Gerimis masih turun tatkala saya tiba di Padepokan Romo Imam. Saya langsung menyalami beliau. "Semoga Romo tetap sukses di tahun baru ini," kata saya.
Setelah menyilakan saya duduk, Romo membuka percakapan. "Di sini hujan lebat semalaman, bagaimana di kampung sana?" tanyanya. "Hujan juga, tapi masih ada waktu untuk pesta mercon. Lumayan meriah, keponakan saya menghabiskan tiga pak mercon letup," jawab saya.
Romo duduk. "Habis duit berapa? Padahal, kalau kita cuma nonton, tak habis uang, kan?" Romo tersenyum kecil. "Namanya anak-anak, tak puas kalau bukan dia sendiri yang meledakkan. Satu pak harganya Rp 80 ribu," jawab saya.
Romo kaget, "Ratusan ribu dihabiskan anak sekecil itu untuk menyambut tahun baru?" Saya tersentak, "Anak tetangga bahkan meluncurkan sepuluh kembang api yang harga satuannya Rp 120 ribu."
Jawaban saya membuat Romo geleng kepala. "Saya salut kepada pemerintah kota yang mengadakan razia petasan. Ini bukan hanya masalah keamanan, tapi juga mendidik orang untuk berhemat dan prihatin di tengah bencana yang terus mengancam. Miliaran rupiah uang dibakar atas nama pergantian tahun, sementara korban bencana masih ada di pengungsian."
"Romo ke mana saja semalam?" tanya saya mengalihkan isu. Saya lihat Romo Imam sangat serius. "Tidak ke mana-mana, saya tak merayakan pergantian tahun ini," jawab Romo.
Saya bingung, rasanya serba salah. Untung Romo yang bicara, "Tahun 2010, saya merasa tak melakukan kegiatan yang berarti, baik untuk keluarga, untuk agama, apalagi untuk bangsa. Saya hanya melakukan hal-hal yang rutin, meskipun saya tak pernah merugikan orang lain."
"Kalau yang kita kerjakan hanya hal-hal biasa, yang rutin saja, apa perlu melepas tahun lama dan menyambut tahun baru dengan meriah? Pergantian tahun itu tak bedanya dengan pergantian Jumat menjadi Sabtu. Tak ada yang istimewa, karena kita tak mewariskan pekerjaan yang istimewa. Hanya mereka yang sudah bekerja keras dan berhasil menorehkan catatan hidup monumental yang layak merayakan pergantian tahun," kata Romo.
"Tapi Romo sudah banyak berbuat," kata saya, asal menyela. "Tidak," jawab Romo. "Banyak orang mengaku sudah bekerja keras, tapi tak ada buktinya. Menteri ini bilang sudah bekerja sesuai dengan target, menteri itu bilang sudah menjalankan program dengan baik, semuanya omong kosong. Yang dikerjakannya hanya hal-hal rutin. Indonesia di tahun 2010 adalah Indonesia yang tak bekerja, Indonesia yang tak bergerak. Andai kata tahun bisa dihapus, lepas dari tahun 2009 ke tahun 2011, sama saja artinya. Hanya koruptor dan gembong narkoba yang ditahan di penjara yang merasakan tahun itu penting, karena hukumannya berkurang, baik disebabkan waktu maupun remisi yang banyak macamnya."
"Koruptor makin berani, Komisi Pemberantasan Korupsi makin takut, kepolisian dan kejaksaan makin amburadul, wakil rakyat kian memalukan, politikus kian rendah martabatnya. Apa yang harus dibanggakan pada tahun 2010 itu?" tanya Romo.
"Sepak bola kita," jawab saya spontan. Romo tertawa, "Itu hasil provokasi media untuk suporter bola kita, kebetulan suporter lawan tak muncul, bukan permainan bolanya. Buktinya, kita bukan juara. Penonton kita memaki Malaysia, yang dimaki tak ada. Coba nanti kalau Persib tanding melawan Persebaya, pendukungnya seimbang, yang diejek pasti akan membalas, jadinya rusuh. Kalau pertandingan aman, penonton berjubel antre membeli tiket dan bukan mendobrak pintu untuk nonton gratis, nah, itu baru kemajuan. Semoga itu yang terjadi pada 2011, jadi ada yang berubah pertanda Indonesia bergerak."