Putusan Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat yang tak menyatakan terjadinya pelanggaran etik oleh Setya Novanto sungguh sangat mengherankan. Sikap Mahkamah itu tidak hanya bisa membuat publik menduga MKD selama ini hanya bersandiwara, tapi juga menguntungkan Setya. Setya bisa menepuk dada tak melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan.
Kemarin Mahkamah menyatakan menutup kasus ini setelah menerima surat pengunduran diri Setya. Ketua DPR dari Partai Golkar itu berkirim surat setelah sebelumnya sebagian besar anggota Mahkamah menyatakan Setya telah melakukan pelanggaran dalam skandal "Papa Minta Saham" PT Freeport yang diadukan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. Setya mengirim surat ituyang semestinya ke pimpinan DPRsaat Mahkamah tengah bersidang mengambil putusannya.
Kita menyesalkan sikap Mahkamah yang menyatakan "menutup" kasus ini dengan alasan Setya telah mengundurkan diri sebagai Ketua DPR. Semestinya, Mahkamah tetap mengumumkan pelanggaran apa yang dilakukan Setya karena telah mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam kasus ini. Dengan demikian, akan jelas bahwa Setya bersalah karena telah melanggar etik.
Cara yang diambil Mahkamah dalam menyelesaikan kasus Setya menunjukkan mereka lebih suka berakrobat politik ketimbang serius memperbaiki citra lembaganya yang makin terkoyak akibat perilaku Setya. Sangat tidak masuk akal melihat 17 anggota MKD yang tadinya ngotot memberikan sanksi berat ataupun sedang justru bertepuk tangan ketika Ketua Mahkamah menutup sidang dengan mengumumkan mundurnya Setya.
Mahkamah telah kehilangan momentum untuk menjaga kehormatan dan martabat lembaganya. Padahal terang benderang publik tahu bahwa Setya telah melanggar etik. Lihatlah sebelumnya bagaimana publik, termasuk melalui media sosial, beramai-ramai meneken petisi mendesak Setya mundur. Fakta dan rekaman yang diputar dalam persidangan memperlihatkan betapa tak bermoralnya Setya menggunakan posisinya untuk "memeras" Freeport.
Kita tahu ada sebagian anggota Mahkamah yang sejak awal akan menyelamatkan Setya. Mereka, para anggota Golkar itu, tak hanya menyudutkan Sudirman dengan pertanyaan yang menyalahkannya, tapi juga datang dalam acara jumpa pers Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitanhal yang semestinya tak elok mereka lakukan karena Luhut merupakan saksi dalam kasus ini. Tapi saat itu publik optimistis anggota lain tetap akan menghukum Setya.
Setya kini sudah turun tanpa catatan bersalah dari Mahkamah. Perkaranya kini masih diselidiki Kejaksaan Agung. Kita berharap Kejaksaan, yang sebelumnya menyatakan Setya bisa dijerat dengan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serius menangani kasus ini.