Putu Setia
Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo sudah ditetapkan sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jagat maya, yang belakangan ini bernafsu mewakili publik, sempat gonjang-ganjing sebelum ada pengumuman resmi. Orang kaget, terkejut, heran, mempertanyakan. Apakah itu benar? Apakah itu tidak salah? Berbagai kata dipakai, dibolak-dibalik, yang intinya menginginkan Presiden SBY "berpikir ulang", sementara sebagian berharap berita itu tidak benar.
Kini sudah terang-benderang, ibarat purnama di langit tanpa awan. Tak mungkin keputusan ini bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara, karena tak sama kasusnya dengan verifikasi partai politik menjelang pemilu. Juga tak bisa diuji ke Mahkamah Konstitusi seperti kasus RSBI, yang idenya bagus tapi dibubarkan itu.
Ini hak prerogatif presiden, bagaimana memprotes hak yang melekat secara konstitusional itu? Semua aturan sudah dipenuhi SBY, baik yang menjadi kesepakatan di antara kabinet maupun aturan yang "berbau legenda". Yang menyangkut kesepakatan, misalnya, menteri dari Partai Demokrat harus digantikan oleh orang Demokrat. Idrus Marham atau Maruarar Sirait, betapa pun layaknya, tak masuk hitungan karena partainya beda. Lalu aturan yang "berbau legenda", misalnya, menteri itu harus muda, berusia di bawah 50 tahun, dan memakai kumis. Semua ini tak ada di pasal mana pun dalam undang-undang.
Padahal menteri yang mengurusi pemuda dan olahraga tak harus anak muda. Pemuda bisa diurus oleh orang tua. Kegiatan olahraga, dalam prakteknya sekarang, semuanya diurusi orang tua--dan ribut melulu. Kalau menterinya masih muda, apakah bakal didengar oleh orang-orang tua itu? Bisa-bisa dianggap ngerecoki.
Yang lebih mendasar, apa sih gunanya ada Menpora--Menteri Pemuda dan Olahraga? Urusan pemuda, serahkan ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Atau tak usah diurusi. Biarkan ormas pemuda itu mengurusi dirinya sendiri. Kalau pemerintah melakukan pembinaan (dan ormas pemuda minta duit), bisa disalurkan ke Kementerian Dalam Negeri. Di sana ada bagian yang mengurusi ormas.
Begitu pula olahraga. Serahkan sepenuhnya kepada swasta lewat organisasi mereka yang otonom. Kalau pemerintah turut campur, misalnya ingin jadi juara di SEA Games dan Piala Dunia (sepak bola), ada KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) yang menjembatani. Jika pemerintah perlu membangun stadion, ada Menteri PU yang tahu struktur tanah. Aneh, kisruh urusan bal-balan dan membangun stadion saja harus mengangkat menteri olahraga.
Organ pemerintahan kita terlalu banyak. Ya, kalau koordinasi baik. Nyatanya, Menteri BUMN mengurusi mobil listrik. Ke mana perginya Menteri Ristek? Apalagi Menteri BUMN kita superaktif, ngetes mobil saja sendiri, seolah-olah dengan jabatan menteri dia mahir segala hal.
Karena Menpora telanjur jadi warisan era Orde Baru, ya, kita terima kenyataan ini--termasuk kenyataannya tiga Menpora terakhir berkumis. Menteri Tumenggung Roy harus kita beri ucapan selamat, meski ia mengaku diri tak punya pengalaman. Kalau saya jadi SBY, saya main tukar. Roy saya jadikan Menkominfo karena dia pakar telematika. Tifatul jadi Menpora karena gemar main futsal.
Presiden hasil Pemilu 2014--yang pasti bukan SBY--mudah-mudahan punya misi dan visi yang lebih jelas dalam membawa bangsa ini menuju arah perbaikan. Sambil menunggu waktu itu, mari kita isi dengan menertawai segala keanehan yang terjadi. Ini jauh lebih baik ketimbang kita memprotes atau melakukan aksi, yang ongkosnya mahal. Bersabar adalah mulia.