik di hari raya, syair seterusnya malah bercerita tentang kisah sedih karena kenangannya terhadap orang yang dicintai, namun tak berlanjut hingga ke pelaminan. Berbeda dengan dua nomor yang juga dikarangnya, Takbir dan Manusia Miskin Kaya, menyampaikan pesan yang jelas berkaitan dengan perayaan, terutama Takbir yang menggambarkan bunyi beduk dan azan, lalu takbir memecah kesunyian pagi.
Hampir dipastikan pada setiap dekade setelahnya, ada banyak lagu tentang hari suci ini. Setidak-tidaknya ada enam perusahaan rekaman, yaitu EMI (71), The Life Records, Ltd. (1), Senada Records (10), Warner (26), Polygrams (9), dan Sony (11). Label tersebut menerbitkan lagu-lagu hari raya dengan pelbagai genre, seperti Melayu tradisional, rock, pop, dan dangdut serta berbagai tema, misal mudik, kemaafan, pujian kepada Tuhan, menu khas, kerinduan kampung halaman, orang tua dan sanak-keluarga di desa, kepedulian kepada orang miskin, dan kebahagiaan. Dengan begitu banyak lagu raya, kita bisa menikmati cerita Lebaran negara tetangga melalui seni suara.
Baca juga:
Menariknya, lagu legenda Ismail Marzuki, Selamat Lebaran, dinyanyikan ulang oleh P. Ramlee pada 1977 dengan judul Hari Lebaran. Namun, ada beberapa perubahan lirik dan kata karena lagu ini sangat kuat berkarakter budaya dan bahasa khas Betawi, tempat kelahiran tokoh musik Indonesia ini. Sementara itu, buah pena Oslan Hussein, Lebaran, juga dibawakan oleh penyanyi jiran, Ramlah Ram, tanpa perubahan lirik sama sekali.
Sepertinya, lagu Ismail Marzuki yang dibawakan P. Ramlee inilah yang menjadikan istilah Lebaran termasyhur di Negeri Jiran. Meskipun demikian, sebutan hari raya lebih sering digunakan. Lalu, generasi penyanyi selanjutnya menggunakan kata yang berasal dari kosakata Jawa tersebut, seperti dua nomor Siti Nurhaliza, Sesuci Lebaran dan Nazam Lebaran. Tak pelak, bagi warga Indonesia di sana dendangan ini menjadikan hari raya di negara orang tetap meriah dan menyenangkan. Benar kata pepatah Arab, musik menjadikan kita istimewa karena ia bisa menghadirkan masa lalu dan mengungkap jati diri. *