Manuver merevisi Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota buat mempersulit calon independen menunjukkan kepanikan elite partai politik. Dengan kondisi saat ini, langkah anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu sulit diterima akal sehat.
Alasan memperberat syarat pengajuan calon independen dengan merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 itu memang terkesan heroik: penguatan demokrasi. Para politikus juga berdalih, hal itu dilakukan untuk menyetarakan syarat calon independen dengan kandidat yang diusung partai.
Dalam kondisi ideal, alasan itu sangat valid. Partai politik merupakan instrumen utama demokrasi. Semua orang yang ingin memenangi pemilihan jabatan publik umumnya harus melewati lembaga politik ini. Hasilnya, calon yang diajukan telah melalui seleksi internal yang ketat. Kesempatan pengajuan calon independen tetap dibuka, tapi biasanya kecil kemungkinan bisa memenangi pemilihan.
Sayangnya, di negara kita pada saat ini, sebagian besar partai politik jauh dari kondisi ideal itu. Kekuatan oligarki menguasai pucuk pimpinan partai. Lebih menyerupai kartel, mereka menyodorkan kandidat kepala daerah yang bisa memenuhi kepentingan sang bohir. Calon yang diajukan jauh dari keinginan masyarakat yang akan dipimpinnya.
Calon independen diperlukan sebagai alternatif bagi pemilih. Aturan saat ini sebenarnya juga cukup berat dipenuhi. Masa pendaftaran calon independen pun dibuka dan ditutup lebih awal dibanding kandidat yang diajukan partai politik. Hal itu memperkecil kesempatan calon independen menyusun langkah-langkah politik.
Semakin diperberat, peluang munculnya calon independen kian kecil. Ketua Komisi Pemerintahan Dewan, Rambe Kamarulzaman, menyatakan ada dua pilihan syarat, yaitu dukungan 10-15 persen atau 15-20 persen dari total daftar pemilih tetap yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk--syarat lama adalah 6,5-10 persen dari daftar pemilih tetap. Alasannya, agar persyaratan calon independen seimbang dengan persyaratan kandidat partai yang juga dinaikkan.
Tak masuk akal jika syarat calon perseorangan disamakan dengan syarat kandidat yang diusung partai. Partai memiliki struktur organisasi dari desa hingga pusat yang kerap disebut sebagai mesin politik. Belum lagi penguasaan sumber daya dan pengaruh di publik. Negara pun memberikan perlakuan khusus kepada partai, salah satunya pemberian dana yang dihitung dari perolehan suara pada pemilihan sebelumnya.
Memperberat syarat pengajuan calon independen sama dengan mengebiri partisipasi publik yang dijamin dalam konstitusi. Calon independen adalah wujud partisipasi rakyat yang tak terakomodasi oleh partai.
Pemerintah mesti bersikap tegas menghadapi manuver Dewan ini. Presiden Joko Widodo memang telah mengingatkan agar revisi tidak hanya demi kepentingan jangka pendek. Publik harus menjaga agar pernyataan Kepala Negara itu tidak ditelikung politikus Senayan, atau bahkan oleh anak buahnya sendiri.