Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Perikanan 2016: Dekonstruksi atau Rekonstruksi?

image-profil

image-gnews
Iklan

Arif Satria, Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Anggota Dewan Kelautan Indonesia

Setahun sudah pemerintah Presiden Joko Widodo menggebrak sektor kelautan dan perikanan. Pro-kontra menyertai langkah Susi Pudjiastuti selaku Menteri Kelautan dan Perikanan yang diawali dengan penerbitan Peraturan Menteri Nomor 56/2014 dan 57/2014, yang masing-masing mengatur tentang moratorium izin kapal eks asing dan pelarangan alih muatan (transshipment). Setelah itu, muncul Peraturan Menteri Nomor 1/2015 dan 2/2015 tentang pelarangan pukat hela dan pukat karena keduanya merupakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Belum reda hiruk-pikuk yang menyertai kebijakan tersebut, muncul kebijakan menaikkan pungutan hasil perikanan sebanyak 25 persen dari sebelumnya hanya 2,5 persen. Bagaimana kita melihat fenomena 2015 ini serta prospek kelautan dan perikanan pada 2016?

Apa yang dilakukan Susi sebenarnya merupakan implementasi program Jokowi dalam kampanye. Betapa Jokowi geram terhadap praktek illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU-F). Peraturan Menteri 56/2014 diikuti dengan langkah evaluasi terhadap 1.132 kapal eks asing yang diduga berpotensi melakukan kegiatan IUU-F. Ternyata mereka seratus persen terbukti melakukan pelanggaran—baik ringan maupun berat, baik bersifat administratif maupun tindak kejahatan—seperti menggunakan kapten dan anak buah kapal asing (67 persen), melakukan alih muatan ilegal (37 persen), mematikan sistem pemantauan kapal perikanan (VMS) (73 persen), mengekspor tanpa dokumen (37 persen), melakukan perdagangan manusia dan perbudakan (10 persen), dan bertransaksi bahan bakar minyak ilegal (23 persen). Sanksi yang dijatuhkan bervariasi, dari sanksi administratif hingga pidana. Bahkan ada pula kapal yang ditenggelamkan, yang selama setahun mencapai 107 kapal.

Hampir setahun 1.132 kapal tidak beroperasi. Hal ini tentu menimbulkan gejolak di kalangan pengusaha. Namun kebijakan itu membawa berkah bagi kapal-kapal dalam negeri baik skala kecil maupun menengah yang beroperasi di wilayah yang dulu merupakan tempat beroperasi kapal asing atau eks asing. Produktivitas mereka cenderung meningkat. Misalnya  di Sorong terjadi peningkatan hingga 56,5 persen, di Ambon 48,1 persen, di Bintan 35 persen, dan di Bitung 6,6 persen.

Adapun pelarangan pukat sebenarnya merupakan penegasan Keputusan Presiden Nomor 39/1980 tentang pelarangan pukat harimau yang hingga saat ini belum dicabut. Hanya, kini pukat tersebut mengalami serangkaian modifikasi. Sebenarnya di Jawa Tengah sudah ada komitmen untuk menghentikan praktek itu, tapi yang terjadi malah peningkatan jumlah dan bahkan manipulasi ukuran kapal (mark-down) untuk menghindari pengurusan izin di pemerintah pusat. Saat ini Ombudsman meminta ada masa transisi dua tahun, sehingga ada kesempatan bagi pemilik alat tangkap tersebut untuk beralih ke alat tangkap lain.

Berbagai kebijakan tersebut bisa dikatakan sebagai kebijakan dekonstruksi, yang bersifat "rem" dan merupakan langkah tegas untuk mewujudkan kedaulatan bangsa serta keberlanjutan sumber daya. Kejutan ini penting untuk menanggulangi isu IUU-F yang seolah-olah sulit diatasi. Apa yang dilakukan Susi merupakan pilihan politik untuk memulai era baru perikanan dan kelautan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagaimana gambaran kebijakan dan program 2016? Tampaknya paket "rem" itu sudah cukup. Kini pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan rekonstruksi yang bersifat "gas". Ini penting untuk meningkatkan peran sektor perikanan dalam pembangunan ekonomi. Ada sejumlah langkah langsung yang penting dilakukan pemerintah sebagai upaya rekonstruksi.

Pertama, perbaikan tata kelola perikanan, dari penyempurnaan sistem perizinan perikanan yang kondusif hingga pengawasan terpadu yang efektif. Kedua, modernisasi perikanan dengan peningkatan kapasitas armada perikanan yang selama ini didominasi nelayan tradisional yang bersifat harian (60-93 persen). Juga perlu ada teknologi pendukung karena selama ini hanya 0,04-15 persen nelayan yang menggunakan alat tersebut.

Ketiga, pengembangan sentra perikanan yang mengintegrasikan hulu-hilir dengan penguatan sistem logistik ikan dan sistem rantai dingin terpadu. Di sinilah infrastruktur di daerah-daerah harus diperkuat, sehingga makin terbuka akses nelayan ke air bersih, listrik, bahan bakar, dan pasar. Peningkatan konektivitas wilayah timur dan barat pun diperlukan untuk menjamin pasokan ikan baik untuk pasar konsumsi maupun industri dengan harga yang kompetitif.

Keempat, skema pembiayaan perikanan berkelanjutan perlu didorong sehingga dunia perbankan atau lembaga pembiayaan menjadi bagian tak terpisahkan dari pendekatan perikanan berkelanjutan. Alokasi kredit perikanan hingga 2014 hanya 0,29 persen. Langkah awal bisa diterapkan bagi pembiayaan usaha nelayan eks cantrang sehingga bisa kembali melaut dengan alat tangkap yang lebih baik. Juga untuk nelayan lain guna mengisi "kekosongan" wilayah perairan Arafura dan Laut Cina Selatan yang ditinggalkan kapal-kapal asing.

Kelima, perikanan budi daya harus didorong seiring dengan menurunnya stok ikan dunia. Namun peningkatan produksi perikanan budi daya harus diiringi dengan pengembangan industri pengolahan demi peningkatan nilai tambah khususnya rumput laut yang produksinya sangat melimpah. Begitu pula gagasan Susi tentang kemandirian pakan yang perlu diterjemahkan ke dalam peta jalan pengembangan industri pakan secara sistematis dan terukur.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Terkini Bisnis: Sri Mulyani Masih Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,2 Persen, Bahlil Debat dengan Luhut

9 hari lalu

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait pemberian tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 untuk aparatur sipil negara (ASN) di Jakarta, Jumat 15 Maret 2024. Pemerintah menganggarkan  sebesar Rp48,7 triliun untuk pembayaran THR dan Rp50,8 triliun untuk gaji ke-13 ASN pada 2024 atau total tersebut naik Rp18 triliun dibandingkan anggaran pada 2023. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Terkini Bisnis: Sri Mulyani Masih Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,2 Persen, Bahlil Debat dengan Luhut

Sri Mulyani masih yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap bisa mencapai 5,2 persen pada tahun ini.


Inflasi Komoditas Perikanan 2,61 Persen, Ditopang Produksi Melimpah

9 hari lalu

Permintaan Ikan Meningkat Selama Ramadan dan Lebaran, KKP: Harganya Terjangkau dan Stabil
Inflasi Komoditas Perikanan 2,61 Persen, Ditopang Produksi Melimpah

KKP menargetkan inflasi komoditas perikanan tahun 2023 sebesar 3+1 persen.


KKP Anggarkan Rp 662 Miliar untuk Kesetaraan Gender, Ada 148 Ribu Perempuan di Sektor Perikanan

9 hari lalu

Para pekerja membongkar muat ikan di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa, 23 Januari 2024. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan nilai ekspor hasil perikanan di dalam negeri pada 2024 sebesar USD7,20 miliar atau setara Rp112,1 triliun. Angka tersebut naik signifikan dari realisasi ekspor produk perikanan hingga November 2023, di mana nilai sementara ada di kisaran USD5,6 miliar atau setara Rp87,25 triliun. TEMPO/Tony Hartawan
KKP Anggarkan Rp 662 Miliar untuk Kesetaraan Gender, Ada 148 Ribu Perempuan di Sektor Perikanan

Anggaran untuk mendukung perempuan dan disabilitas yang ada dalam sektor perikanan nasional.


Eksploitasi Pekerja Sektor Perikanan Indonesia Masih Tinggi, Subsidi Nelayan Sulit

10 hari lalu

Delapan awak kapal WNI di  kapal kargo di Taiwan, 28 Oktober 2022. (ANTARA FOTO/FAHMI FAHMAL SUKARDI)
Eksploitasi Pekerja Sektor Perikanan Indonesia Masih Tinggi, Subsidi Nelayan Sulit

Pengusaha yang hanya mengejar keuntungan telah menyebabkan luasnya praktik kerja paksa, perdagangan manusia, dan perbudakan di sektor perikanan.


Edi Damansyah Dorong Produksi Perikanan Kukar

11 hari lalu

Edi Damansyah Dorong Produksi Perikanan Kukar

Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Edi Damansyah, membuat program Dedikasi Kukar Idaman untuk para nelayan dan pembudidaya ikan di Kecamatan Anggana.


Gagal, Isu Pertanian dan Subsidi Perikanan Belum Disetujui WTO

23 hari lalu

Para pekerja membongkar muat ikan di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa, 23 Januari 2024. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan nilai ekspor hasil perikanan di dalam negeri pada 2024 sebesar USD7,20 miliar atau setara Rp112,1 triliun. Angka tersebut naik signifikan dari realisasi ekspor produk perikanan hingga November 2023, di mana nilai sementara ada di kisaran USD5,6 miliar atau setara Rp87,25 triliun. TEMPO/Tony Hartawan
Gagal, Isu Pertanian dan Subsidi Perikanan Belum Disetujui WTO

Isu soal pertanian dan subsidi perikanan belum disetujui dalam KTM13 WTO di Abu Dhabi lalu. Meski demikian, sudah disetujui sekitar 80 member WTO.


KKP Klaim Penerapan Sanksi Administratif Tingkatkan Efek Jera

32 hari lalu

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono bersama (kiri-kanan) Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Hubungan Luar Negeri Edy Putra Irawady, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo dan Staf Khusus Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Wahyu Muryadi memberikan keterangan kepada wartawan terkait Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Rabu, 31 Mei 2023. Tempo/Tony Hartawan
KKP Klaim Penerapan Sanksi Administratif Tingkatkan Efek Jera

Sejak penerapan sanksi administratif di sektor kelautan dan perikanan, KKP menyebut kebijakan tersebut mampu meningkatkan efek jera.


Tekstil Hingga Perikanan Diprediksi Terdampak Resesi Jepang, Batu Bara dan Nikel Waspada

38 hari lalu

Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida secara resmi membuka KTT Peringatan 50 Tahun Kemitraan ASEAN-Jepang di Tokyo, Minggu (17/12).
Tekstil Hingga Perikanan Diprediksi Terdampak Resesi Jepang, Batu Bara dan Nikel Waspada

Ekonom Indef menyebut sejumlah sektor bakal terdampak oleh resesi yang melanda Jepang, tujuan ekspor terbesar keempat Indonesia.


Penangkapan Ikan Ilegal: Peringkat Indonesia Melorot Jadi ke-6 Terburuk di Dunia

29 Januari 2024

Anak Buah Kapal (ABK) kapal asing menunjukkan muatan hasil tangkapan di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, Selasa 31 Agustus 2021. Polair Polda Kepri mengamankan empat kapal nelayan asing yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal beserta sejumlah ABK berkewarganegaraan Vietnam di Perairan Natuna Utara yang termasuk ke dalam Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna
Penangkapan Ikan Ilegal: Peringkat Indonesia Melorot Jadi ke-6 Terburuk di Dunia

KKP akui ada peningkatan kasus dan denda penangkapan ikan ilegal yang ditangani.


Tak Setuju Giant Sea Wall, Walhi: Solusinya Evaluasi Industri Besar di Pantura Jawa

12 Januari 2024

Proyek Giant Sea Wall
Tak Setuju Giant Sea Wall, Walhi: Solusinya Evaluasi Industri Besar di Pantura Jawa

Walhi Indonesia menyoroti rencana pemerintah membangun tanggul laut raksasa atau giant sea wall di Pantura Jawa.