Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

KOLOM: Panggung

image-profil

image-gnews
Iklan

Dianing Widya, novelis, pegiat sosial, @dianingwy

KAPAN pulang kampung? Pertanyaan ini sering kali muncul sejak pekan pertama Ramadan. Bagi perantau, pertanyaan itu memang amat relevan karena orang harus mempersiapkan segala sesuatunya untuk pulang kampung. Mulai dari tiket yang harus diambil jauh-jauh hari hingga oleh-oleh untuk sanak keluarga di kampung. Setelah semua tersedia, barulah para perantau lega.

Maka, pada hari yang ditentukan, mereka pun seperti para pejuang. Mereka berdesak-desakan hingga bertarung dengan kemacetan. Namun pemudik tidak pernah peduli. Mudik begitu kuat menghipnotis mereka. Buat mereka, inilah saatnya para pekerja menarik diri dari rutinitas kota dan kembali ke habitatnya, yakni udik. Sebab, dari sanalah mereka datang dan berasal. Di sanalah eksistensi mereka yang sesungguhnya.

Sehingga mudik tidak lagi cuma bermaksud silaturahmi, tapi juga menjadi simbol eksistensi tadi. Sebab, silaturahmi bisa dilakukan kapan saja. Tapi mudik hanya ada pada hari raya. Maka itu, maknanya menjadi sangat berbeda. Pulang kampung di hari-hari biasa adalah peristiwa biasa. Namun mudik adalah peristiwa luar biasa. Di sana ada romantika, heroisme, hingga pertarungan citra.

Disadari atau tidak, mudik adalah panggung atau catwalk tempat para perantau memperagakan diri. Tentu saja ini kesempatan langka dan hanya ada setahun sekali, yakni saat Lebaran Idul Fitri. Maka, panggung itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.  Mudik harus disiapkan sematang-matangnya. Selama setahun, para perantau bekerja keras untuk mengumpulkan segala sesuatunya demi bisa mudik.

Maka, dalam masalah mudik, tidak relevan membicarakan jarak antara desa dan kota. Sebab, dalam kenyataan sehari-hari, batas itu sesungguhnya telah menyatu. Teknologi, dari teknologi transportasi hingga komunikasi, telah membuat batas-batas kota dengan desa itu menjadi tak ada. Untuk silaturahmi biasa, orang bisa melakukannya kapan saja. Bisa pulang kampung kapan saja dan hanya butuh waktu sekejap.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun batas itu menjadi nyata saat masa mudik. Kini orang seperti kembali dalam nostalgia puluhan tahun lalu, ketika pesawat terbang dan telepon seluler masih menjadi barang mewah. Jadi, kala itu, orang hanya bisa bersilaturahmi saat Lebaran. Sehingga seolah-olah mereka seperti memutar waktu dan membalikkan peradaban ke masa-masa entah kapan.

Maka itu, jika silaturahmi menjadi titik pijaknya, mudik kehilangan urgensinya. Yang sesungguhnya terjadi adalah perayaan mudik ketimbang substansi mudik, yakni silaturahmi. Dengan perkataan lain, orang-orang sedang merayakan mudik, bukan merayakan Lebaran, apalagi merayakan silaturahmi.

Perayaan momentum ini berorientasi pada pesta. Ia dibumbui mitos-mitos. Ahli semiotika Rolland Barthes menyebutkan mitos itu dibangun oleh cara berpikir yang dikembangkan oleh masyarakat sehingga kemudian diterima sebagai kebenaran. Maka, mudik pun seolah menjadi keharusan. Tak pelak, mudik juga dipahami secara sangat eksistensial. Mudik adalah salah satu cara untuk menunjukkan eksistensi diri.  

Maka, dalam prosesi mudik yang ditonjolkan adalah keberhasilan dan kemapanan. Pemudik maupun keluarganya di kampung berada dalam persepsi yang sama. Kesuksesan itu ditandai dengan materi seperti kendaraan, pakaian, perhiasan, penampilan, aksesori, alat komunikasi, sampai cara bertutur dan berbahasa. Jadi, di jalur mudik maupun di kampung akan terlihat betul perbedaan kelas mereka.  *

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Muhammadiyah Jawa Timur Tetapkan 27 Mei Awal Ramadhan 2017

24 April 2017

Ilustrasi Ramadhan. Robertus Pudyanto/Getty Images
Muhammadiyah Jawa Timur Tetapkan 27 Mei Awal Ramadhan 2017

Warga Muhammadiyah dan umat Islam se-Indonesia, kata dia, akan memulai salat tarawih pada Jumat malam 26 Mei 2017 mendatang.


Gubernur DKI Sebut Ada Kelebihan Stok Pangan Menjelang Ramadan  

11 April 2017

Plt gubernur DKI Jakarta Sumarsono mengecek ketersediaan beras dan bahan pokok ke Food Station, Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, 4 April 2017. TEMPO/INGE KLARA
Gubernur DKI Sebut Ada Kelebihan Stok Pangan Menjelang Ramadan  

Gubernur DKI menjelaskan, pasokan beras, telor, minyak, daging, dan cabai aman menjelang Ramadan.


Muhammadiyah Tetapkan Awal Puasa 2017 Jatuh pada 27 Mei  

16 Maret 2017

TEMPO/Fahmi Ali
Muhammadiyah Tetapkan Awal Puasa 2017 Jatuh pada 27 Mei  

Muhammadiyah menetapkan awal puasa Ramadan 1438 Hijriah/2017 Masehi jatuh pada 27 Mei.


Bulan Ramadan Dongkrak Pembiayaan FIF Hingga 20 Persen

21 Juli 2016

TEMPO/Dasril Roszandi
Bulan Ramadan Dongkrak Pembiayaan FIF Hingga 20 Persen

Momentum Ramadan berhasil mendongkrak pembiayaan FIF Group Balikpapan, tercatat penyaluran pinjaman meningkat 20% dibanding.


Masyarakat Lombok Gelar Lebaran Topat

13 Juli 2016

Lomba membuat bungkus ketupat di Senggigi. TEMPO/Supriyantho Khafid
Masyarakat Lombok Gelar Lebaran Topat

Ini merupakan perayaan kultural masyarakat setempat.


Bolos Pasca-Lebaran, Ratusan Pegawai di Riau Kena Sanksi

13 Juli 2016

Pegawai negeri sipil (PNS) menguap saat berdoa dalam Upacara Peringatan HUT Korpri ke-44 di lingkungan Pemprov DKI Jakarta di Lapangan Eks Irti Monas, Jakarta,  30 November 2015. Dalam pidatonya saat memimpin upacara Wakil Gubernur DKI Djarot Syaiful mengatakan, Korpri harus Memberikan pelayanan publik untuk masyakarat yang berdaya dan sejahtera secara hakiki. TEMPO/Subekti
Bolos Pasca-Lebaran, Ratusan Pegawai di Riau Kena Sanksi

Sebelum menjatuhkan sanksi tegas, Badan Kepegawaian Riau bakal melakukan verifikasi terlebih dulu.


Jumlah Penumpang Kereta Api Naik 5 Persen dari Lebaran 2015

12 Juli 2016

Ratusan pemudik berjalan menuju gerbong Kereta Api (KA) Ekonomi Progo rute Yogyakarta - Jakarta di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta, 10 Juli 2016. Arus balik pemudik pengguna jasa transportasi Kereta Api diperkirakan mencapai puncaknya pada 10 Juli karena aktivitas sejumlah perkantoran sudah mulai masuk pada esok hari. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah
Jumlah Penumpang Kereta Api Naik 5 Persen dari Lebaran 2015

Jumlah kursi mencakup kereta reguler, kereta tambahan, dan kereta yang disediakan dalam kondisi fluktuatif.


Libur Lebaran Usai, Hotel di Bandung Perang Diskon

11 Juli 2016

Kendaraan wisatawan antre memasuki gerbang Situ Patenggang, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 8 Juli 2016. Sejak awal libur lebaran, destinasi wisata favorit ini telah dikunjungi ribuan wisatawan dari berbagai daerah. TEMPO/Prima Mulia
Libur Lebaran Usai, Hotel di Bandung Perang Diskon

Hotel-hotel di Bandung tak terisi penuh selama libur lebaran tahun ini.


Macet di 'Brexit', Jonan: Hanya Orang Tolol yang Suruh Saya Mundur!  

11 Juli 2016

Menteri Perhubungan Ignasius Jonanmemantau arus mudik Lebaran di Stasiun Pasar Senen, Sabtu, 2 Juli 2016. Tempo/Bagus Prasetiyo
Macet di 'Brexit', Jonan: Hanya Orang Tolol yang Suruh Saya Mundur!  

Kementerian Perhubungan hanya menangani transportasi berbasis udara, laut, kereta api, serta angkutan umum jalan raya.


Seusai Lebaran, Depok Bakal Dibanjiri Pendatang Baru

11 Juli 2016

Terminal Kampung Rambutan, Jakarta. TEMPO/Seto Wardhana
Seusai Lebaran, Depok Bakal Dibanjiri Pendatang Baru

Depok menjadi daya tarik orang luar untuk masuk ke kota tersebut.