Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Simalakama Rusia Perangi ISIS

image-profil

image-gnews
Iklan

Smith Alhadar, Penasihat untuk The Indonesian Society for Middle East Studies

Di sela-sela Sidang Majelis Umum ke-70 Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat, pada 28 September 2015, Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Presiden Rusia Vladimir Putin mengadakan pembicaraan soal masa depan Suriah. Sebelumnya, pembicaraan dengan topik yang sama dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Menteri Luar Negeri AS John Kerry.

Ada kesepakatan antara AS dan Rusia tentang Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS), tapi mereka berbeda pendapat soal rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad. Obama tidak berkeberatan Rusia ikut terlibat langsung memerangi ISIS, tapi tidak menghendaki Bashar terus berkuasa seperti sediakala, kecuali selama masa transisi sampai terbentuk pemerintah persatuan nasional.

Sikap ini berseberangan dengan Putin, yang hendak mempertahankan Bashar, yang dipandang sebagai satu-satunya kekuatan yang legitimate dan mampu menghadapi ISIS. Putin menunjuk kesalahan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pimpinan AS saat menggusur Presiden Irak, Saddam Hussein, dan pemimpin Libya, Muammar Khaddafy, yang berujung pada hancurnya dua negara itu.

Untuk mempertahankan Bashar, sejak 17 September lalu, Rusia mengirim 500 personal militernya dan memasok berbagai jenis senjata ke Suriah. Ini mengingat rezim Bashar kian kedodoran menghadapi ISIS. Kalau tidak dibantu, bisa dipastikan rezim Bashar akan runtuh. Rusia melihat solusi politik tidak juga memberi titik terang, meski perundingan damai di Jenewa telah dilakukan beberapa kali dan ISIS tinggal 200 kilometer dari Damaskus, ibu kota Suriah.

Menunggu lebih lama terlalu berisiko. Rusia bisa kehilangan pangkalan angkatan lautnya di Tartus, Suriah, bila ISIS atau faksi Islam lainnya berhasil mendongkel rezim Al-Assad. Padahal itu satu-satunya pangkalan Rusia di Timur Tengah dan Laut Tengah.

Di samping itu, Rusia ingin konsisten membantu temannya yang dalam kesulitan besar. Rusia telah memasok senjata ke Suriah sejak 1955. Sekitar 71 persen persenjataan Suriah dipasok oleh Rusia antara 2009 dan 2011.

Kenyataan lainnya, sejak Juli lalu, Turki telah bergabung dengan koalisi anti-ISIS dengan membuka pangkalan udara Incirlik bagi pesawat tempur AS. Padahal sebelumnya Turki menolak terlibat kecuali koalisi setuju menjatuhkan rezim Bashar sebagai bagian dari perang melawan ISIS.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kebencian Turki terhadap rezim Bashar bisa dimaklumi. Sejak 1984, Presiden Suriah Hafez al-Assad, ayah Bashar, membantu dan melindungi Partai Pekerja Kurdistan (PKK) untuk melakukan pemberontakan bersenjata di Turki.

Maka Rusia curiga bahwa keikutsertaan Turki dalam memerangi ISIS bertujuan ganda: selain membabat ISIS dan PKK, perang akan diperluas untuk melawan rezim Bashar. Fakta bahwa Turki menuntut AS melatih warga Suriah keturunan Turki yang dipakai sebagai pasukan darat untuk memerangi ISIS serta dukungan Turki kepada Ikhwanul Muslimin (IM) Suriah, kekuatan politik paling utama di antara pemberontak, cukup memperkuat dugaan Rusia itu.

Posisi Rusia untuk terlibat di Suriah menguat setelah pada akhir Agustus lalu, negara itu berhasil menggandeng Mesir, Yordania, dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk mendukung Bashar. Secara geopolitik, Mesir berkepentingan menjaga kelangsungan hidup rezim Bashar guna mengimbangi Israel. Mesir juga khawatir Suriah akan dikuasai IM pasca-rezim Bashar. Sementara itu, partai terkuat di Yordania adalah Partai IM. Dalam situasi ekonomi sulit saat ini, dan di tengah menguatnya simpatisan ISIS di kerajaan tersebut, sangat berbahaya bila IM berkuasa di Suriah.

UEA merangkul Rusia, selain AS tentunya, untuk memperkuat posisinya di Teluk Persia dalam menghadapi Iran. Rusia juga melihat Arab Saudi akan segera mengalihkan serangan terhadap rezim Suriah setelah perang di Yaman selesai. Serangan ke Suriah bertujuan merealisasi doktrin anti-Iran. Namun, dengan keterlibatan langsung Rusia di Suriah, yang didukung Mesir, Yordania, dan UEA, rencana Riyadh itu akan mentah.

Manuver Rusia tersebut membuat AS prihatin karena berisiko terjadi bentrokan militer di lapangan. Apalagi dikabarkan personel militer Rusia juga ikut berperang. Dengan dukungan Iran, Irak, Mesir, UEA, dan Yordania, posisi Rusia cukup kuat. Sementara itu, AS hanya memiliki kawan Turki, Arab Saudi, dan empat kerajaan Arab di Teluk Persia.

Situasi ini terjadi karena AS dan sekutu Arabnya terlalu lamban memerangi ISIS. Sudah setahun koalisi Liga Arab-NATO menyerang ISIS. Namun, kenyataannya, wilayah yang dikuasai ISIS semakin luas. Tak kurang pentingnya, AS telah memastikan ISIS menggunakan senjata kimia gas mostar dalam menyerang musuhnya.

Pertikaian antara AS dan Rusia akan membuat perang menghadapi ISIS dan persoalan seputar masa depan rezim Bashar al-Assad menjadi berlarut-larut, sehingga tragedi kemanusiaan di Suriah terus berlangsung. Dalam waktu dekat, akan ada pertemuan para pemain utama di kawasan: AS, Rusia, Turki, Iran, Arab Saudi, dan Mesir, yang disponsori PBB. Semoga saja pertemuan ini mencapai sebuah solusi komprehensif untuk segera dapat mengakhiri krisis Suriah.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


The Sahira Hotel Menyambut Zasly Perdana Kusuma sebagai General Manager Baru

1 hari lalu

Zasly Perdana Kusuma, General Manager The Sahira Hotel yang baru,
The Sahira Hotel Menyambut Zasly Perdana Kusuma sebagai General Manager Baru

The Sahira Hotel adalah sebuah akomodasi bintang 4 yang berkonsep madani eksklusif dengan sentuhan nuansa Timur Tengah.


Menhan Israel: Hasil Akhir Perang Gaza akan Berdampak ke Timur Tengah selama Bertahun-tahun

2 hari lalu

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant berbicara selama konferensi pers bersama dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin di Kementerian Pertahanan Israel di Tel Aviv, Israel 18 Desember 2023. REUTERS/Violeta Santos Moura
Menhan Israel: Hasil Akhir Perang Gaza akan Berdampak ke Timur Tengah selama Bertahun-tahun

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan hasil akhir dari perang di Gaza akan memengaruhi Timur Tengah selama bertahun-tahun.


McDonald's Tutup Seluruh Gerai di Sri Lanka, Bagaimana Bisnis McD Pasca Dihujani Boikot?

3 hari lalu

Logo McDonald. REUTERS/Bazuki Muhammad
McDonald's Tutup Seluruh Gerai di Sri Lanka, Bagaimana Bisnis McD Pasca Dihujani Boikot?

McDonald's tutup seluruh gerainya di Sri Lanka. Bisnis McD di Timur Tengah pun terimbas akibat aksi boikot anti-israel.


5 Pemimpin Negara Muslim dan Timur Tengah yang Ucapkan Selamat Kepada Prabowo

4 hari lalu

Presiden AS Joe Biden berbincang dengan Pangeran Mohammed bin Salman saat mengunjungi Al Salman Palace, di Jeddah, Arab Saudi, 15 Juli 2022. Bandar Algaloud/Courtesy of Saudi Royal Court/Handout via REUTERS
5 Pemimpin Negara Muslim dan Timur Tengah yang Ucapkan Selamat Kepada Prabowo

Raja Salman hingga Presiden Uni Emirat Arab mengucapkan selamat atas kemenangan Prabowo dalam Pemilu 2024.


Al Qaeda Umumkan Kematian Pemimpinnya, Penyebab Masih Misteri

17 hari lalu

Al Qaeda Umumkan Kematian Pemimpinnya, Penyebab Masih Misteri

Al Qaeda Yaman mengumumkan kematian pemimpinnnya. Pemimpin baru telah diumumkan.


Dampak Boikot, Pewaralaba Starbucks di Timur Tengah Pecat 2.000 Pekerja

21 hari lalu

Seorang pekerja membersihkan jendela kedai kopi Starbucks dari Grafiti bertuliskan,
Dampak Boikot, Pewaralaba Starbucks di Timur Tengah Pecat 2.000 Pekerja

Pemilik waralaba Starbucks di Timur Tengah pada Selasa mengakui bahwa mereka telah mulai memecat sekitar 2.000 pekerja akibat boikot anti-Israel


Imigrasi Jakarta Selatan Tangkap 3 WNA Yaman Pelaku Penyelundupan Manusia

34 hari lalu

Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta Sandi Andaryadi (kiri) bersama Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Selatan Felucia Sengky Ratna (kedua kiri) menunjukkan barang bukti di Jakarta, Jumat 23 Februari 2024. ANTARA/Khaerul Izan
Imigrasi Jakarta Selatan Tangkap 3 WNA Yaman Pelaku Penyelundupan Manusia

Imigrasi mengatakan 3 WNA asal Yaman ini dipastikan tidak bekerja sendiri, namun ada juga WNI yang terlibat dalam kasus penyelundupan manusia.


Top 3 Dunia: Menlu Retno di ICJ, Suara Prabowo-Gibran dan Anies-Muhaimin di Luar Negeri

37 hari lalu

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Dokumentasi Kementerian Luar Negeri RI
Top 3 Dunia: Menlu Retno di ICJ, Suara Prabowo-Gibran dan Anies-Muhaimin di Luar Negeri

Berita Top 3 Dunia pada Selasa 20 Februari 2024 diawal oleh kabar Menlu Retno akan menyampaikan oral state soal Palestina di ICJ


Daftar Pangkalan Militer Rahasia AS di Timur Tengah, dari Israel hingga Arab Saudi

41 hari lalu

Angaktan laut Taiwan mengambil posisi saat latihan pada bagian dari demonstrasi kepada media untuk menunjukkan kesiapan tempur menjelang liburan Tahun Baru Imlek, di pangkalan militer di Taitung, Taiwan 31 Januari 2024. REUTERS/Carlos Garcia Rawlins
Daftar Pangkalan Militer Rahasia AS di Timur Tengah, dari Israel hingga Arab Saudi

Berikut daftar pangkalan militer rahasia AS di Timur Tengah, diantaranya ada di Israel dan Arab Saudi


Kilas Balik Pecahnya Revolusi Iran 45 Tahun Lalu

46 hari lalu

Pendemo memegang poster yang menunjukkan potret pendiri revolusioner Iran Ayatollah Khomeini, dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei dalam sebuah demonstrasi pro-pemerintah di kota suci Qom, Iran, 3 Januari 2018. Puluhan ribu warga Iran mengambil bagian dalam demonstrasi pro-pemerintah di beberapa kota di seluruh negeri. AP
Kilas Balik Pecahnya Revolusi Iran 45 Tahun Lalu

Revolusi Iran 45 tahun lalu mengakhiri rezim monarki Pahlavi dipimpin Shah Mohammad Reza Pahlavi dan membawa Ayatollah Ruhollah Khomeini ke kekuasaan