Tjandra Yoga Aditama, Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Hari-hari ini kita menghadapi masalah kebakaran hutan, yang setiap tahun tampaknya terus berulang. Masyarakat di sejumlah kota terkepung asap hasil kebakaran hutan yang dikenal sebagai asap biomassa-terbentuk dari terbakarnya benda hidup, yaitu pohon dan tanaman lainnya, serta mungkin juga hewan. Data menunjukkan peningkatan kandungan karbon hitam dan juga hidrokarbon aromatik polisiklik dalam asap kebakaran hutan. Masyarakat perlu mengetahui lebih rinci ihwal aspek kesehatan dari asap kebakaran hutan ini.
Penelitian yang pernah saya lakukan berdasarkan data dari dokter spesialis paru dan dinas kesehatan dari berbagai daerah menunjukkan adanya dampak asap ini pada gangguan kesehatan paru dan pernapasan--tampak dalam keluhan seperti batuk, berdahak, dan napas berat/sesak napas. Penelitian lain dari berbagai negara menunjukkan bahwa asap kebakaran hutan berdampak inflamasi/peradangan paru dan gangguan sistemik, penurunan berat badan bayi yang dilahirkan, peningkatan kunjungan di ruang gawat darurat paru dan jantung, serta peningkatan jumlah pasien masuk rawat inap ke rumah sakit. Secara umum juga akan ditemukan iritasi saluran napas, ada kemungkinan serangan asma dan bronkitis.
Selain berdampak di paru dan saluran napas, asap kebakaran hutan berdampak pada alat tubuh lain yang bersentuhan langsung dengan asap, seperti mata, hidung, dan kulit. Mata gatal, berair, dan meradang, hidung yang juga dapat terasa gatal-gatal dan bersin, serta gatal di kulit merupakan gejala lantaran "sentuhan" ini. Selain itu, data menunjukkan kemungkinan ada perburukan penyakit jantung serta penyakit kronis lain akibat asap kebakaran hutan.
Di samping itu, mungkin pula ada dampak tidak langsung, misalnya akibat partikel dalam asap kebakaran hutan yang jatuh ke bumi dan mencemari sayuran, buah-buahan, dan sumur air penduduk. Juga ada kemungkinan keluhan psikologis seperti stres karena situasi kebakaran hutan, baik karena terkungkung asap maupun aspek lain, seperti stres tidak jadi terbang ke tempat tujuan karena pesawat tidak boleh mengudara.
Ada juga pertanyaan apakah asap kebakaran hutan dapat menimbulkan kanker. Kanker baru akan terjadi bila terjadi paparan selama bertahun-tahun. Sedangkan kebakaran hutan biasanya hanya akan terjadi beberapa bulan saja dan berhenti kalau musim sudah berganti. Namun, bila di tahun berikutnya terjadi kebakaran hutan lagi di daerah yang sama, muncullah pemikiran tentang kemungkinan terjadinya kanker. Hanya, sampai sekarang belum ada bukti ilmiah yang nyata.
Untuk mengetahui ada-tidaknya dampak kronis yang mungkin mengakibatkan kanker, perlu dilakukan penelitian berbentuk cohort yang mengikuti sekelompok orang yang sama selama bertahun-tahun. Salah satu faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan aspek multifaktorial dalam terjadinya kanker. Misalnya, kalau mereka yang terpapar asap kebakaran hutan itu ternyata juga perokok berat, maka harus dinilai secara mendalam ihwal faktor apa yang berperan dalam terjadinya kanker pada orang itu.
Angka kematian langsung akibat dampak kesehatan asap kebakaran hutan biasanya amat kecil, relatif terhadap jumlah orang yang terkena dampak asap kebakaran hutan. Ada dua kemungkinan yang belakangan bisa berakibat fatal. Pertama, ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) yang kemudian memburuk menjadi pneumonia, yang bila tidak tertangani dengan baik-dan pada mereka yang rendah daya tahan tubuhnya-dapat fatal akibatnya. Kemungkinan kedua adalah memburuknya penyakit paru dan jantung kronis, apalagi pada lanjut usia.
Dampak kesehatan yang timbul tentu tergantung pada faktor-faktor seperti konsentrasi asap, banyaknya asap yang terpapar ke tubuh manusia, serta daya tahan tubuh. Menurut WHO (2014), faktor yang berperan adalah, antara lain, struktur demografi kependudukan, pola sensitivitas pernapasan pada penduduk, dan kemungkinan mitigasi terhadap paparan asap kebakaran hutan.
Agar terlindungi, masyarakat perlu melakukan tiga hal. Pertama, meminimalkan asap yang terhirup. Untuk ini, sedapat mungkin masyarakat lebih banyak di dalam ruangan dengan pintu dan jendela tertutup dan tentunya jangan melakukan olahraga di luar ruangan. Penggunaan masker tentu membantu, walaupun yang paling ideal adalah menggunakan masker HEPA (high-efficient particulate air filter).
Perlu ada perhatian khusus pada anak-anak, karena sistem pernapasan mereka masih berkembang. Mereka lebih aktif bernapas sehingga mungkin lebih banyak mengisap udara, termasuk asap kebakaran hutan yang ada. Sementara itu, bila masyarakat berkendaraan dengan mobil, kaca jendela harus tertutup dan air conditioner harus dalam posisi "recirculate" yang tidak memungkinkan masuknya udara dari luar.
Kedua, mereka yang punya penyakit kronis paru dan jantung harus waspada terhadap keluhan yang timbul atau semakin beratnya keluhan. Bila sudah dikomunikasikan dengan dokter, maka obat tertentu, misalnya obat pelega saluran napas dalam bentuk inhaler, dapat segera digunakan bagi penyandang penyakit paru kronis. Kalau keluhan memberat, perlu konsultasi lebih jauh dengan petugas kesehatan.
Aspek ketiga, ketika asap sudah berhenti, masyarakat tetap harus berhati-hati sewaktu membersihkan rumah dan lingkungan. Waspadailah debu yang beterbangan bila sedang menyapu, dan dianjurkan membasahi dulu lantai dan area yang akan dibersihkan agar debu dan bahan lain tidak beterbangan di udara waktu dibersihkan. Hati-hati terhadap partikel padat dan jelaga. Sebaiknya menggunakan masker atau penutup mulut hidung ketika membersihkan sisa asap kebakaran hutan.