Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Republik dan Revolusi

image-profil

image-gnews
Iklan

Ito Prajna-Nugroho, Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara

Jika kita membuka kembali lembaran sejarah peradaban dunia, lalu menilik sejarah peradaban Romawi pada abad ke-2 SM hingga abad ke-3 M, begitu banyak pelajaran yang kita peroleh tentang tata kelola republik dalam bentuknya yang purba. Sejarah peradaban republik terluas dan paling berkuasa yang pernah ada di muka bumi itu menyingkapkan satu persoalan abadi, yaitu rapuhnya kepentingan publik (res publica) di hadapan kepentingan uang dan kuasa. Singkatnya, republik dan demokrasi senantiasa berada dalam relasi tegang di antara dua kutub, yaitu tirani uang dan otoriterisme kuasa. Dengan mudah demokrasi dapat terpelanting ke kutub-kutub ekstrem tersebut.

Uang dan kuasa dalam konteks tata kelola republik modern tidak lain adalah ekonomi dan politik, atau pasar dan negara. Persoalannya, logika demokrasi republikan tidak selalu sama dengan logika pasar dan logika negara. Jika telah bersinggungan dengan kepentingan uang dan kuasa, ketiganya lebih sering mematikan satu sama lain. Jika kita mengasumsikan bahwa logika yang sama berlaku untuk Republik Indonesia pada masa pemerintahan baru ini, kita layak bertanya bagaimana pemimpin baru yang telah terpilih secara demokratis mampu mengelola saling benturan di antara kepentingan yang sering kali berlawanan dengan cita-cita demokrasi. Perihal cara pengelolaan ini bukan hal remeh-temeh, dan dapat menentukan jatuh-bangunnya suatu rezim. Dalam ilmu bisnis modern, perihal cara pengelolaan itu disebut juga dengan istilah manajemen.

Pada zaman Romawi, tirani kekaisaran disamarkan di balik topeng demokrasi republikan. Penyebabnya tidak lain adalah otoriterisme dengan corak militeristik terbukti mumpuni dalam mengelola keutuhan wilayah yang terbentang dari Afrika hingga ke perbatasan utara Eropa. Tapi bahkan efektivitas corak kepemimpinan militeristik ini tidak sanggup mencegah penggulingan para kaisar, saling kudeta di antara para jenderal legiun, dan pemberontakan serta pergolakan di daerah-daerah perbatasan. Kepentingan uang dan kuasa mengimpit kepentingan publik demokrasi pada masa Republik Romawi ketika itu. Kelanggengan masa pemerintahan ketika itu ditentukan oleh keampuhan cara pengelolaan konflik yang diterapkan masing-masing kaisar. Singkatnya, corak manajemen menentukan jatuh-bangunnya suatu rezim.

Terkait dengan corak manajemen, menarik untuk mencermati pemaparan kepala negara kita pada 9 Juli 2015 di hadapan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Jakarta Convention Center, bertajuk "Menjawab Tantangan Ekonomi". Satu konsep menarik yang mengemuka di dalam paparan tersebut adalah "revolusi di budaya manajemen". Menjawab permasalahan turunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurunnya daya beli masyarakat, dan naiknya tuntutan konsumsi, termasuk naiknya harga kebutuhan, seperti bahan bakar, listrik, dan tarif pajak, kepala negara menekankan pentingnya revolusi di budaya manajemen.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kita telah sering mendengar lontaran tentang revolusi dari Joko Widodo. Meski demikian, hingga kini belum sungguh jelas apa yang sebetulnya dimaksud dengan revolusi itu. Penekanan pada budaya manajemen dalam pemaparan tersebut sungguh penting.

Sebagaimana ternyatakan dalam paparan tersebut, cara mengelola (manajemen) mesin ekonomi secara efektif untuk menciptakan reformasi struktural dan menghasilkan growth engine yang baru dengan menekankan pada tingginya tingkat produksi di atas konsumsi, semua ini menjadi batu penjuru yang menentukan jatuh-bangunnya ekonomi Indonesia hingga sepuluh tahun ke depan.

Meski demikian, apa yang tidak ternyatakan dalam pemaparan tersebut adalah fakta bahwa tantangan ekonomi ke depan tidak terletak pada indikator ekonomi makro, melainkan lebih terletak pada indikator yang sering kali mengecoh dan tidak terlihat, yaitu ekonomi bawah tanah (underground economy). Manajemen ekonomi yang efektif akan ditentukan oleh cara bagaimana negara mengatasi underground economy yang telah menggurita secara masif, dari korupsi, penyelundupan berkedok impor, pasar narkotik, penggelapan pajak, perdagangan manusia, pembalakan hutan, hingga kesepakatan-kesepakatan rahasia di belakang pembuatan kebijakan negara serta undang-undang. Artinya, manajemen telah bergeser arti dari ekonomi ke politik karena terkait dengan keputusan-keputusan politis yang diambil oleh negara.

Dalam konteks ini, daya perubahan tidak lagi ditentukan oleh revolusi dan jargon-jargon usang sejenisnya, melainkan lebih ditentukan oleh corak kepemimpinan dan kualitas pengambilan keputusan dari pemangku jabatan tertinggi yang terpilih secara demokratis. Jika dirumuskan dalam pertanyaan: seberapa mumpuni pemimpin kita dalam mengelola saling benturan di antara kepentingan yang tidak akan segan melipat demokrasi demi uang dan kuasa?

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Benarkah THR 100 Persen ASN Tak Bisa Mendongkrak Perekonomian? Ini Kata Bank Indonesia

6 hari lalu

Pembeli beristirahat di pusat perbelanjaan Tanah Abang, Jakarta, Kamis 14 Maret 2024. Pemerintah akan kembali menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1 persen menjadi 12 persen, yang mulai berlaku pada tahun depan atau per 1 Januari 2025.  TEMPO/Tony Hartawan
Benarkah THR 100 Persen ASN Tak Bisa Mendongkrak Perekonomian? Ini Kata Bank Indonesia

Pemerintah akan menggelontorkan anggaran sebesar Rp99,5 triliun untuk THR dan gaji ke-13 aparatur sipil negara tahun ini.


THR dan Gaji ke-13 ASN Dinilai Tak Efektif Kerek Perekonomian, Ekonom: Perbaiki Upah Pekerja Sektor Industri dan Jasa

7 hari lalu

Ilustrasi pekerja menerima THR. Antara
THR dan Gaji ke-13 ASN Dinilai Tak Efektif Kerek Perekonomian, Ekonom: Perbaiki Upah Pekerja Sektor Industri dan Jasa

Ekonomi CORE Eliza Mardian mengatakan, THR dan gaji ke-13 ASN tak berdampak signifikan bagi perekonomian.


Cenderung Menguat, Analis Sebut Investasi Emas Tahun Ini Menjanjikan

15 hari lalu

Ilustrasi emas. Shutterstock
Cenderung Menguat, Analis Sebut Investasi Emas Tahun Ini Menjanjikan

Analis pasar sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan prospek investasi emas tahun ini akan menjanjikan.


Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

22 hari lalu

Dua siswa membawa tempat berisi makan saat simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis 29 Februari 2024. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto meyediakan 162 porsi dengan empat macam menu makanan sehat senilai Rp15 ribu per porsi pada simulasi program makan siang gratis itu. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin
Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

Ekonom senior UI Faisal Basri menentang rencana penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis Prabowo-Gibran.


OJK: Sektor Jasa Keuangan Stabil di Tengah Ketidakpastian Perekonomian Global

23 hari lalu

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar (tengah), beserta jajarannya dalam konferensi pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2024 di The St. Regis, Jakarta, Selasa, 20 Februari 2024. TEMPO/Defara Dhanya
OJK: Sektor Jasa Keuangan Stabil di Tengah Ketidakpastian Perekonomian Global

OJK mengungkapkan, sektor jasa keuangan tetap stabil di tengah ketidakpastian ekonomi global karena disokong oleh permodalan dan likuiditas yang baik.


Apa Kata Bank Dunia soal Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran?

26 hari lalu

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen, saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Selasa, 27 Februari 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Apa Kata Bank Dunia soal Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran?

Bank Dunia menilai program andalan pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran tersebut bisa memberikan dampak pada ekonomi.


UN Women: Berinvestasi pada Perempuan dapat Meningkatkan PDB

26 hari lalu

Petugas menyiapkan makan untuk para lansia yang tinggal di rumah untuk lansia Silver Villa Koyama, di  Tokyo, 13 Maret 2018. Menteri Kesehatan Jepang mengatakan lima juta dari 35 juta orang Jepang yang berusia 65 tahun atau lebih diperkirakan tinggal di fasilitas perawatan khusus. AP
UN Women: Berinvestasi pada Perempuan dapat Meningkatkan PDB

UN Women mencatat masih dibutuhkan US$360 miliar dolar secara global untuk mendanai upaya-upaya kesetaraan gender bagi kesejahteraan perempuan


Hadiri G20, Sri Mulyani Nilai Perekonomian RI Mirip dengan Brasil

28 hari lalu

Hadiri G20, Sri Mulyani Nilai Perekonomian RI Mirip dengan Brasil

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan adanya kemiripan perekonomian antara Indonesia dan Brasil. Apa saja?


Rupiah Sore Ini Melemah Dekati Rp 15.700 per Dolar AS, Besok Fluktuatif

29 hari lalu

Ilustrasi Uang Rupiah. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Rupiah Sore Ini Melemah Dekati Rp 15.700 per Dolar AS, Besok Fluktuatif

Untuk perdagangan besok, analis memprediksi rupiah bergerak fluktuatif namun ditutup melemah di kisaran Rp 15.680 hingga Rp 15.750 per dolar AS.


Bamsoet Apresiasi Perpedin Sebagai Bagian Dari Penggerak Perekonomian

29 hari lalu

Bamsoet Apresiasi Perpedin Sebagai Bagian Dari Penggerak Perekonomian

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, mengapresiasi Perkumpulan Pengusaha Disabilitas Indonesia (Perpedin) yang menjadi wadah bagi para penyandang disabilitas untuk mandiri secara ekonomi.