Niat Basuki Tjahaja Purnama menolak mengambil cuti kampanye dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta pada 2017 seharusnya tidak perlu diwujudkan. Ahoksapaan akrab Gubernur Jakarta iniberalasan cuti atau tidak cuti merupakan pilihan. Alasan lain yang ia ajukan adalah cuti tersebutdalam rentang waktu September 2016 sampai Februari 2017bentrok dengan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ia ingin mengawal APBD yang dibahas bersama DPRD. Saking ngototnya, Ahok bahkan mengajukan uji materi atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah ke Mahkamah Konstitusi.
Yang diuji Ahok adalah Pasal 70 ayat 3 undang-undang tersebut. Bunyinya: gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye, harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya
Pada ayat 2 sebelumnya, diatur bahwa gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, pejabat negara lainnya, serta pejabat daerah dapat ikut dalam kampanye dengan mengajukan izin cuti kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ahok seharusnya memberi contoh yang baik. Jika ia menolak aturan ini, ada kecurigaan bahwa ia tidak siap bertarung secara fair.
Ogah cuti dengan alasan untuk mengawal pembahasan APBD juga tidak terlalu tepat. Sebab, seperti yang sering dikatakan Ahok, sistem penganggaran DKI Jakarta sudah menggunakan e-budgeting dan sulit disusupi dana siluman. Ahok tak perlu waswas. Sebab, ia bisa mengontrolnya dari rumah. Roda pemerintahan pun tetap berjalan sekalipun Ahok cuti. Ada wakil gubernur dan sekretaris daerah, atau dapat juga diangkat pelaksana tugas gubernur.
Ahok semestinya tahu bahwa kewajiban cuti dimaksudkan untuk menghindari penyimpangan yang mungkin dilakukan. Inkumben rentan menggunakan pengaruh jabatannya sebagai kepala daerah di masa kampanye. Inkumben bisa saja memobilisasi birokrasi, bahkan menyimpangkan anggaran serta fasilitas, dalam kaitan dengan jabatannya.
Komisi Pemilihan Umum harus bersikap tegas dalam menyusun peraturan KPU sebagai acuan pelaksanaan Pasal 70 UU Pilkada tersebut. Jika diperlukan, disertai ancaman sanksi diskualifikasiseperti diusulkan Ketua Badan Pengawasan Pemilu bagi para calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota yang berstatus inkumben jika tak mau cuti selama masa kampanye.
KPU tidak boleh pilih kasih. Pasal kewajiban mengajukan izin cuti bagi calon inkumben selama kampanye harus ditafsirkan bahwa setiap calon benar-benar melepaskan jabatannya secara fisik. Namun, karena uji materi sudah terdaftar di Mahkamah Konstitusi, bagaimanapun keputusan MK harus ditunggu. Akan lebih bijak jika Ahok menariknya secara kesatria.