Mau tak mau pemerintah harus bekerja keras melobi Kerajaan Arab Saudi untuk menambah kuota haji kita. Kasus ditangkapnya 177 calon haji asal Indonesia di Bandara Internasional Ninoy Aquino, Manila, adalah peristiwa memalukan akibat minimnya jatah haji kita. Seperti diketahui, para warga Indonesia itu nekat menggunakan paspor palsu Filipina asalkan bisa sampai ke Tanah Suci.
Agen perjalanan haji yang memberangkatkan mereka harus segera diperiksa. Tak pelak, pasti agen itu bekerja sama memalsukan dokumen dengan sindikat internasional. Mustahil para calon haji yang rata-rata berasal dari Sulawesi Selatan itu bisa mendapatkan paspor Filipina bila tidak diurus sindikat. Pada paspor baru itu, identitas mereka adalah warga Jolo, Sulu.
Pengiriman calon haji berpaspor Filipina itu bukan yang pertama kali. Para warga Indonesia itu tergiur karena, selama ini, kerabat dan kenalan mereka yang tahun-tahun sebelumnya berangkat melalui cara tersebut bisa sukses. Bahkan mereka membiarkan warga Filipina yang menjadi calo membuka kantor di wilayah mereka.
Keinginan warga Indonesia untuk bisa berhaji dengan cara mudah merupakan hal wajar. Sebab, makin lama makin sulit bagi seseorang mendapatkan giliran berhaji. Dengan jumlah kuota haji yang normal saja, seseorang bisa menunggu 20 tahun untuk berangkat. Apalagi tatkala kuota dikurangi. Pada 2012 Indonesia masih mendapat jatah 211 ribu. Akibat pembangunan Masjidil Haram, kuota ini dipotong sejak 2013 menjadi 168.800 orang. Diperkirakan jalan ilegal berhaji tidak hanya melalui Filipina, tapi juga lewat Kamboja dan Brunei.
Karena itu, selain memberantas sindikat, pemerintah harus menagih janji Kerajaan Arab Saudi. Pada September tahun lalu, Raja Salman bin Abdulazis al-Saud memberikan janji kepada Presiden Jokowi untuk menambah kuota haji kita sebanyak 10 ribu. Namun hal ini belum terealisasi.
Yang juga bisa dilakukan adalah, pemerintah melobi negara-negara tetangga yang jatah slot hajinya tidak pernah dihabiskan, seperti Filipina. Kuota haji Filipina yang diberikan Kerajaan Saudi sekitar 8.000 orang. Namun warga mereka yang berangkat tahun ini hanya sekitar 7.000 orang. Kelebihan itulah yang dimainkan oleh para sindikat. Calon haji asal Sulawesi menjadi sasaran utama, karena relatif dekat dengan Manila.
Ketimbang sisa kuota haji Filipina diperdagangkan di pasar gelap, lebih baik Indonesia melobi pemerintah Filipina agar bisa mendapatkan sisa kuota itu. Juga mendekati negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara yang kelebihan slot haji, misalnya Thailand dan Myanmar. Dengan demikian, jumlah kuota haji kita bisa bertambah lumayan. Formula kuota haji, bila merujuk ke Resolusi OKI Maret 1998, adalah 1.000 orang per satu juta penduduk muslim di setiap negeri. Idealnya, kuota kita setiap tahun sebanyak 250 ribu. Yang jadi soal, koordinasi Kementerian Agama dengan Kementerian Luar Negeri untuk diplomasi menambah kuota ini masih lemah.