Bakal calon untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta 2017, yang terdiri atas tiga pasang kandidat, sudah ditentukan. Tekad ketiga pasangan untuk menjalankan kampanye yang "sehat" dan menonjolkan adu program layak disambut baik. Tekad itulah yang mesti ditularkan ke para pendukung masing-masing. Apalagi kini kampanye hitam, yang mengumbar fitnah, rasisme, dan kebencian, masih gentayangan. Hal ini terlihat mulai marak di media sosial.
Meredam para pendukung agar tak melakukan cara-cara tak beradab menjadi pekerjaan rumah bagi ketiga pasangan calon yang sudah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum itu pekan lalu: Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, Agus Harmurti Yudhoyono-Syilviana Murni, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Tentu hal ini juga merupakan tugas bagi partai politik pengusung tiap-tiap pasangan. Mereka harus mendorong kadernya untuk mempromosikan keunggulan jagoan masing-masing, bukan malah rajin merisak kandidat lain. Perlu diingat: pilkada adalah alat berdemokrasi, bukan sarana melampiaskan kebencian.
Ini bukan pekerjaan yang ringan. Sebab, propaganda kebencian yang membawa-bawa sentimen ras dan agama itu sudah muncul jauh sebelum ketiga pasangan calon ditentukan dan mendaftar ke KPU. Sangat mengkhawatirkan jika perilaku tak terpuji itu masih terbawa-bawa hingga masa kampanye yang akan berlangsung pada Oktober sampai Februari 2017 nanti. Upaya meredam kebencian itu mesti diawali dari eksponen partai politik sendiri. Patut disesalkan, sesaat setelah deklarasi salah satu pasangan, masih ada petinggi partai yang mengumbar kebencian kepada salah satu kandidat. Tindakan itu jelas sangat tidak pantas.
Mengharapkan kesadaran dari massa partai politik dan para pendukung calon saja tidak cukup. Lembaga-lembaga penyelenggara pemilihan juga mesti aktif mengawasi dan mencegah agar adu caci-maki itu bisa ditekan serendah mungkin. Apalagi kampanye lewat media sosial juga diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Kepala Daerah. Komisi Pemilihan Umum kelak mesti bertindak tegas terhadap mereka yang melakukan pelanggaran tersebut.
Kepolisian pun menyatakan akan mengawasi "dinamika" media sosial sepanjang pelaksanaan pilkada 2017. Polisi akan menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik untuk menjerat mereka yang menyebarkan kampanye hitam dan ujaran kebencian. Niat tersebut baik, tetapiperlu diingatpenggunaan "pasal karet" yang terdapat dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik itu bisa salah sasaran.
Di sinilah pentingnya Badan Pengawas Pemilu segera mengeluarkan aturan turunan dari Peraturan KPU No. 7/2015. Aturan rinci yang akan menjadi pegangan bagi semua pihak. Aturan yang akan membedakan mana kampanye negatif, kampanye hitam, dan ujar kebencian. Kita ingin pilkada berjalan dengan semarakpara calon beradu programtanpa dipenuhi fitnah yang semata ingin mengobarkan kebencian.