Presiden Joko Widodo pantas berang karena masih lambannya waktu bongkar peti kemas dari kapal hingga keluar pelabuhan (dwelling time). Bukan saja leletnya waktu bongkar itu mengakibatkan bengkaknya biaya yang ditanggung pemilik barang, tapi pada akhirnya juga membuat nama Indonesia buruk di mata para pelaku ekonomi dunia internasional.
Kali ini yang membuat Presiden geram adalah proses bongkar-muat di Pelabuhan Belawan. Saat meresmikan Pelabuhan New Priok Container Terminal, Jakarta Utara, Rabu lalu, Jokowi secara khusus menyoroti waktu bongkar di Pelabuhan Belawan, yang hingga lebih dari 5 hari-dari yang semestinya 2 hari.
Kejengkelan Jokowi bertambah karena dwelling time yang panjang di Belawan itu akibat permainan alias memang disengaja. Hanya satu dari delapan crane yang dioperasikan. Adapun crane yang lain dipakai untuk tawar-menawar dengan pengguna jasa pelabuhan jika ingin layanan bongkar-muatnya didahulukan. Praktek korupsi itu jelas merugikan negara.
Ini bukan pertama kalinya Jokowi terusik soal waktu bongkar-muat di pelabuhan. Juni tahun lalu, Jokowi pernah murka karena lamanya waktu bongkar di Tanjung Priok. Di pelabuhan ini, dwelling time mencapai 5,5 hari, jauh di bawah Singapura yang hanya 1 hari atau bahkan pelabuhan Malaysia dan Thailand yang hanya 3 hari.
Kasus dwelling time Priok tersebut kemudian berujung masuknya para penyidik polisi. Sejumlah orang diperiksa karena diduga terlibat rasuah di balik lamanya waktu tunggu tersebut. Salah satu yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Partogi Pengaribuan. Kini waktu bongkar peti kemas di Priok tinggal 3,2 hari.
Sayangnya kejadian di Tanjung Priok itu tidak membuat aparat di pelabuhan lain kemudian berbenah. Selain di Belawan, di pelabuhan penting seperti Tanjung Perak, Surabaya, waktu bongkar-muat masih 6 hari. Di Makassar, yang merupakan gerbang Indonesia timur, dwelling time bahkan sampai 7 hari.
Lambannya perbaikan ini menunjukkan ketidakseriusan otoritas pelabuhan berbenah. Waktu satu tahun lebih sejak peristiwa di Priok itu seharusnya digunakan untuk melakukan langkah-langkah perbaikan. Kenyataannya, tim PT Pelindo I baru bergerak ke Belawan setelah Presiden mengungkapkan kebobrokan di pelabuhan mereka.
Kita mendukung langkah sigap yang diambil Kepala Polri dengan membentuk Satuan Tugas Anti-Pungutan Liar untuk memberantas korupsi di Belawan. Kita berharap tim ini tidak hanya membersihkan Pelabuhan Belawan, tapi semua pelabuhan yang diduga ada "permainan" waktu tunggu tersebut.
Tak ada cara lain untuk memperbaiki citra pelabuhan kita kecuali membenahi sistem pelayanan. Untuk itu, sudah semestinya pengelola pelabuhan bertindak tegas, menghapus praktek korupsi, dan menomorsatukan pelayanan profesional bagi para pengguna jasa pelabuhan. Pihak pengelola pelabuhan tak perlu menunggu Jokowi murka untuk berbenah diri. *