Usul Dewan Perwakilan Rakyat untuk melonggarkan lagi syarat calon kepala daerah merupakan langkah mundur. Dewan mengusulkan agar calon yang mendapat hukuman percobaan diperbolehkan maju dalam pemilihan. Tak cuma melanggar undang-undang, usul ini juga amat berisiko dan bisa merusak mekanisme pemerintahan.
Komisi Pemerintahan DPR menyodorkan usul aturan baru itu dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Kementerian Dalam Negeri pada Jumat pekan lalu. Usul ini akan dituangkan dalam revisi Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2016 yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah. Kendati KPU tidak sepakat, Dewan menyatakan keputusan rapat tersebut mengikat dan harus dijalankan.
Jika keputusan itu benar-benar dijalankan, KPU akan menabrak Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dalam pasal 7 huruf g undang-undang ini dinyatakan antara lain: calon tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Komisi Pemerintahan DPR berargumen bahwa putusan hukuman percobaan belum masuk kategori berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Menurut komisi ini, putusan tersebut baru berkekuatan hukum tetap setelah masa percobaannya selesai. Rapat komisi itu juga berkesimpulan bahwa hukuman percobaan hanya dikenakan pada tindak pidana ringan dan tidak ditahan. Walhasil, Dewan menilai setiap orang yang dihukum percobaan masih memiliki hak politik untuk dipilih dan tidak termasuk dalam ketentuan pasal 7 ayat g tersebut.
Argumen tersebut jelas keliru. Sebab, status putusan berkekuatan hukum tetap tidak ditentukan oleh selesainya masa hukuman. Status berkekuatan hukum tetap, menurut penjelasan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, hanya ditentukan oleh upaya perlawanan pihak beperkara. Pihak Mahkamah Agung melalui juru bicaranya, Suhadi, juga menyatakan vonis percobaan berkekuatan hukum tetap jika pihak beperkara tidak melakukan upaya perlawanan hukum seperti permohonan banding atau kasasi.
Berbeda dengan hukuman konvensional, seseorang yang divonis hukuman percobaan tidak ditahan. Tapi, jika mengulangi perbuatan pidana serupa selama masa percobaan itu, ia akan langsung dibui sesuai dengan pidana yang dijatuhkan kepadanya. Risiko ini bisa terjadi pada calon kepala daerah atau bahkan pada kepala daerah yang sudah terpilih.
Dengan segala risiko hukum itu, KPU harus konsisten menolak keputusan rapat tersebut. Sudah sering KPU menolak rekomendasi hasil rapat Dewan. Penolakan pernah dilakukan, misalnya, untuk rekomendasi DPR yang meminta keikutsertaan partai politik yang berkonflik dalam pilkada 2015.
Jika KPU memenuhi keinginan DPR dengan membuat aturan yang tidak sesuai dengan undang-undang, juga akan muncul masalah baru. Kelak aturan itu juga bisa dibatalkan lewat uji materi di Mahkamah Konstitusi.