Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama seharusnya tidak mengedepankan kekerasan untuk menggusur warga di bantaran Kali Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta Selatan. Pemerintah Jakarta bisa menempuh upaya persuasif. Lagi pula, proses hukum penolakan warga Bukit Duri itu saat ini masih berlangsung di pengadilan.
Pemerintah Kota Jakarta Selatan berencana menggusur permukiman warga Bukit Duri pekan depan. Mereka akan dipaksa pindah ke rumah susun Rawa Bebek, Pulogebang, Jakarta Timur. Tindakan represif itu patut disayangkan. Semestinya Gubernur Basuki menunggu putusan pengadilan atau memakai pendekatan yang dahulu dilakukan Gubernur Joko Widodo saat menggusur warga Pulomas, Jakarta Timur. Jokowi memilih jalan persuasif, bahkan sampai mengundang warga makan siang di Balai Kota. Hasilnya, penggusuran pun mulus.
Baca Juga:
Sengketa hukum soal penggusuran terjadi karena tak ada kesepahaman antara warga dan pemerintah Jakarta. Basuki berdalih melakukan relokasi demi memanusiakan warga Bukit Duri yang hidup di lingkungan kumuh, selain tentu untuk normalisasi Kali Ciliwung. Adapun warga menganggap apa yang dilakukan pemerintah justru membuat hidup mereka susah. Bukan hanya soal ongkos transportasi, mereka juga harus membayar biaya sewa rumah susun Rp 300 ribu per bulan. Biaya listrik rumah dengan daya 900 watt, yang biasanya hanya Rp 150 ribu per bulan, membengkak menjadi tiga kali lipat.
Pada saat ini terdapat dua gugatan yang dilayangkan warga Bukit Duri: di Pengadilan Tata Usaha Negara dan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka menggugat surat perintah bongkar yang dikeluarkan Camat Tebet, Jakarta Selatan, pada 4 Januari 2016 ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Pada 10 Mei 2016, mereka juga mengajukan gugatan kelompok ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan juga diajukan ke Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan. Patut disayangkan Gubernur Basuki seolah tak mempedulikan dua gugatan tersebut.
Belajar dari pengalaman di Kampung Pulo, Gubernur Basuki seharusnya lebih bijak dalam mengambil keputusan yang kurang populer ini. Saat itu terjadi bentrokan antara warga dan petugas Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta. Normalisasi Kali Ciliwung sudah seharusnya menjadi prioritas Basuki. Tindakan penduduk juga tak bisa dibenarkan, lantaran mereka mendiami tanah milik negara. Namun bukan berarti Gubernur Basuki bisa seenaknya menggunakan kekerasan.
Perlu dicari solusi untuk menyelesaikan masalah ini, misalnya dengan melakukan dialog dan pendekatan persuasif sembari menunggu putusan pengadilan. Basuki juga semestinya memperbaiki fasilitas dan layanan di rumah susun Rawa Bebek, agar orang miskin yang tinggal di sana tak makin susah. Dengan demikian, tak ada alasan bagi warga Bukit Duri untuk tidak bersedia dipindahkan.