Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pertaruhan Kehormatan Mahkamah Kehormatan Dewan

image-profil

image-gnews
Iklan

W. Riawan Tjandra, Pengajar Magister Ilmu Hukum  Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Kehadiran Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam sistem parlemen tak terlepas dari gejala pemurnian fungsi kelembagaan yang berkembang dalam sistem ketatanegaraan di republik ini. Hal itu terkait dengan pergeseran paradigma konstitusi dari sistem distribusi kekuasaan negara menjadi pemisahan kekuasaan negara yang sudah lama dipikirkan oleh para pemikir besar, seperti Immanuel Kant, John Locke, dan Montesquieu.

Dengan kian kuatnya pengaruh konsep pemisahan kekuasaan negara, masing-masing lembaga negara berupaya menyelesaikan sendiri jika terjadi kasus-kasus pelanggaran etika yang menyeret sebagian oknum fungsionarisnya melalui sarana peradilan etik (ethical court), yang ditempatkan sebagai sistem kontrol internal pada masing-masing lembaga tinggi negara tersebut.  Hal itu pernah dipraktekkan di Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Demikian pula pada Pasal 119 sampai 149 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang telah diamendemen dua kali (UU MD3), juga menghadirkan institusi peradilan etik yang diberi nama MKD.

Jika berkaca pada tugas dan kewenangan MKD sebagaimana diatur dalam UU MD3, terlihat sederet kewenangan MKD yang menyerupai lembaga peradilan karena diberikan wewenang untuk memutuskan dugaan pelanggaran etik anggota DPR dengan mencantumkan kepala putusan yang berkekuataan eksekutorial seperti lembaga peradilan, yaitu memutuskan "dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan demi kehormatan DPR".

MKD diberikan kewenangan penuh untuk memeriksa pengaduan (pasif) ataupun berdasarkan inisiatif sendiri (proaktif) terhadap dugaan terjadinya pelanggaran etik ataupun hukum yang menyeret keterlibatan anggota DPR. Pengaturan mengenai kewenangan memeriksa dugaan pelanggaran etik ataupun hukum dengan menggunakan alat-alat bukti yang memiliki kualitas paralel dengan sistem peradilan ini telah menempatkan MKD berkarakter yudisial, bukan lagi politis, meskipun berkedudukan sebagai salah satu unsur dari sembilan alat kelengkapan DPR.

Pengaturan mengenai mekanisme peradilan etik secara internal pada masing-masing lembaga tinggi negara merupakan upaya untuk memastikan independensi dan kehormatan masing-masing lembaga tinggi negara, termasuk DPR, dalam perspektif sistem demokrasi konstitusional. Melihat praktek empiris yang telah dijalankan oleh masing-masing institusi pengawasan etik dari masing-masing lembaga tinggi negara di republik ini, di saat sebagian anggotanya terseret kasus-kasus etis ataupun hukum, mampu membuktikan sistem pengawasan etis-internal masing-masing lembaga tersebut telah dapat mempertahankan kehormatan institusi-institusi tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ujian serius kini harus dihadapi DPR sebagai lembaga perwakilan politik yang ditempatkan sebagai lembaga perwakilan rakyat dengan fungsi representasinya. Kasus yang menimpa Ketua DPR Setya Novanto, terkait dengan kasus "papa minta saham", akan menjadi ujian sangat serius bagi kehormatan DPR. Selama ini kepercayaan rakyat terhadap para wakil rakyat di Senayan kian berada di titik kritis, mengingat rendahnya kualitas dan integritas para wakil rakyat tersebut.

Jika merujuk pada Pasal 120 dan 121 UU MD3 memang terkesan bahwa ketentuan tersebut mengunci komposisi keanggotaan dan pimpinan MKD yang harus berasal dari perimbangan secara proporsional dari fraksi-fraksi di DPR dan tak memungkinkan diambil dari unsur independen dari luar lembaga legislatif tersebut.

Ketentuan ini terlihat paradoksal dalam dua hal. Pertama, tujuan pembentukan MKD adalah menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Kedua, mekanisme pemeriksaan/persidangan MKD pada Pasal 132 sampai 146 UU MD3 yang dinisbahkan lebih berkarakter yudisial daripada politis untuk mewujudkan obyektivitas persidangan MKD.

Cara berpikir paradoksal tersebut mengesankan bahwa MKD, oleh DPR yang membentuknya, "dilepas kepalanya, tapi dipegangi ekornya". Maka, harapan publik yang sangat luas mengenai keberhasilan MKD untuk menuntaskan kasus "papa minta saham" bisa terdistorsi oleh proses politis yang membelit eksistensi dan pelaksanaan fungsi MKD. Padahal, keberhasilan MKD untuk membongkar kasus ini dapat menjadi pintu masuk untuk membongkar sederet kasus lain yang berkaitan dengan interaksi negatif antara aktor/oknum negara dengan aktor/oknum privat dalam sejumlah kasus pertambangan lain.

Kegagalan MKD dalam melaksanakan fungsinya sejatinya bisa menggerogoti eksistensi demokrasi perwakilan dari dalam sistem perwakilan itu sendiri. Di titik ini, para oknum elite DPR dalam sistem demokrasi perwakilan di republik ini sudah menebar racun maut di gelas perjamuannya sendiri.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Anggota DPR Nonton Video Porno, Arsul Sani: Sudah Cukup Sanksi Sosial

15 April 2022

Ilustrasi video porno atau video asusila. Freepik.com
Anggota DPR Nonton Video Porno, Arsul Sani: Sudah Cukup Sanksi Sosial

Arsul Sani mengatakan anggota DPR yang kedapatan menonton video porno sudah cukup mendapat sanksi sosial, tidak perlu lebih.


Dilaporkan ke MKD, Fahri Hamzah Janji Tak Akan Intervensi  

31 Januari 2017

Fahri Hamzah. TEMPO/Imam Sukamto
Dilaporkan ke MKD, Fahri Hamzah Janji Tak Akan Intervensi  

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dilaporkan ke MKD. Ia mengakui banyak dari rekannya yang menyarankan untuk berhenti bercuitan di Twitter.


Adukan Fahri Hamzah, Migrant Care: Istilah 'Babu' Tidak Etis  

27 Januari 2017

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah. Tempo/Tony Hartawan
Adukan Fahri Hamzah, Migrant Care: Istilah 'Babu' Tidak Etis  

Anis meminta Mahkamah Kehormatan DPR mempertimbangkan posisi Fahri sebagai Ketua Tim Pengawas Tenaga Kerja Indonesia.


Fahri Hamzah Dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan DPR  

27 Januari 2017

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, memberikan keterangan pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 29 April 2016. Ia mengadukan Sohibul Iman, Surahman Hidayat, dan Hidayat Nur Wahid ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri Hamzah Dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan DPR  

Migrant Care memprotes cuitan Fahri Hamzah yang menyebut pembantu rumah tangga sebagai pengemis dan babu.


Ditahan Polisi, Ivan Haz Belum Dipecat dari DPR  

1 Maret 2016

Anggota DPR RI Fraksi PPP, Fanny Safriansyah alias Ivan Haz usai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta, 29 Februari 2016. Meski sejumlah awak media melontarkan pertanyaan di sepanjang jalan memasuki ruang pemeriksaan,   Ivan Haz mengunci mulutnya rapat-rapat dan tak satu patah kata pun keluar dari mulutnya. TEMPO/Iqbal Ichsan
Ditahan Polisi, Ivan Haz Belum Dipecat dari DPR  

Pemecatan menunggu sidang panel MKD.


Usut Kasus Ivan Haz, Mahkamah Kehormatan DPR Bikin Tim Panel  

24 Februari 2016

Fanny Safriansyah alias Ivan Haz, menggelar Konferensi Pers di ruang Pers Fraksi PPP, Komplek Parlemen Senayan, 9 Oktober 2015. TEMPO/Mawardah Hanifiyani
Usut Kasus Ivan Haz, Mahkamah Kehormatan DPR Bikin Tim Panel  

Mahkamah Kehormatan Dewan membentuk Tim Panel guna mengusut kasus yang melibatkan anggota DPR dari PPP, Ivan Haz.


Setya Novanto Dilaporkan Lagi ke MKD, Apa Kasusnya?  

12 Januari 2016

Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Surahman Hidayat (kedua kiri) berbincang dengan Wakil Ketua MKD Junimart Girsang (Kedua kanan) didampingi Wakil Ketua MKD Kahar Muzakir (kiri) dan Sufmi Dasco Ahmad (kanan) dalam sidang etik putusan MKD di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 16 Desember 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto Dilaporkan Lagi ke MKD, Apa Kasusnya?  

Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto membenarkan telah menerima surat dari Novanto.


Rhoma Irama Titip Pesan untuk Kasus Setya Novanto

14 Desember 2015

Raja dangdut, Rhoma Irama menyampaikan pidato politiknya dalam peresmian Partai Idaman (Islam Damai Aman) di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta, 11 Juli 2015. Partai Idaman merupakan partai nasionalis dengan slogan menampilkan citra Islam yang rahmatan lil 'alamin. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Rhoma Irama Titip Pesan untuk Kasus Setya Novanto

Ketua Partai Islam Damai Aman, Rhoma Irama, mengaku mengikuti perkembangan kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo oleh Ketua DPR Setya Novanto.


Mahfud MD: Sudirman Said Juga Punya Kesalahan  

8 Desember 2015

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said memenuhi panggilan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, 7 Desember 2015. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
Mahfud MD: Sudirman Said Juga Punya Kesalahan  

Mahfud MD menilai Sudirman Said juga melakukan dua kesalahan.


Jelang Sidang Setya Novanto, Ini 17 Nama Pengisi Formasi MKD

29 November 2015

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto meninggalkan Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 17 November 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Jelang Sidang Setya Novanto, Ini 17 Nama Pengisi Formasi MKD

Ada 17 nama baru di tubuh MKD menjelang sidang kasus Setya

Novanto.