Joko Riyanto, Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan dua pemimpin Komisi Yudisial (KY) sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi. Sarpin melaporkan keduanya karena dianggap melanggar Pasal 310 KUHP (pencemaran nama baik) dan Pasal 311 (fitnah). Sarpin berkeberatan atas komentar mereka di media massa, yang menyebut dia sebagai hakim bermasalah sebelum menangani gugatan praperadilan calon Kapolri, Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
Ada beberapa keganjilan dalam penetapan tersangka terhadap kedua pemimpin KY. Pertama, penetapan itu hanya selang beberapa hari setelah KY merekomendasikan sanksi non-palu (skorsing) selama enam bulan kepada Sarpin atas dugaan pelanggaran kode etik hakim. Bisa jadi, karena tidak terima dengan rekomendasi KY, lantas berupaya "mengkriminalkan" pimpinan KY dengan melaporkan ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah. Publik pun menaruh curiga "ada apa-apa" di balik cepatnya Bareskrim Polri menetapkan kedua pemimpin KY sebagai tersangka dengan alasan sudah cukup bukti.
Kedua, penetapan ini terkesan ganjil karena mendasarkan pada komentar pimpinan KY atas putusan Sarpin dalam sidang gugatan praperadilan. Ingat, ketika hakim memutus perkara dalam suatu persidangan, maka putusan hakim tersebut sudah menjadi hak publik, sehingga putusan hakim dapat dikomentari, didiskusikan, dieksaminasi, dan bisa untuk karya ilmiah. Lagi pula, yang dikomentari pimpinan KY adalah produk hakim (putusan), bukan pribadi hakim Sarpin.
Selain itu, komentar pimpinan KY termasuk dalam rangka melaksanakan tugas sebagai komisioner KY, pengawasan kebijakan publik, dan hak mengeluarkan pendapat di muka umum. Penetapan tersangka pimpinan KY bisa melanggar Pasal 28E ayat (2, 3) UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY, dan Pasal 50 KUHP.
Kasus ini akan selesai jika Sarpin mencabut laporan dugaan pidana pencemaran nama baik yang dia buat di Bareskirm Polri. Ada baiknya Sarpin dan kedua pemimpin KY bertemu, berdamai, serta saling memaafkan demi kebaikan bersama. Selanjutnya, Sarpin harus mencabut laporan dugaan pidana pencemaran nama baik yang dia buat di Bareskrim Polri supaya proses hukum berhenti. Penyelesaian secara damai di luar pengadilan akan lebih elegan.
Jika langkah damai tidak bisa, pimpinan KY wajib menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan peradilan. Penetapan tersangka tersebut secara hukum acara (formil dan materiil) tidak tepat. Karena pemberitaan media massa menjadi bukti utama, berdasarkan Nota Kesepahaman Dewan Pers dengan Kepolisian Republik Indonesia, Polri dalam proses penyelidikan dan penyidikan perlu berkonsultasi dengan Dewan Pers baik secara lisan maupun tertulis.