Sebagai badan yang dibentuk khusus, sudah sepantasnya Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa pemilihan kepala daerah. Kesepakatan antara pemerintah dan Panitia Kerja DPR yang sedang membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, yang pada pekan lalu menguatkan fungsi Bawaslu, itu merupakan keputusan tepat.
Kewenangan baru Bawaslu, yang akan ada dalam Undang-Undang Pilkada hasil revisi itu, adalah memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa pemilihan kepala daerah. Termasuk untuk pelanggaran politik uang. Kewenangan ini membuat penindakan pelanggaran selama pilkada dapat lebih cepat diputuskan. Apalagi, khusus untuk kasus politik uang, dalam aturan sebelumnya, penindakan hanya bisa dari sisi pidana. Itu sebabnya, proses keputusan finalnya cukup memakan waktu.
Betapa tidak, sebelum masuk ke pengadilan negeri, laporan pelanggaran yang diterima Bawaslu harus dikaji dulu oleh kepolisian dan kejaksaan. Kerap terjadi, Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan berbeda pandangan sehingga berkas perkara bolak-balik di ketiga instansi ini. Walhasil, dari 1.090 laporan kasus pidana pada pilkada serentak 2015, hanya 60 kasus yang ditangani oleh penyidik kepolisian dan diteruskan ke penuntutan hingga ke pengadilan. Sisanya menguap dan tak jelas ke mana.
Yang juga menarik, kelak Bawaslu pun berwenang menindak pelaku politik uang dari sisi administrasi. Tindakan ini tak perlu menunggu proses pidana selesai, sehingga dapat lebih cepat karena hanya ditangani oleh Bawaslu. Namun, tak cukup hanya cepat, ancaman sanksi pun harus lebih berat, misalnya sanksi pembatalan bagi calon yang terbukti melakukan politik uang, sehingga kasus ini dapat dicegah.
Untuk menindak pelanggaran pidana politik, Bawaslu harus punya "taji" yang memadai. Ketua Bawaslu Muhammad pernah mengatakan bahwa lembaganya tidak sekuat Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menangani pelanggaran. Musababnya, tidak ada upaya paksa dalam proses klarifikasi dan mengumpulkan bukti. Andai saja memiliki penyidik dari unsur kepolisian dan penuntut dari kejaksaan sebagaimana yang dimiliki KPK, Bawaslu dapat langsung berhubungan dengan lembaga peradilan begitu proses administrasi selesai.
Bawaslu yang kuat harus didukung dengan struktur kelembagaan yang solid dan sumber daya manusia yang berkualitas. Yang juga masih menjadi pekerjaan rumah adalah Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan petugas tempat pemungutan suara masih bersifat ad hoc. Selain itu, kapasitas dan kapabilitas personel pengawas pemilu harus ditingkatkan. Apalagi, jika nantinya kewenangan Bawaslu bertambah, Panwaslu pun harus juga kuat.