Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Perlunya Revisi UU Perfilman

image-profil

image-gnews
Iklan

Kemala Atmojo, Auditor Legal  

Tak lama lagi, insan perfilman Indonesia akan memperingati Hari Film Nasional pada 30 Maret nanti. Film sebagai seni mendapat perhatian istimewa dari negara dibanding cabang seni yang lain. Terbukti, hanya perfilman yang memiliki undang-undang sendiri, sedangkan seni-seni lain tidak.

Tetapi, apa artinya undang-undang jika tidak memiliki daya guna dalam praktek sehari-hari? Bahkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman itu malah kerap menjadi sumber perdebatan di antara kalangan orang.

Pasal 74, misalnya, yang mengharuskan insan perfilman memenuhi standar kompetensi dan segala keharusan yang menyertainya, nyatanya belum bisa dilakukan. Dan, yang paling sering menjadi percekcokan adalah Pasal 32, yang intinya menyatakan bahwa pelaku usaha pertunjukan film (bioskop) wajib mempertunjukkan film Indonesia sekurang-kurangnya 60 persen dari seluruh jam pertunjukan film yang dimilikinya selama enam bulan berturut-turut.

Bunyi pasal yang sepintas tampak terang-benderang itu ternyata juga mengandung masalah. Pertama, kata kunci dari kalimat itu adalah "jam pertunjukan", bukan "judul film". Dalam bahasa teknis, ini disebut screen time quota, bukan screen title quota. Artinya, judul bisa berapa saja, yang penting jumlah jamnya memenuhi aturan. Kedua, apa yang dimaksud dengan film Indonesia tidak dijelaskan secara rinci. Apakah film yang bekerja sama dengan luar negeri termasuk film Indonesia? Apakah film yang dibuat di luar negeri tapi dengan sutradara orang Indonesia itu film Indonesia, dan seterusnya. Ketiga, Pasal 32 itu mesti dihubungkan dengan Pasal 34, yang intinya menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pertunjukan tersebut diatur dalam peraturan menteri (permen).

Maka, selama permen yang bersifat mengatur lebih lanjut pelaksanaannya belum ada, Pasal 32 tidak bisa dilaksanakan. Bahkan bisa dianggap tidak ada. Tapi mengapa peraturannya tidak segera dibuat? Rupanya ada problem besar lain yang muncul dari penjelasan pasal tersebut.

Dalam penjelasan pasal itu, dikatakan bahwa kewajiban pemutaran film Indonesia itu "tidak berarti memperbolehkan pertunjukan film yang tidak bermutu." Pertanyaannya: siapa yang menentukan sebuah film itu bermutu atau tidak? Pemilik film, pemilik bioskop, penonton, kritikus, atau siapa? Itu pertanyaan yang harus dijawab sebelum peraturan bisa diterbitkan. Antara bunyi pasal dan penjelasannya terdapat semacam kontrakdiksi inheren yang tampaknya menyulitkan penerbitan peraturan menteri tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebenarnya contoh pasal-pasal mati dalam undang-undang perfilman bisa terus diperpanjang. Misalnya, pasal soal sanksi administratif mensyaratkan adanya peraturan pemerintah (PP). Tapi hingga kini PP itu juga belum ada. Sejak kelahirannya, UU itu baru menurunkan dua produk hukum lain, yakni PP No. 18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film serta Keputusan Presiden No. 32 Tahun 2014 tentang Pengukuhan Badan Perfilman Indonesia (BPI).

Pasal dan penjelasan mengenai BPI juga bisa menimbulkan multitafsir. Berbeda dengan badan yang mirip (Badan Pertimbangan Perfilman Nasional), dalam undang-undang, BPI disebut sebagai lembaga swasta dan bersifat mandiri, tapi dikukuhkan oleh Presiden. Pembiayaan BPI dinyatakan berasal dari pemangku kepentingan, sumber lain yang tidak mengikat, dan bantuan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang bersifat hibah. Uniknya, dalam penjelasan undang-undang itu dikatakan secara tegas bahwa, mengingat peran strategis perfilman, pembiayaan pengembangan, lembaga sensor film dan badan perfilman dialokasikan dalam ABPN dan APBD. Kata "dialokasikan" tentu berbeda makna dengan "hibah". Kesulitan-kesulitan itulah yang membuat BPI tidak bisa menjalankan semua tugas yang diamanatkan kepadanya.

Rupa-rupanya, pembentukan badan yang merupakan representasi dan wujud dari peran serta masyarakat ini meniru—kalau tak boleh disebut sebagai copy-paste—Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI) yang ada dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Peran pemerintah, bentuk lembaga swasta yang mandiri dan pembiayaannya BPPI sama dengan BPI.

Setiap peraturan perundang-undangan seharusnya memiliki daya laku karena ia sah dan berdaya guna. Daya guna ini bisa dilihat apakah suatu norma efektif atau tidak, ditaati atau tidak. Dalam konteks undang-undang perfilman, terlalu banyak pasal yang tidak berdaya guna atau tidak ditaati.

Maka, pemerintah sebaiknya segera mengambil tindakan yang lebih nyata: revisi atau membuat undang-undang baru. Dalam undang-undang baru nanti, penting dipertimbangkan secara rasional apa yang seharusnya diatur dan bagaimana mengaturnya agar sesuai dengan tuntutan zaman. Intinya kita perlu undang-undang yang responsif sekaligus progresif.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Sinopsis dan Pemain Film Korea Dead Man, Angkat Kasus Penggelapan Uang

9 jam lalu

Film Dead Man. Dok. Vidio
Sinopsis dan Pemain Film Korea Dead Man, Angkat Kasus Penggelapan Uang

Film Korea Dead Man mengikuti kisah menegangkan Cho Jin Woong dan Kim Hee Ae yang terjebak kasus penggelapan uang.


Cerita Lukman Sardi Tinggal dengan Orang Tua Angkat saat Syuting Kabut Berduri

1 hari lalu

Lukman Sardi setelah private screening film Kabut Berduri di Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024. Dok. Netflix
Cerita Lukman Sardi Tinggal dengan Orang Tua Angkat saat Syuting Kabut Berduri

Lukman Sardi menceritakan pengalamannya yang sangat berkesan ketika tinggal di Rumah Panjang saat syuting film Kabut Berduri di Kalimantan.


Transformasi Timothee Chalamet sebagai Bob Dylan dalam Trailer A Complete Unknown

1 hari lalu

Timothee Chalamet sebagai Bob Dylan dalam trailer film A Complete Unknown. Foto: YouTube
Transformasi Timothee Chalamet sebagai Bob Dylan dalam Trailer A Complete Unknown

Perubahan penampilan Timothee Chalamet yang mengikuti gaya berpakaian Bob Dylan dalam trailer A Complete Unknown.


Film Kaka Boss Rilis Trailer Resmi, Tonjolkan Dinamika Hubungan Ayah dan Anak

1 hari lalu

Mamat Alkatiri, Elsa Japasal, Aurel Mayori, Abdur Arsyad, Chun Funky Papua, dan Ernest Prakasa di acara konferensi pers sekaligus penayangan official trailer film Kaka Boss yang diadakan di Epicentrum, Jakarta Selatan pada Rabu, 24 Juli 2024. TEMPO/Hanin Marwah
Film Kaka Boss Rilis Trailer Resmi, Tonjolkan Dinamika Hubungan Ayah dan Anak

Film Kaka Boss dibintangi oleh Godfred Orindeod tentang drama keluarga dari Indonesia Timur yang tinggal di Jakarta.


Inside Out 2 Kalahkan Frozen 2 sebagai Film Animasi Terlaris Sepanjang Sejarah

1 hari lalu

Film Inside Out 2. Foto: Instagram/@pixar
Inside Out 2 Kalahkan Frozen 2 sebagai Film Animasi Terlaris Sepanjang Sejarah

Inside Out 2 menjadi film animasi terlaris sepanjang masa di box office seluruh dunia setelah mengalahkan Frozen 2.


Selain Drama Korea Our Movie, Ini Deretan Karya Sineas yang Menceritakan Industri Film

1 hari lalu

Poster film The Fabelmans. Foto: Wikipedia.
Selain Drama Korea Our Movie, Ini Deretan Karya Sineas yang Menceritakan Industri Film

Drama Korea Our Movie menambah daftar karya sineas yang menceritakan tentang seluk beluk dunia film.


Film Kaka Boss Berawal dari Keresahan Arie Kriting, tentang Keluarga Indonesia Timur

2 hari lalu

Arie Kriting, Putri Nere, Glory Hillary, dan Godfred Orindeod di acara konferensi pers sekaligus penayangan official trailer film Kaka Boss yang diadakan di Epicentrum, Jakarta Selatan pada Rabu, 24 Juli 2024. TEMPO/Hanin Marwah
Film Kaka Boss Berawal dari Keresahan Arie Kriting, tentang Keluarga Indonesia Timur

Kaka Boss disutradarai oleh Arie Kriting menghadirkan drama keluarga Indonesia Timur yang berfokus pada hubungan ayah dan anak.


Sutradara Incaran untuk Film Baru Avengers, Mengenal Russo Bersaudara

2 hari lalu

Robert Downey Jr. dalam Avengers: Endgame (2019)
Sutradara Incaran untuk Film Baru Avengers, Mengenal Russo Bersaudara

Joe Russo dan Anthony Russo sedang dalam tahap awal pembicaraan dengan Marvel Studios untuk menggarap dua film baru Avengers


Deretan Film Petualangan Doraemon dan Nobita, Variasi Alur Cerita dan Populer

3 hari lalu

Poster film Doraemon: Nobita's Earth Symphony. Foto: Wikipedia
Deretan Film Petualangan Doraemon dan Nobita, Variasi Alur Cerita dan Populer

Doraemon: Nobita's Earth Symphony film ke-43 dari waralaba Doraemon


5 Manfaat di Balik Menonton Film Horor

3 hari lalu

Bulan Juni siap-siap dengan deretan film bagus dan menarik. Berikut ini rekomendasi film bioskop di bulan Juni 2024 dari genre romantis hingga horor. Foto: Canva
5 Manfaat di Balik Menonton Film Horor

Sebuah studi mengungkapkan menonton film horor dapat bermanfaat untuk kesehatan mental seseorang.