Ada berita apalagi di negeri ini? Itulah pertanyaan awal Romo Imam ketika saya berkunjung sore hari. Saya jawab, "Angin masih kencang di laut, nelayan tak bisa melaut. Perahu dan rumah mereka hancur diterjang ombak. Banjir lahar dingin masih mengancam, angin ribut juga menerjang beberapa wilayah. Sepertinya pemerintah daerah kewalahan kalau pemerintah pusat tak turun tangan."
Romo tertawa. "Jangan tunggu pemerintah pusat, mereka masih sibuk mengurusi Gayus Tambunan. Sudah sampai di mana kasus ini?"
"Seputar perang pernyataan antara Gayus dan Denny Indrayana," jawab saya. "Menurut Romo, siapa yang berbohong?"
"Serahkan kepada tokoh lintas agama, mereka bisa memutuskan yang mana berbohong. Mereka sudah berhasil menyimpulkan kebohongan pemerintah, urusan Gayus dan Denny pasti kecil."
Saya diam, belum bisa menebak ke mana arah pikiran Romo. "Kalau soal hebat-hebatan, Gayus tentu lebih hebat dibanding Denny, bahkan dibandingkan dengan seluruh anggota Satgas, sampai menteri sekalipun. Gayus ibarat toko senapan, orang bisa memesan berbagai jenis peluru di sana, tergantung siapa yang akan dilumpuhkan. Ia bisa menyebut banyak nama. Bakrie, Ical, Denny, Cirus, Antasari, mungkin lain kali Bambang Pamungkas, Nurdin Halid, Tukul, ya, siapa saja. Mau pakai CIA, neolib, teri, paus, wong cilik, semuanya bisa diramu."
Saya masih diam dan Romo meneruskan, "Negeri nun jauh seperti Guyana pun sudah dilibatkan. Ingat, Gayus 68 kali keluar dari tahanan Brimob dan polisi baru menemukan dua perjalanannya, ke Bali dan ke Makau. Masih ada kemungkinan 60 lebih perjalanan. Bisa saja ke Aceh, India, Palestina, yang jelas tidak ke neraka."
Saya ikut tertawa. Romo melanjutkan, "Tugas Gayus hanya menyanyi sesuai dengan pesanan, tak peduli teknik berbohongnya dangkal, misalnya, ada agen CIA kok begitu terbuka sama dia. Pemesannya yang kemudian menyulap nyanyian Gayus seolah-olah semuanya benar dengan berbagai teori, entah itu teori konspirasi atau teori kentut. Maaf yang terakhir ini agak jorok."
"Teori jorok itu seperti apa, Romo?" saya penasaran. "Ada bermacam-macam kentut. Ada kentut yang bau sekali tapi tak ada suaranya, ada kentut yang bunyinya keras tapi tidak bau, ada kentut yang tak berbunyi dan tak berbau tapi orangnya jadi salah tingkah karena menahan kentut, bisa mendadak gagap atau mukanya tak lagi cerah. Teori ini tak usah dibahas," kata Romo.
Yang menyebabkan kasus ini semakin ramai dan bertele-tele, kata Romo Imam lagi, semua orang bebas berkomentar. Tak harus tahu masalah, yang penting berkomentar dan bisa masuk TV. Celakanya, komentar itu bisa mengganggu tugas penegak hukum karena komentar asal-asalan itu dikomentari lagi. Mestinya didiamkan saja, tapi terus bekerja. Selebihnya adalah kita punya presiden yang kupingnya tipis, begitu ada orang berisik langsung panik dan menggelar rapat, lalu lahir instruksi yang kadang tak perlu. Tuntaskan kasus ini. Copot yang terlibat. Memangnya, kalau tak ada instruksi, bawahan presiden tak bertindak seperti itu? Enak dong jadi pembantu presiden, bekerja tergantung instruksi.
"Romo," saya menyela, "jaringan Gayus ini sesuatu yang serius karena ada mafianya, wakil rakyat pun membuat pansus dan panja."
Romo terkekeh. "Di negeri yang lucu tapi memprihatinkan ini, semua masalah bisa dijadikan proyek dengan alasan mafia. Ada mafia hukum, mafia pajak, mafia bola, mafia TKI, mafia kebohongan, mafia pornografi...."
"Sudahlah Romo, nyanyian Romo pun sepertinya asal-asalan juga," kata saya.