Tidak boleh ada kompromi soal kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu, ketegasan TNI Angkatan Laut saat menghadapi kapal perang Cina di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Natuna patut dipuji. Hal ini menunjukkan kepada publik bahwa TNI ada di perairan itu dan selalu siaga.
Insiden antara kapal perang Indonesia dan Cina itu terjadi pada Jumat lalu, saat kapal TNI AL menyeret kapal nelayan Cina, yang tertangkap basah mencuri ikan, ke pelabuhan. Kapal perang Cina mendekati gugus tugas TNI AL dan meminta agar kapal nelayannya dibebaskan. Tak kurang dua kapal perang Cina mencoba membebaskan kapal tersebut, namun upaya tersebut tak berhasil. Empat kapal perang Indonesia siaga mengawal kapal nelayan itu.
Hal ini berbeda dengan peristiwa sebelumnya. Maret tiga tahun silam, Kapal Pengawas Hiu Macan 001 harus melepaskan kapal Cina yang tertangkap basah mencuri ikan di Natuna, setelah diancam dua kapal perang Cina. Tiga bulan yang lalu, peristiwa serupa terulang. Pada 19 Maret, kapal ikan Cina, Kway Fey 10078, yang tertangkap basah mencuri ikan di perairan Indonesia, terpaksa harus dilepas setelah dua kapal Cina menabrak kapal Kementerian Kelautan itu.
ZEE adalah zona yang diakui secara internasional. Wilayah ini berjarak 200 mil laut dari garis pangkal pantai. Meski memiliki kekuatan hukum untuk mengklaim wilayah ini, kita selalu bersikap lunak atas pelanggaran Cina di ZEE pada masa lalu. Penyebabnya memang dilematis: Cina merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Padahal seharusnya, karena menyangkut kedaulatan, tidak boleh ada kompromi.
Sikap lunak ini justru membuat negeri itu leluasa menancapkan kekuatannya di perairan Laut Cina Selatan dekat Natuna. Sekarang Cina sudah membangun pangkalan militer di salah satu pulaunya, dan dari pulau itu armada mereka leluasa menjangkau setiap sudut Laut Cina Selatan, termasuk perairan Natuna. Cina juga tidak menggubris protes keras dari negeri tetangga, seperti Filipina, Vietnam, Thailand, dan Malaysia.
Sikap lunak kita juga membuat mereka seperti mendapat angin untuk menjarah kekayaan di perairan Indonesia. Dalam tahun ini saja, sudah tiga kali kapal ikan Cina menerobos wilayah ZEE di perairan Kepulauan Natuna. Cina bahkan menerbitkan peta perairan yang tumpang-tindih dengan ZEE di sembilan titik, dengan alasan kesembilan titik wilayah itu merupakan zona tangkap tradisional nelayannya. Kalau membuka peta, terlihat benar klaim itu mengada- ada.
Karena itu, sudah benar langkah yang diambil pemerintah untuk memperkuat kehadiran militer di perairan ini. Bukan hanya karena perairan ini kaya hasil laut, gas, dan bahan tambang, melainkan karena perairan ini adalah wilayah Indonesia yang harus kita jaga. Sikap tegas diperlukan, meski upaya damai bisa dikedepankan. Di laut kita jaya, Jalesveva Jayamahe!