Kepolisian harus segera mengusut dan menangkap pelaku kejahatan yang dilakukan secara beruntun dan terkesan acak di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Membiarkan kasus ini berlarut-larut hanya akan membuat masyarakat resah karena merasa tidak aman.
Dalam kurun waktu 6-20 April lalu, sebanyak 13 orang menjadi korban penembakan senapan angin di Magelang, Jawa Tengah. Dua belas korban merupakan perempuan. Mereka mengalami luka sobek, lebam, serta bengkak di bagian pinggang, kaki, dan dada. Dari tempat kejadian, polisi menemukan peluru senapan angin yang diduga berasal dari senjata penembak. Ketiadaan saksi mata, foto, atau rekaman closed-circuit television (CCTV) membuat polisi kesulitan mengusut kasus ini.
Belakangan, kejahatan serupa juga muncul di Yogyakarta. Dalam satu hari, pada Senin lalu, tiga warga Kotagede dan Umbul Harjo terluka oleh sabetan benda tajam saat mereka sedang berjalan di luar rumah. Kejadiannya berlangsung pada pukul 12.00-13.00. Semua korbannya perempuan. Salah satunya bahkan masih duduk di bangku kelas VI sekolah dasar.
Dalam kasus penyayatan, sosok pelaku terekam kamera CCTV, walau tidak terlihat jelas. Warga juga sempat mengejar pelaku yang beraksi di Kotagede. Dari berbagai kesaksian disimpulkan bahwa profil pelaku adalah laki-laki berusia sekitar 40 tahun, mengendarai sepeda motor, berjenggot, dan mengenakan jaket lusuh.
Kejahatan dengan pola acak memang cukup sulit dipecahkan karena korbannya sembarangan. Motifnya bukan dendam atau ekonomi, tapi sekadar mencari kepuasan dari menyakiti orang lain. Pelaku juga tidak mengenal dan memilih korbannya, melainkan berdasarkan kesempatan belaka. Repotnya, psikopat ini bisa siapa saja. Dari preman sangar hingga ilmuwan kutu buku.
Walau berat, penegak hukum tentu tidak boleh menyerah begitu saja. Penembakan di Magelang yang berlangsung selama dua pekan berturut-turut tanpa antisipasi dari kepolisian harus dipertanyakan. Alasan kepolisian, bahwa korban terlambat melapor sehingga penanganan kasus sulit dilakukan, tidak boleh dilontarkan lagi.
Polisi harus melakukan introspeksi. Apa yang membuat warga terlambat melapor setelah kejadian? Jangan-jangan warga malas berurusan dengan polisi karena khawatir justru akan merepotkan dirinya sendiri. Sebaliknya, korban harus sadar bahwa melaporkan kejahatan yang menimpa dirinya adalah bagian dari kewajiban. Sebab, kejahatan dengan modus yang sama bisa menimpa orang lain bila tidak lekas ditanggulangi.
Pemerintah daerah bisa ikut ambil peran mencegah kejahatan. Memperbanyak penempatan kamera pengawas di tempat-tempat umum akan membuat calon pelaku kejahatan berpikir ulang sebelum mewujudkan niatnya. Memperbanyak lampu penerangan di setiap sudut kota juga berguna memberikan rasa aman bagi publik. Pemerintah dan masyarakat harus bahu-membahu menuntaskan kasus yang mencemaskan ini.