Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mengapa Kasus Novel Baswedan Harus Dihentikan

image-profil

image-gnews
Iklan

Bivitri Susanti, Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera

Atas nama peraturan dan prosedur, esensi keadilan sering kali terpinggirkan. Ini terlihat misalnya dalam tulisan "Posisi Hukum Penarikan Berkas Novel Baswedan" di Koran Tempo, 15 Februari 2016. Opini tersebut harus ditanggapi agar pandangan publik pembaca tidak tersesat di belantara teks peraturan.

Kasus Novel Baswedan bukan kasus kriminal biasa. Ia adalah salah satu kasus penegakan hukum yang dilakukan bukan untuk tujuan penegakan hukum itu sendiri. Kita sering mengistilahkannya dengan "kriminalisasi", meski istilah ini kurang tepat dalam ilmu hukum. Dalam "kriminalisasi", wewenang penegakan hukum digunakan oleh lembaga yang berwenang seolah-olah untuk menegakkan hukum. Padahal tujuannya bukan menegakkan hukum, melainkan merugikan orang yang dikehendaki.

Kita semua setuju keadilan harus ditegakkan bagi semua orang. Tak terkecuali bagi para pencuri sarang burung walet yang mengisahkan penganiayaan oleh oknum polisi pada 2004. Namun, kita juga harus kritis dan mampu melihat peristiwa ini dalam kacamata "kewajaran" di penegakan hukum dan keadilan.

Banyak indikasi yang jelas menunjukkan keterkaitan antara kasus Novel dan kerja Komisi Pemberantasan Korupsi yang terkait dengan kepolisian. Harus diingat, kasus yang dituduhkan kepada Novel terjadi lebih dari satu dekade lalu. Sekelompok polisi di bawah pimpinan Novel dituduh menganiaya sekelompok pencuri sarang burung walet. Peristiwa itu terjadi saat Novel menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bengkulu pada 2004. Setelah peristiwa itu, Novel sebagai pemimpin satuan menjalani pemeriksaan internal kepolisian dan mendapat sanksi teguran. Ia tetap menjabat sampai Oktober 2005, dan kasus dianggap selesai.

Tapi, kasus ini tiba-tiba menyeruak pada 2012. Saat itu, Novel selaku penyidik KPK tengah menyidik petinggi kepolisian, Djoko Susilo, dalam kasus korupsi simulator SIM. Kita masih ingat kehebohan yang timbul karena kepolisian menangkap Novel di gedung KPK.

Atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kasus ini tidak diteruskan, tapi tanpa kejelasan secara hukum. Sampai kemudian kasus ini mencuat lagi ketika KPK berseteru dengan kepolisian pada 2015 dalam kaitan dengan langkah KPK menjadikan Budi Gunawan tersangka. Novel ditangkap seminggu setelah pengumuman penetapan tersangka tersebut.

Setelah mendapat desakan dari berbagai pihak, jaksa yang sudah melimpahkan kasus Novel ke Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu menarik berkas kasus tersebut. Dasarnya adalah Pasal 144 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pasal itu mengatakan penuntut dapat menarik surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Opini di Koran Tempo pada 15 Februari lalu mengabarkan bahwa penarikan tidak dapat dilakukan karena hari sidang sudah ditentukan. Perlu dicatat, pada saat jaksa penuntut menarik dakwaan, penetapan hari sidang belum disampaikan oleh PN Bengkulu kepada jaksa maupun pihak Novel. Pengetahuan publik mengenai tanggal sidang diketahui dari media massa berdasarkan keterangan bagian hubungan masyarakat PN Bengkulu. Padahal, dalam praktek hukum, semua pihak harus mendasarkan tindakannya pada dokumen resmi, bukan pemberitaan.

Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh Kejaksaan adalah deponering. Deponering atau seponering adalah istilah untuk wewenang Jaksa Agung mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Hal ini diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

Ada pendapat, deponering hanya dapat dilakukan sebelum pelimpahan perkara oleh jaksa. Benarkah demikian? Sebenarnya, selama sidang belum dimulai, Jaksa Agung dapat menggunakan wewenangnya. Dalam kasus Novel, berkas perkara sudah kembali ke tangan jaksa dan belum mencapai proses penuntutan di pengadilan. Dengan begitu, wewenang Jaksa Agung mengesampingkan perkara bisa diterapkan.

Dijelaskan dalam UU Kejaksaan, "kepentingan umum" dalam konteks pengesampingan perkara adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Kasus Novel mengandung kepentingan masyarakat dan negara karena kasus itu adalah bentuk paling nyata dari penegakan hukum yang dilakukan bukan untuk menegakkan hukum semata, melainkan juga untuk tujuan lain.

Kepentingan kasus Novel tidak bisa diukur dari statistik kerja atau jumlah pekerja KPK, tapi dampak politik yang bisa timbul karena kasus ini. Bila kasus tidak dikesampingkan, akan timbul persepsi yang salah bahwa wewenang atau kekuasaan bisa digunakan bila pemiliknya merasa terusik. Maka, "kriminalisasi" bisa dijadikan modus serangan balik. Bukan mustahil perkara serupa akan muncul dalam siklus setiap kali suatu lembaga merasa terusik.

Penarikan dakwaan yang dilakukan oleh jaksa penuntut pada 2 Februari lalu adalah upaya untuk membereskan kasus ini. Tapi, apakah ini "intervensi kasus"? Campur tangan Presiden dalam membereskan suatu penyimpangan haruslah dibedakan dengan intervensi berniat jahat. Bedanya memang tipis. Namun, dalam dunia hukum, niat atau motif selalu dijadikan salah satu dasar dalam menimbang suatu peristiwa. Dalam sebuah penalaran hukum (legal reasoning), hukum pada akhirnya tidak bisa ditimbang berdasarkan teks belaka.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


5 Tahun Teror ke Novel Baswedan, IM57 Ingatkan Dalang Belum Terungkap

11 April 2022

Penyidik senior KPK (nonaktif), Novel Baswedan bersama 57 orang pegawai KPK yang tidak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), resmi berpamitan serta keluar dari kantor KPK, Jakarta, Kamis, 30 September 2021. TEMPO/Imam Sukamto
5 Tahun Teror ke Novel Baswedan, IM57 Ingatkan Dalang Belum Terungkap

Praswad mengatakan Novel Baswedan dua kali jadi korban. Setelah matanya dibutakan oleh siraman air keras, Novel dipecat dari KPK karena TWK.


Novel Baswedan Berharap Listyo Sigit Ungkap Lebih Jauh Kasus Penyerangan Dirinya

25 Februari 2021

Penyidik senior KPK, Novel Baswedan, menerima suntikan pertama Vaksin COVID-19, di gedung KPK, Selasa, 23 Februari 2021. Pelaksanaan program Vaksinasi COVID-19 dilingkungan KPK ini sebagai upaya percepatan pengendalian dan penanganan penyebaran pandemi COVID-19. TEMPO/Imam Sukamto
Novel Baswedan Berharap Listyo Sigit Ungkap Lebih Jauh Kasus Penyerangan Dirinya

Novel Baswedan mengatakan penyerangan terhadap dirinya tak bisa dianggap perbuatan bercanda atau kekhilafan. Level kejahatannya tinggi.


Komisi Kejaksaan Panggil Tim Jaksa Kasus Novel Baswedan Hari Ini

23 Juli 2020

Penyidik KPK Novel Baswedan (kanan) dan Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak (kiri) memberikan keterangan pers usai menggelar pertemuan di Gedung Komisi Kejaksan, Jakarta, Kamis 2 Juli 2020. Komisi Kejaksan meminta keterangan Novel Baswedan sebagai tindak lanjut laporan pengaduan masyarakat mengenai kejanggalan tuntutan jaksa penuntut umum dalam persidangan perkara penyiraman air keras yang menimpa penyidik KPK tersebut dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Komisi Kejaksaan Panggil Tim Jaksa Kasus Novel Baswedan Hari Ini

Komisi Kejaksaan akan memanggil tim jaksa penuntut umum yang menangani perkara penyiraman air keras Novel Baswedan, hari ini


Disalahkan di Kasus Novel Baswedan, Ini Curhat Jokowi ke Mahfud

18 Juli 2020

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD melakukan tanya jawab dengan awak media di kantornya, Jakarta, 25 Februari 2020. Tempo/Friski Riana
Disalahkan di Kasus Novel Baswedan, Ini Curhat Jokowi ke Mahfud

Mahfud Md menceritakan saat ia ditanya oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait pengusutan dan pengadilan kasus penyerangan Novel Baswedan


Vonis Pelaku Penyiraman, Novel Baswedan Ucapkan Selamat ke Jokowi

17 Juli 2020

Penyidik KPK Novel Baswedan memberikan keterangan kepada wartawan usai memenuhi undangan Komisi Kejaksaan di Jakarta, Kamis 2 Juli 2020. Komisi Kejaksan meminta keterangan Novel Baswedan sebagai tindak lanjut laporan pengaduan masyarakat mengenai kejanggalan tuntutan jaksa penuntut umum dalam persidangan perkara penyiraman air keras yang menimpa penyidik KPK tersebut dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Vonis Pelaku Penyiraman, Novel Baswedan Ucapkan Selamat ke Jokowi

Novel Baswedan menilai persidangan kasus penyiraman air keras itu hanya sandiwara. Keyakinan itu muncul karena banyak kejanggalan selama prosesnya


5 Fakta Kasus Novel Baswedan, Vonis hingga Dugaan Kejanggalan

17 Juli 2020

Tersangka kasus penyiraman penyidik KPK Novel Baswesan Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis saat mengikuti persidangan secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 16 Juli 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat
5 Fakta Kasus Novel Baswedan, Vonis hingga Dugaan Kejanggalan

Tim Advokasi Novel Baswedan menyebutkan sejak awal mengemukakan banyak kejanggalan persidangan, dakwaan yang menafikan fakta sebenarnya.


Sidang Dianggap Gagal, Novel Baswedan: Tergantung Pimpinannya

17 Juli 2020

Suasana sidang putusan untuk Rahmat Kadir Mahulettu, terdakwa kasus penyerangan Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 16 Juli 2020. Tempo/M Yusuf Manurung
Sidang Dianggap Gagal, Novel Baswedan: Tergantung Pimpinannya

Novel Baswedan tidak tertarik mengikuti proses pembacaan tuntutan atas pelaku penyerangan terhadap dirinya. Sebab ia menyakini hasilnya tak berbeda


Kuasa Hukum Novel Baswedan: Pelaku Tetap Kami Kejar

17 Juli 2020

Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan bersama Kuasa Hukumnya, Saor Siagian untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin, 6 Januari 2020.  Keinginan Novel sudah disampaikan ke penyidik. Namun belum terlaksana sampai saat ini. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Kuasa Hukum Novel Baswedan: Pelaku Tetap Kami Kejar

Novel Baswedan mengatakan sedari awal meyakini sidang ini sudah dipersiapkan untuk gagal alias sidang sandiwara.


Novel Baswedan: Sejak Awal Dapat Info Vonis Tak Lebih 2 Tahun

17 Juli 2020

Penyidik KPK Novel Baswedan (kanan) didampingi Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak (kiri) bersiap memberikan keterangan pers usai menggelar pertemuan di Gedung Komisi Kejaksan, Jakarta, Kamis 2 Juli 2020. Komisi Kejaksan meminta keterangan Novel Baswedan sebagai tindak lanjut laporan pengaduan masyarakat mengenai kejanggalan tuntutan jaksa penuntut umum dalam persidangan perkara penyiraman air keras yang menimpa penyidik KPK tersebut dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Novel Baswedan: Sejak Awal Dapat Info Vonis Tak Lebih 2 Tahun

Novel Baswedan meyakini bahwa persidangan ini seperti sudah dipersiapkan untuk gagal atau sidang sandiwara.


Kuasa Hukum Novel Baswedan Nilai Vonis Hakim Melindungi yang Kuat

17 Juli 2020

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan seusai diklarifikasi terkait kejanggalan persidangan perkara penyiraman air keras di Kantor Komisi Kejaksaan, Jakarta, Kamis, 2 Juli 2020. Rosseno Aji
Kuasa Hukum Novel Baswedan Nilai Vonis Hakim Melindungi yang Kuat

Novel Baswedan mengatakan vonis ini memberikan gambaran buruk bagaimana hukum itu bisa dikangkangi.