Kemacetan libur Maulid Nabi Muhammad dan Natal plus akhir pekan memakan korban. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono mundur karena merasa gagal mencegah kemacetan di semua ruas arus mudik. Keputusan Djoko patut dipuji sekaligus menunjukkan ironi kacaunya birokrasi.
Kemacetan sejak 23 Desember 2015 itu menunjukkan dengan telak ketidaksiapan pemerintah mengantisipasinya. Arus mudik pada libur panjang bukan terjadi kali ini saja, tapi pemerintah abai mencegahnya. Sungguh aneh, libur Maulid, Natal, dan bersamaan dengan liburan sekolah, ternyata tak diantisipasi sama sekali.
Dengan teknologi, pemerintah semestinya sudah bisa mendeteksi lonjakan jumlah kendaraan. Penutupan jalan tol pada 24 Desember sudah sangat telat karena semua ruas telah dipenuhi kendaraan. Pemerintah juga tak menahan truk logistik yang dibiarkan masuk ke jalan bercampur dengan kendaraan pribadi.
Di luar jalan tol, kemacetan juga tak terhindarkan karena pemerintah sedang menghabiskan anggaran pada akhir tahun dengan membangun jalan. Semestinya pengerjaan itu dipercepat atau dihentikan agar arus lalu lintas tak terhambat oleh alat-alat berat yang memakan separuh badan jalan.
Dalam dua hari ada 2,6 juta kendaraan di semua ruas jalan tol, naik 14 persen dibanding saat mudik Lebaran. Kemacetan terjadi akibat penumpukan di semua pintu jalan tol karena Jasa Marga menerapkan layanan seperti waktu normal. Tak ada keputusan radikal ketika kendaraan sudah menumpuk dan kemacetan mengular.
Polisi juga bertugas layaknya ini hanya hari-hari biasa. Tak ada pengerahan ekstra seperti saat menangani arus mudik. Mobil pun saling serobot. Tak terlihat polisi memandu pengemudi untuk mengambil jalur alternatif. Selepas jalan tol Cikopo, tiga jalur tengah juga kosong karena polisi tak membagi arus seperti saat Lebaran kemarin.
Pengelola jalan tol Cipali juga masih kagok melayani pengguna yang membeludak. Petugas di pintu jalan tol lambat karena satu kendaraan dilayani lebih dari dua menit untuk menangani pembayaran, hingga pemberian kartu bayar untuk keluar di pintu jalan tol berikutnya. Pengelola seperti tak punya cara untuk memecahkan masalah sesederhana ini.
Pintu jalan tol adalah biang kemacetan, saat musim mudik ataupun hari normal. Di negara-negara maju, tak ada lagi pintu jalan tol yang dikendalikan tangan manusia dan palang pintu. Teknologi frekuensi telah menggantikannya untuk mendeteksi kendaraan dan uang elektronik membuat pajak jalan tetap bisa dipungut.
Walhasil, kemacetan libur panjang kemarin menunjukkan kegagalan kolektif semua unsur pemerintah yang menangani jalan: polisi, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Jasa Marga, dan Badan Pengelola Jalan Tol. Mundurnya Djoko Sasono akan sia-sia jika kejadian serupa terulang.