Kerusakan vegetasi di kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) Cimanuk di Kabupaten Garut, Jawa Barat, tidak boleh dibiarkan. Pemerintah harus segera memulihkan tutupan tetumbuhan di kawasan tersebut jika tidak ingin banjir bandangyang telah menyebabkan paling tidak 33 penduduk tewas dan puluhan lainnya masih dinyatakan hilang serta ratusan bangunan rusakitu terulang.
Banjir bandang yang menerjang tiga kecamatan di Kabupaten Garut pada 20 September lalu itu sudah cukup menjadi peringatan bahwa kerusakan lingkungan di wilayah tersebut begitu parah. Bahkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan kondisi daerah aliran Sungai Cimanuk sudahmemburuk sejak 1992.Penyebab utamanya adalah rusaknya vegetasi,yang pada akhirnya memicu terjadinya bencanabanjir dan tanah longsor.
Karena itu, rencana Presiden Joko Widodo membentuk tim khususpenanganan dan pemulihan masalah ekologi di hulu Sungai Cimanukpatut didukung. Tim yang beranggotakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,sertaKementerian Pertanianitu akan menyusun rencana aksi untuk memulihkan kawasan tersebut setelah masa tanggap darurat usai.
Tim khusus itu semestinya sudah bisa bekerja berdasarkan temuan awal yang mereka peroleh. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, misalnya,telah mempunyai data tentang betapa masifnya penggundulan hutan di kawasan hulu Sungai Cimanuk. Lahan dengan kontur miring hingga 45 persen, yang seharusnya menjadi area tampung air hujan, itu disulap menjadi lahan pertanian. Yang memprihatinkan, daerah aliran sungai itu harus menampung limpasan air dari enam gunung, yang kondisi lahannya juga memprihatinkan akibat pertambangan, perkebunan, pertanian, pembangunan wisata, dan pembalakan hutan.
Pemerintah daerah dan masyarakat juga selaiknya khawatir potensi banjir bandang dan tanah longsor mengancam bukan hanya Kabupaten Garut, melainkan hampir seluruh wilayah Jawa Barat. Hal itu terjadi lantaran tingginya kerusakan daerah aliran sungai dan pembangunan yang tak sesuai dengan aturan.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau mengamanatkan, untuk pelestarian lingkungan, dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 persen dari luas daerah aliran sungai. Setiap kota dan kabupaten pun harus memiliki ruang terbuka hijau mencapai 30 persendari luas wilayahnya. Berdasarkan temuan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, rata-rata ruang terbuka hijau di 27 kota dan kabupatendiJawa Barat hanya tersisa 6-7 persen.Bahkan Kabupaten Garut hanya memiliki 5 persenruang terbuka hijau.
Jika ruang terbuka hijau itu terus tergerus dan vegetasi kawasan hulu daerah aliran Sungai Cimanuk tak segera dibenahi, bencana banjir dan tanah longsor akan terus mengintai penduduk, terutama yang bermukim di sekitar daerah aliran sungai. Masyarakat dan pemerintah seharusnya belajar dari petaka Garut ini.