Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pancasila Itu

image-profil

image-gnews
Iklan

Bandung Mawardi, ESAIS

Sejarah sering disusun secara tergesa. Detik bergerak cepat dan warna langit cepat berubah. Sejarah pun harus diadakan sebelum hari-hari berganti, surut dari ingatan paling mendalam. Di Indonesia, ketergesaan dalam menentukan hari bersejarah pernah terjadi sehari setelah malapetaka berdarah dan misterius pada 1965. Tokoh-tokoh "penentu" segera mengusahakan ada ingatan bersama agar kejadian tak terkubur dalam lupa. Sejarah harus diperingati dengan kumpulan perintah dan penghimpunan cerita-cerita besar.

Kita membuka majalah Pandji Masjarakat edisi 20 Oktober 1966 di halaman "Petikan-petikan Berita". Pembaca mungkin tak terlalu kaget saat membaca sekolom berita tentang kesaktian Pancasila. Alinea pertama, "Mulai tahun ini tanggal 1 Oktober telah ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pantjasila. Dan upatjara Hari Kesaktian Pantjasila itu telah dilakukan di Lobang Buaja, di sumur jang digunakan oleh Gestapu/PKI untuk mengubur djenazah Pahlawan Revolusi." Berita itu terus diingat sampai sekarang. Pengetahuan murid-murid di sekolah mengacu kepada malapetaka 1965 yang dirampungkan oleh Pancasila. Sebutan Pancasila itu sakti mulai membentuk imajinasi kemenangan, keperkasaan, kepahlawanan, dan kemuliaan.

Inspektur upacara dalam Hari Kesaktian Pancasila (1966) adalah Soeharto, tokoh militer tapi lihai berpolitik. Soeharto telah tampil sebagai "pahlawan" atau "juru selamat" bagi Indonesia. Ucapan-ucapan Soeharto dalam upacara menjadi pedoman bagi jutaan orang Indonesia untuk bersepakat mengamalkan Pancasila. Hari berganti hari. Kita tentu ingat perintah Soeharto paling kontroversial: pengamalan Pancasila harus "murni" dan "konsekuen". Pancasila itu sakti! Warga tak boleh meremehkan atau memusuhi Pancasila. Penguasa dan militer bakal bertindak jika ada orang-orang bercap musuh Pancasila. Di mata Soeharto, musuh terbesar Pancasila adalah PKI.

Kalimat-kalimat di Pandji Masjarakat berslogan "penjebar kebudajaan dan pengetahuan untuk perdjuangan reformasi dan modernisasi Islam" menjadi representasi situasi jiwa dan keteguhan ideologis. Langit muram Indonesia dan tetesan darah di tanah memungkinkan menjadi rangsangan pembuatan kalimat-kalimat berpengharapan dan mengandung dendam, "Ada harapan jang terkandung dalam diri kita di dalam menetapkan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pantjasila jaitu supaja peringatan itu kita djadikan sebagai satu permulaan bagi bangsa Indonesia untuk benar-benar mengamalkan Pantjasila itu dengan benar… Selama ini kita pun dengan bersemangat selalu berbitjara Pantjasila, tetapi kita bermesra-mesraan dengan komunis jang anti-Tuhan, anti-rakjat serta anti-kemanusiaan itu." Upacara telah dilaksanakan dengan khidmat, berita pun telah disiarkan melalui koran dan majalah. Para pembaca berita diharapkan mengerti maksud Hari Kesaktian Pancasila. Sejarah mulai diresmikan dan dicatat dalam kalbu jutaan orang Indonesia.

Pelaksanaan upacara berlangsung setiap tahun, bermaksud Pancasila semakin sakti. Pada 2014, upacara Hari Kesaktian Pancasila bertema "Penguatan Nilai-nilai Pancasila untuk Meningkatkan Kualitas Demokrasi". Warisan hari bersejarah dari Soeharto masih dilestarikan. Kita mungkin menduga tema itu khas Orde Baru. Keruntuhan rezim Orde Baru (1998) tak berarti penghapusan Hari Kesaktian Pancasila. Kekuasaan selama puluhan tahun tak jua membuktikan Soeharto, pejabat, militer, intelektual, seniman, dan pelajar sanggup mengamalkan Pancasila secara "murni" dan "konsekuen". Kita belum memastikan kebenaran gejolak opini saat Soeharto mendapat cap buruk: otoriter dan korupsi. Dua cap itu tentu berlawanan dengan Pancasila.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berita pelaksanaan upacara Hari Kesaktian Pancasila dimuat dalam majalah Kebudajaan nomor 04 tahun 2014, terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pelaksanaan upacara di kawasan Lubang Buaya diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) bekerja sama dengan pelbagai kementerian dan Polda Metro Jaya. Upacara tersebut dihadiri oleh SBY, Boediono, Kabinet Indonesia Bersatu II, pemimpin lembaga-lembaga tinggi negara, pejabat kepolisian, pejabat TNI, duta besar negara-negara sahabat, dan para saksi sejarah. SBY tampil sebagai inspektur upacara tanpa memberikan pidato sambutan. Mengapa tak ada kalimat-kalimat demi mengenang sejarah 1965-1966 dan pemuliaan Pancasila dari SBY selaku Presiden Republik Indonesia? Barangkali SBY memiliki alasan misterius saat tak memberi pidato hebat. Upacara itu juga dihadiri Joko Widodo, presiden terpilih periode 2014-2019.

Peringatan itu malah berisi cerita tentang lagu gubahan SBY. Lagu berjudul Untuk Bumi Kita dilantunkan merdu oleh paduan suara dari SMA 78 Kemanggisan, SMA 34 Pondok Labu, SMA 49 Jagakarsa, SMA 3 Penabur, dan SMA 39 Cijantung. Pujian diberikan kepada para siswa. SBY mengingatkan isi lagu berkaitan dengan ajakan melestarikan hutan dan lingkungan agar bumi terus lestari. Pesan bijak dan sesuai dengan Pancasila. SBY memilih mengurusi lagu ketimbang memberi pesan-pesan besar tentang Pancasila. Kita belum bisa memastikan upacara itu sebagai peristiwa terakhir dalam "pemitosan" Pancasila atau kemauan menuruti narasi sejarah Orde Baru.

Puluhan upacara Hari Kesaktian Pancasila dilakukan sejak 1966 sampai 2014. Kita sudah sering berupacara, tapi masih belum bisa memberesi susunan sejarah Indonesia pada masa 1960-an. Penetapan Hari Kesaktian Pancasila itu khas nalar-imajinasi Soeharto sebagai "pembentuk" sejarah. Kita terus memiliki hari-hari penting meski menjelaskan adu misi kekuasaan dan ketokohan. Soeharto berhasil mengenalkan Hari Kesaktian Pancasila. Barangkali pola itu menandingi peran Sukarno dalam Hari Kelahiran Pancasila, mengacu pada pidato bersejarah 1 Juni 1945. Pancasila menjadi pusat pembentukan dan pengisahan sejarah!

Pada masa lalu, Pancasila gampang menjadi mitos, keramat, dan sakti. Kini, kita belajar lagi untuk mengerti dan menafsirkan Pancasila tanpa "keharusan" mengikuti upacara dengan pidato-pidato klise. Kita masih saja rajin menuruti tema buatan pemerintah saat mengenang dan memuliakan Pancasila. Tema-tema selama puluhan tahun sering kalimat elok. Tema jarang mewujud. Kita ingin mengakrabi Pancasila dengan perubahan bahasa agar ada kesegaran dan gairah, tak selalu menginduk kepada tafsiran-tafsiran penguasa. Pancasila itu keren jika tak terlalu dijadikan komoditas dan propaganda picisan oleh para pejabat, anggota parlemen, militer, dan intelektual. Pancasila itu… *

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kemendikbudristek dan Puspeka Gelar Spesial Dongeng Profil Pelajar Pancasila

3 hari lalu

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), melalui Pusat Prestasi Karakter (Puspeka) memperkuat pendidikan karakter Pancasila pada anak melalui dongeng di Auditorium Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta. Selasa 23 Juli 2024. Dok. BKHM Kemendikbudristek
Kemendikbudristek dan Puspeka Gelar Spesial Dongeng Profil Pelajar Pancasila

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), melalui Pusat Prestasi Karakter (Puspeka) selenggarakan Spesial Dongeng Profil Pelajar Pancasila,


Bamsoet Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Bersama Persatuan Putra-Putri Angkatan Udara

30 hari lalu

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama Persatuan Putra-Putri Angkatan Udara (PPPAU) di komplek MPR Jakarta, Rabu 26 Juni 2024.
Bamsoet Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Bersama Persatuan Putra-Putri Angkatan Udara

Pancasila juga menjadi landasan pokok dan fundamental bagi penyelenggaraan negara


Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Bamsoet Tegaskan Perlunya Hubungan Industrial Sesuai Nilai-Nilai Pancasila

37 hari lalu

Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Bamsoet Tegaskan Perlunya Hubungan Industrial Sesuai Nilai-Nilai Pancasila

Kepmenaker Nomor 76 Tahun 2024 Tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila, merupakan tonggak penting dalam upaya menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.


Empat Presiden Indonesia Kelahiran Juni: Sukarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Jokowi

46 hari lalu

Presiden Sukarno dan Soeharto
Empat Presiden Indonesia Kelahiran Juni: Sukarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Jokowi

Tak hanya bulan lahirnya Pancasila, Juni juga menjadi hari kelahiran empat Presiden Indonesia: Sukarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Jokowi.


Eks Pimpinan FPI Rizieq Shihab Bebas Murni, Berikut Sederet Kontroversinya

46 hari lalu

Mantan Pimpinan Front Pembela Islam atau FPI, Rizieq Shihab saat mencoblos di tempat pemungutan suara atau TPS 47 di RT01/RW04, Jalan Petamburan IV, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Februarai 2024. Tempo/Aisyah Amira Wakang
Eks Pimpinan FPI Rizieq Shihab Bebas Murni, Berikut Sederet Kontroversinya

Pendiri sekaligus mantan pimpinan Front Pembela Islam atau FPI Rizieq Shihab alias Habib Rizieq akhirnya bebas murni per hari ini, Senin, 10 Juni 2024, setelah sejak Juli 2022 lalu berstatus bebas bersyarat. Berikut daftar Kontroversinya.


Pemerataan Pembangunan Masih Tersentralisasi di Jawa, Faisal Basri: Gagal Total

52 hari lalu

Faisal Basri diwawancara di Gedung Tempo Media Jakarta, 4 Maret 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Pemerataan Pembangunan Masih Tersentralisasi di Jawa, Faisal Basri: Gagal Total

Faisal Basri menyebut Pancasila mestinya tak hanya jargon, tapi pemersatu antardaerah.


Kisah Sultan Pencetus Lambang Garuda Pancasila yang Terinspirasi Dewa Hindu

54 hari lalu

Sultan Hamid II. Wikipedia
Kisah Sultan Pencetus Lambang Garuda Pancasila yang Terinspirasi Dewa Hindu

pencetus lambang Garuda Pancasila adalah Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung sultan Pontianak, Sultan Syarif Muhammad Alkadrie.


Kisah Perubahan Lambang Garuda Pancasila

54 hari lalu

Peserta membawa lambang Garuda Pancasila saat upacara tradisi Bedhol Pusaka di depan Museum Istana Gebang Kota Blitar, Jawa Timur, Rabu 31 Mei 2023. Tradisi Bedhol Pusaka yang dirangkai dengan pawai lampion tersebut digelar jelang peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni. ANTARA FOTO/Muhammad Mada
Kisah Perubahan Lambang Garuda Pancasila

Desain lambang Garuda Pancasila pertama kali dicetuskan oleh Sultan Hamid II


Profil Pulau Ende yang Menjadi Tempat Sukarno Merumuskan Pancasila

54 hari lalu

Patung Soekarno di Kota Ende. BPMI Setpres/Laily Rachev
Profil Pulau Ende yang Menjadi Tempat Sukarno Merumuskan Pancasila

Pulau Ende terletak di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Pulau ini menjadi saksi bisu proses Sukarno dalam perenungan dan merumuskan Pancasila.


Para Penggagas Dasar Negara: Sukarno Sampaikan Pancasila, Begini Pemikiran Muhammad Yamin dan Soepomo

54 hari lalu

Presiden pertama RI, Sukarno, berpidato di hadapan delegasi Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, 1955. Bung Karno menunjukkan karismanya di hadapan kepala negara dari Asia dan Afrika. Lisa Larsen/The LIFE Picture Collection/Getty Images
Para Penggagas Dasar Negara: Sukarno Sampaikan Pancasila, Begini Pemikiran Muhammad Yamin dan Soepomo

Selain Sukarno, Muhammad Yamin dan Dr Soepomo menyumbangkan gagasannya soal dasar negara. Sukarno menyebut buah pikirannya dengan nama Pancasila.