Keputusan Menteri Perhubungan melarang penggunaan mobil murah ramah lingkungan (low cost green car/LCGC) sebagai taksi berbasis aplikasi menunjukkan inkonsistensi pemerintah. Kebijakan yang dibuat dengan alasan hendak melindungi konsumen tersebut justru bertentangan dengan regulasi lainnya.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek itu menetapkan batas kapasitas mesin sebesar 1.300 cc bagi kendaraan yang digunakan untuk taksi aplikasi.
Batas ini berada di atas kapasitas mesin LCGC, yang ditetapkan dalam rentang 980-1.200 cc. Kementerian Perhubungan berdalih, bodi mobil LCGC yang kecil membuatnya tidak stabil jika dipacu dalam kecepatan tinggi. Alasan lain, kapasitas mesin yang kecil membuat kemampuan penyejuk udara tidak maksimal.
Kebijakan ini kontradiktif dengan kenyataan bahwa setiap unit mobil LCGC yang dilepas ke pasar sudah melewati serangkaian pengujian sebelum akhirnya dinyatakan laik jalan. Argumentasi pemerintah kian patah oleh pengujian yang dilakukan pemerintah sendiri. Tercatat, sudah ada 775 unit mobil LCGC yang lolos uji kir oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Itu artinya, mobil LCGC sudah memenuhi persyaratan untuk mengangkut penumpang sesuai dengan kapasitasnya.
Soal kenyamanan kabin dan penyejuk udara juga perlu dipertanyakan. Paling tidak, hingga sekarang konsumen tidak pernah mengeluhkan kondisi kabin mobil LCGC. Begitu pula, klaim bahwa kapasitas mesin mempengaruhi kemampuan AC mobil masih harus dibuktikan secara ilmiah.
Pelarangan tersebut juga tidak selaras dengan tujuan pemerintah menggagas mobil ramah lingkungan. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33 Tahun 2013 menetapkan syarat minimal konsumsi bahan bakar minyak LCGC sebesar 20 kilometer per liter. Artinya, penggunaan LCGC sebagai taksi aplikasi bermanfaat menghemat pemakaian bahan bakar.
Pemerintah harus meninjau kembali kebijakan ini. Selain karena bertolak belakang denganhasil pengujian kendaraan, Kementerian Perhubungan harus mempertimbangkan sudah banyaknya pengusaha taksi aplikasi yang membeli mobil LCGC.
Untuk menjamin keamanan dan kenyamanan penumpang, Kementerian Perhubungan bisa menempuh jalan lain. Misalnya, menetapkan batas usia maksimal mobil taksi aplikasi. Supaya taksi aplikasi tidak menjamur gara-gara mobil murah, pemerintah dapat menetapkan batas jumlah taksi aplikasi yang boleh beredar.
Prinsipnya, regulasi bagi bisnis taksi aplikasi mesti dibuat supaya tidak mempersulit pelaku bisnis. Sejumlah kewajiban sudah dikenakan terhadap mereka, mulai dari keharusan bergabung dengan badan usaha transportasi, lulus uji kir, pemilikan SIM A umum bagi sopir, hingga surat tanda nomor kendaraan atas nama badan usaha. Kewajiban itu hendaknya tidak ditambah lagi dengan pembatasan bagi LCGC.