Putu Setia
Romo Imam dapat order menyusun pidato pergantian tahun dari seorang pejabat tinggi. Romo meminta masukan dari saya. "Saudara-saudara sebangsa, di tahun 2013 nanti Insya Allah kita berhasil memberantas segala bentuk korupsi dan mewujudkan pemerintahan yang bersih. Komisi Pemberantasan Korupsi semakin diperkuat, sudah ada peraturan tentang penyidik yang baru."
Baca Juga:
Tawa Romo Imam meledak. "Itu pidato paling konyol," katanya. Pada 2013 ada banyak pemilihan bupati. Pemilihan gubernur pun marak. Jawa Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, semua memilih gubernur. Ini pemilihan langsung oleh rakyat yang berbiaya tinggi. Ada ongkos untuk "beli tiket" ke partai politik yang mengusung, ongkos untuk "preman" di pedesaan, ongkos menyebar baliho, ongkos baju kaus dan "serangan fajar". Calon gubernur mengeluarkan lebih dari Rp 20 miliar, sedangkan untuk calon bupati bisa separuhnya.
Seorang pejabat setingkat direktorat di Kementerian Dalam Negeri menyebutkan, gaji pokok gubernur hanya pada kisaran Rp 8 juta sampai Rp 10 juta. Tunjangan dan fasilitasnya yang banyak, tapi tak mungkin lebih dari Rp 60 juta. Kalau lima tahun menjabat, yang diterima adalah 60 x Rp 60 juta, dapatnya Rp 3.600.000.000 alias Rp 3,6 miliar. Dari mana cari uang untuk "mengganti modal" saat pemilihan dan kebutuhan sehari-hari? Korupsi, itu jawabannya. Sudah berapa banyak bupati dan gubernur yang "bermasalah" sejak adanya pemilihan langsung?
"Hanya orang bego di negeri ini yang percaya dengan pidato seperti tadi. Apalagi penyidik KPK dipreteli terus, sementara peraturan pemerintah tak berarti apa-apa. Kepolisian lebih senang menghukum polisi gendut dibanding polisi yang punya rekening gendut."
Saya konsep pidato lain: "Saudara sebangsa, dengan tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya demokrasi, kita berharap kerukunan umat semakin baik pada tahun depan ." Romo menyela: "Stop, bukannya itu sudah selalu diucapkan setiap tahun? Tetap saja ada yang menggelar kebaktian di trotoar karena gerejanya tak jelas mau diapakan. Merayakan Natal pun di jalan panas di depan Istana Negara."
Saya serba salah. Saya coba ini: "Saudara sebangsa, pada 2013 nanti kita akan lebih banyak menghadapi kesulitan. Korupsi bisa lebih marak, bukan hanya karena KPK menjadi institusi yang lemah, tapi semua undang-undang kita menyuburkan korupsi karena dibuat dengan cara-cara korup, ada tarif di setiap pasal. Padahal tarif listrik, air minum, jalan tol, minyak, semua akan naik. Macet akan bertambah parah karena orang-orang kaya membeli mobil baru untuk antisipasi aturan pelat nomor genap-ganjil. Banjir Jakarta akan terus meninggi karena daerah penyangga tak merasa perlu berbuat apa-apa. Kerukunan beragama semakin runyam karena ada fatwa yang tak bisa dicabut, sementara antarmajelis agama sudah jarang kumpul-kumpul. Pemerintah tak bisa berbuat apa-apa, kami disandera berbagai masalah, semua instansi saling menyalahkan. Bekerja salah, diam juga salah. Jika menginginkan perubahan yang lebih baik, cobalah kalian bergerak memperbaiki keadaan dengan melibatkan para ulama dan tokoh di daerah yang tidak haus kekuasaan. Tegakkan moral di sana, karena sepertinya semua ini sumbernya moral yang rusak. Kita memperbaiki lewat sel-sel kecil, semakin banyak sel-sel kecil itu tentu muaranya ke arah yang besar. Sekarang jangan berharap pada politikus dan birokrat yang kini kehilangan pegangan. Sistem sudah rusak. Ibarat tulisan, tak bisa lagi diedit, harus ditulis ulang."
"Yang ini kok rasanya pas," ujar Romo. Selamat Tahun Baru.