Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Deradikalisasi Jalan di Tempat

image-profil

image-gnews
Iklan

Ihsan Ali-Fauzi, Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (Pusad) Yayasan Paramadina

Setelah serangan terorisme terjadi lagi di Jakarta pada pertengahan Januari lalu, pemerintah, parlemen, dan publik kembali ramai membicarakan deradikalisasi. Tapi, kita tak melangkah cukup jauh. Seperti gasing, kita hanya berputar-putar sambil bergeser sedikit.

Pertama, hingga kini tak ada ukuran keberhasilan deradikalisasi. Jika terpidana terorisme bom Bali I, Ali Imron, sering disebut sebagai contoh keberhasilan, bukankah dia "tobat" lebih dulu sebelum dideradikalisasi? Sebelum ada program deradikalisasi, dia sudah sadar bahwa bom Bali pada 2002, yang ia turut orkestrasi, lebih merugikan daripada menguntungkan gerakannya (Jemaah Islamiyah/JI) karena lebih banyak dikecam dibanding dipuji.

Jangan-jangan mana sebab dan mana akibat terbalik di sini. Ali Imron mendukung deradikalisasi justru karena dia sudah tobat. Kasusnya bertentangan dengan kasus terpidana lain, Amrozi dan Imam Samudera, yang tak pernah menyesal atas bom Bali.

Kedua, para ekstremis (untuk tak menggunakan kata teroris yang maknanya lebih terbatas) hanya mau mendengar pendapat ekstremis lainnya. Karena itu, negara sering memanfaatkan jasa mantan teroris yang sudah tobat, seperti Ali Imron, dalam deradikalisasi narapidana teroris lain, bukan mantan Ketua Umum Muhammadiyah Syafii Maarif atau ahli tafsir Quraish Shihab.

Tapi, jika anggapan itu betul, bukankah legitimasi ekstremis pertama (yang diajak negara melakukan deradikalisasi) di mata ekstremis kedua akan segera hilang begitu kerja sama dengan negara berlangsung? Artinya, bahkan narasumber deradikalisasi sehebat mantan petinggi JI, Nasir Abbas, akan segera kehilangan legitimasinya di depan (mantan) rekan-rekannya begitu diketahui bahwa dia bekerja sama dengan negara (yang "thagut").

Ketiga, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sering berargumen bahwa banyak napi teroris yang tidak kooperatif mengikuti program deradikalisasi. Ya, tentu saja. Bukankah niat mereka memang menghancurkan Republik? Tapi, bukankah itu tantangannya? Atau, bukankah karena itu kita bisa berkesimpulan bahwa deradikalisasi adalah ilusi, didorong wishful thinking?

Penting diketahui, sudah cukup banyak riset, misalnya dari Institute for Policy Analysis of Conflict pimpinan Sidney Jones pada 2014, yang menunjukkan bahwa setidaknya sebagian napi teroris bersedia ikut program deradikalisasi karena imbalan uang (atau lainnya) yang menyertai. Mereka secara fisik datang ke ruang-ruang deradikalisasi, tapi mereka sebenarnya tak cukup berlapang hati menerima (kemungkinan) kebenaran baru.

Pemerintah juga berjalan di tempat dalam soal kelemahan-kelemahan program deradikalisasi di lembaga pemasyarakatan. Semuanya sudah dipublikasi, terbuka, hingga kita tahu ada napi teroris yang menerjemahkan propaganda ISIS atau menyatakan dukungan kepada organisasi biadab itu dari dalam penjara. Tak ada lagi yang aneh dengan korupsi di penjara di republik ini. Tapi, tak ada langkah-langkah mematikan untuk mengatasinya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dilema lama antara mengumpulkan para napi teroris di satu tempat atau memisahkan mereka dan membiarkan mereka bergabung dengan para napi lain dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing tak pernah diatasi dengan tegas. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan BNPT sudah tahu sama tahu soal ini, tapi keduanya seperti kucing dan anjing yang sedang menghindari daging yang empuk tapi busuk.

Pemerintah juga tak pernah memikirkan sungguh-sungguh pilihan di luar deradikalisasi, misalnya disengagement (mengambil jarak, berhenti), yakni keputusan seorang anggota kelompok teroris atau ekstremis untuk berhenti ikut serta dalam aksi-aksi kekerasan. Fokusnya pada tindakan, bertentangan dengan deradikalisasi yang menunjuk pada penghancuran (delegitimasi) prinsip-prinsip ideologis yang mendasari tindakan itu (dalam pikiran). Keduanya bisa dan harus dibedakan, karena seseorang bisa berhenti melakukan kekerasan meskipun dia tidak mengalami deradikalisasi.

Dibanding deradikalisasi, disengagement lebih bisa didefinisikan dan diukur serta lebih konkret. Ada beberapa jenis tindakan nirkekerasan di sini: keluar sepenuhnya dari organisasi ekstremis, memilih peran-peran nirkekerasan dalam organisasi yang sama, atau sekadar menjadi pendukung pasif (misalnya menjadi "tentara keyboard" dengan memanfaatkan Facebook atau Twitter). Aksi-aksi ini jelas jauh lebih tak mematikan dibanding menjadi senjata bom bunuh diri.

Dalam satu riset dengan wawancara 23 mantan mujahidin menyangkut konflik Poso (Hwang, Panggabean, Ali-Fauzi, 2013), kami menemukan beberapa pola pokok saat seorang mantan teroris berhenti ikut serta dalam tindakan kekerasan. Pertama, terbangunnya hubungan-hubungan baru antara yang bersangkutan dan orang-orang di luar lingkaran organisasi ekstremisnya. Dengan hubungan baru ini, dia bisa menyiapkan masa depan hidupnya pasca-penjara.

Kedua, tekanan dari orang tua dan pasangan. Seorang napi teroris, misalnya, memutuskan berhenti mendukung kelompok teroris karena tahu bahwa itulah satu-satunya doa yang diucapkan ibunya setiap kali menunaikan salat.

Ketiga, pertimbangan untung dan rugi. Beberapa di antara mereka menyatakan berhenti karena merasa bahwa keadaan Poso sudah lebih baik dan kini polisi, khususnya Densus 88, punya cukup kemampuan untuk mengendus dan menangkap mereka.

Semua proses disengagement ini bisa, dan sudah, dipelajari. Pelajaran-pelajaran terbaik harus dipetik darinya untuk dijadikan kebijakan bersama.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


BNPT Bina Eks Pimpinan Jamaah Islamiyah yang Deklarasikan Pembubaran

9 hari lalu

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto (kiri), dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Mohammed Rycko Amelza Dahniel, setelah meresmikan Museum Penanggulangan Terorisme Adhi Pradana pada hari ulang tahun BNPT ke-14 di Kompleks BNPT, Kabupaten Bogor, Selasa, 16 Juli 2024. Tempo/Eka Yudha Saputra
BNPT Bina Eks Pimpinan Jamaah Islamiyah yang Deklarasikan Pembubaran

Pembinaan dilakukan mantan anggota Jamaah Islamiyah yang tergabung dalam Paguyuban Anti Teror Indonesia (PATI).


Mantan Narapidana Teroris Penyerang Mako Brimob Ucapkan Ikrar Setia NKRI

22 hari lalu

Siska Nur Azizah dan Dita Siska Millenia, dua perempuan yang ditangkap saat mau menyusup ke Markas Komando Brigade Mobil (Mako Brimob), Kelapa Dua, Depok mengutarakan alasannya melakukan itu. Kepada tim Investigasi Tempo, mereka menuturkan niatnya ke sana semata-mata untuk memberi makanan kepada tahanan terorisme yang sedang membuat rusuh. ISTMAN MPD
Mantan Narapidana Teroris Penyerang Mako Brimob Ucapkan Ikrar Setia NKRI

Eks narapidana teroris Siska Nur Azizah mengucapkan ikrar setia terhadap NKRI di Polres Ciamis, Rabu, 3 Juli 2024.


Habiburokhman Gerindra Usul Eks Jubir FPI Munarman Jadi Duta Deradikalisasi

29 hari lalu

Munarman, eks petinggi Front Pembela Islam atau FPI itu kini bebas. Ia keluar dari Lapas Salemba, Jakarta Pusat pada Senin pagi, 30 Oktober 2023. TEMPO/Aisyah Amira Wakang
Habiburokhman Gerindra Usul Eks Jubir FPI Munarman Jadi Duta Deradikalisasi

Habiburokhman mengklaim perjalanan Munarman sebagai salah satu contoh sukses program deradikalisasi pemerintah.


Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

30 hari lalu

Kepala BNPT Komjen Rycko Amelza Dahniel, memperkenalkan program deradikalisasi pada Delegasi Jepang di Kantor Pusat BNPT Sentul, Rabu 26 Juni 2024.
Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Rycko Amelza Dahniel menjelaskan pendekatan pelatihan kerja yang menjadi program penting deradikalisasi.


BNPT Selenggarakan Family Visit 2024

59 hari lalu

BNPT Selenggarakan Family Visit 2024

Family Visit menjadi bagian terpenting menyukseskan strategi soft approach pada program deradikalisasi


Cegah Teroris, Tito Minta BNPT Buat Program untuk yang Terpapar Paham Takfiri dan Jihadi

21 Februari 2024

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat ditemui usai acara pemberian penghargaan insentif fiskal kepada pemerintah daerah di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Selasa, 3 Oktober 2023. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Cegah Teroris, Tito Minta BNPT Buat Program untuk yang Terpapar Paham Takfiri dan Jihadi

Plt Menkopolhukam Tito Karnavian meminta BNPT membuat sejumlah program untuk mencegah terorisme di Indonesia


Karyawan PT KAI Terduga Teroris Ditangkap, Apa Kabar Program Deradikalisasi di BUMN?

17 Agustus 2023

Ilustrasi: TEMPO/Rio Ari Seno
Karyawan PT KAI Terduga Teroris Ditangkap, Apa Kabar Program Deradikalisasi di BUMN?

Densus 88 Polri menangkap satu orang terduga teroris yang sehari-hari pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT KAI di Bekasi Utara, Senin lalu.


Pascapenangkapan Teroris di Bekasi, Anggota DPR Kritik Program Deradikalisasi di BUMN

15 Agustus 2023

Mabes Polri menggelar konferensi pers penangkapan terduga teroris di Bekasi. Barang bukti berupa senjata api ditampilkan dalam kesempatan tersebut. Acara ini digelar di Mabes Polri pada Selasa, 15 Agustus 2023> TEMPO/Adelia
Pascapenangkapan Teroris di Bekasi, Anggota DPR Kritik Program Deradikalisasi di BUMN

Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi mengkritik soal program deradikalisasi di BUMN setelah penangkapan terduga teroris di Bekasi pada Senin lalu.


Bahasa Indonesia Jadi Bahasa ke-13 Buku Deradikalisasi Al Azhar Kairo

9 April 2023

Sejumlah umat muslim melaksanakan salat Id di Masjid Al-Azhar, Kairo, Mesir, 2 Mei 2022. REUTERS/Mohamed Abd El Ghany
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa ke-13 Buku Deradikalisasi Al Azhar Kairo

Bahasa Indonesia akan jadi bahasa ke-13 dari buku-buku kampanye deradikalisasi oleh Universitas Al Azhar Kairo Mesir.


Dilantik Jokowi Jadi Kepala BNPT, Rycko Amelza Dahniel Paparkan Strategi Cegah Terorisme

3 April 2023

Komisaris Jenderal Rycko Amelza Dahniel setelah dilantik sebagai Perwira Tinggi Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri atau Densus 88 di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 31 Maret 2023. Rycko ditunjuk sebagai Kepala BNPT dan akan dilantik oleh Presiden Joko Widodo. Tempo/Eka Yudha Saputra
Dilantik Jokowi Jadi Kepala BNPT, Rycko Amelza Dahniel Paparkan Strategi Cegah Terorisme

Jokowi melantik Komisaris Jenderal Rycko Amelza Dahniel sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Istana Negara