Rencana pemerintah mengeluarkan aturan untuk memperketat proses pembentukan desa baru jangan sampai merugikan masyarakat. Sejauh diperlukan dan syarat-syaratnya terpenuhi, pemekaran itu tidak boleh dihalangi. Pemekaran itu sendiri dimungkinkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang disahkan pada awal 2014.
Rencana pengetatan tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, pekan lalu, setelah melihat semakin banyaknya permintaan pembentukan desa baru menyusul disahkannya Undang-Undang Desa. Kini jumlah desa sekitar 70 ribu, naik dua kali lipat dibanding lima tahun silam. Rata-rata setiap tahun "lahir" seribu desa baru. Tjahjo mensinyalir usulan pengembangan desa kebanyakan demi mendapatkan kucuran dana.
Pemecahan suatu daerah merupakan bagian dari penerapan otonomi daerah. Tujuannya baik: mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan pemerintah yang sebelumnya sangat terpusat. Dengan demikian, pemerintah akan semakin dekat dengan masyarakat, serta masalah pembangunan bisa ditangani lebih cepat dan tepat.
Persoalannya, banyak pemekaran yang merupakan ambisi elite lokal semata. Dengan berbagai cara mereka menuntut pembentukan daerah baru yang tujuannya, sebenarnya, agar mereka mendapat keuntungan, juga kekuasaan. Mudah ditebak, setelah daerah baru itu diresmikan, tak terlihat kesejahteraan muncul di sana. Yang terlihat adalah perubahan mencolok elite politiknya karena mendapatkan banyak fasilitas berkat dana dari pusat.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, bekerja sama dengan United Nations Development Programme, pernah meneliti dampak pemekaran provinsi dan kabupaten/kota. Penelitian yang dilakukan pada 2008 itu menyimpulkan, kebanyakan daerah yang dimekarkan malah tertinggal dibanding daerah induk.
Mencermati dampak yang terjadi itu, kekhawatiran Menteri Tjahjo terhadap derasnya permintaan pembentukan desa bisa dimaklumi. Apalagi jika melihat alokasi dana desa naik signifikan, dari Rp 20,7 triliun pada tahun lalu menjadi Rp 40,7 triliun. Kita tentu sangat menyesalkan jika dana besar tersebut tak bisa membuat masyarakat desa menjadi sejahtera.
Berkaca pada kegagalan banyak pemekaran sebelumnya, pemerintah harus memastikan pemekaran desa dan dana desa menjadi stimulus untuk mempercepat pembangunan dan mengurangi kemiskinan. Bukan sebaliknya, merangsang praktek korupsi di desa.
UU Desa sebenarnya telah menetapkan syarat ketat pembentukan desa. Antara lain, desa induk bukan desa yang baru beberapa tahun dimekarkan; jumlah penduduk dan keluarga desa baru harus sesuai dengan ketentuan, misalnya untuk di Jawa sedikitnya 6.000 jiwa atau 1.200 keluarga; telah memiliki batas wilayah yang pasti; ada akses transportasi ke wilayah lain; serta memiliki potensi ekonomi dan sumber daya manusia yang memadai.
Dengan menerapkan UU Desa secara benar saja, sesungguhnya pengembangan desa yang serampangan bisa dicegah.