Kritik Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap peraturan lelang electronic road pricing (ERP) harus diperhatikan. Proyek jalan berbayar elektronik ini merupakan program unggulan DKI ketika Joko Widodo menjabat Gubernur Jakarta. Proyek senilai Rp 2,8 triliun ini terkatung-katung sekitar dua tahun. Ahok kemudian mengaktifkannya kembali sejak Agustus lalu. Tapi KPPU menemukan beberapa klausul peraturan yang dibuat pemerintah DKI tentang lelang ERP 2016 berpotensi melanggar undang-undang, yaitu UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf c peraturan lelang, diputuskan dua ruas jalan yang akan menggunakan sistem berbayar elektronik, yakni koridor Sudirman-Thamrin dan koridor Kuningan atau Jalan HR. Rasuna Said, tetap menggunakan teknologi ERP komunikasi jarak pendek (dedicated short range communication/DSRC) dengan frekuensi 5,8 gigahertz. KPPU menganggap ketetapan ini membatasi peserta tender ERP lain yang memiliki teknologi ERP lebih canggih. Komisi Pengawas menyebutkan masih ada teknologi lain, seperti radio frequency identification (RFID) dan global positioning system/GPS (satelit).
Komisi Pengawas melihat teknologi DSRC dengan frekuensi 5,8 GHZ ini telah ditinggalkan oleh negara-negara yang menerapkan sistem ERP. Singapura, misalnya, yang menerapkan sistem ERP dengan teknologi DSRC pada 1998, pada 2020 akan beralih ke teknologi satelit navigasi dan 4G LTE. Sejauh yang kita ketahui, ERP dengan frekuensi 5,8 GHZ pernah diuji coba di Jalan Thamrin-Sudirman pada September 2014. Namun belum ada laporan apakah bisa berjalan mulus.
Dalam berbagai jurnal ilmiah, frekuensi radio tak cocok digunakan untuk teknologi ERP di Indonesia yang beriklim tropis. Frekuensi 5,8 GHZ adalah frekuensi yang sama dengan yang terdapat pada alat komunikasi militer dan radio amatir. Risikonya, jika bertabrakan, sinyal ERP akan kacau. Frekuensi ini juga tak bisa menembus material berbahan logam. Sedangkan di Indonesia, umumnya kaca mobil memakai kandungan logam untuk menahan panas matahari. Di Jakarta, 60 persen mobil memakai kaca film berbahan logam. Pada 2004, Malaysia membatalkan ERP yang menggunakan frekuensi radio karena tak mau meminta pemilik mobil melubangi kaca film kendaraan mereka. Malaysia lalu beralih memakai teknologi inframerah karena bisa menembus logam.
Ahok mengatakan, sampai Agustus sudah tercatat 35 perusahaan bakal mengikuti lelang tersebut. Salah satu perusahaan adalah milik Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Perusahaan Luhut itu, PT Toba Sejahtra, bermitra dengan PT Alita Praya Mitra yang menguji teknologi ERP berbasis DSRC di Jalan Sudirman pada 2014 dan merupakan partner dari Kapsch, perusahaan Swedia. Mungkin kekhawatiran KPPU bahwa peraturan lelang ERP bisa tergelincir ke monopoli berawal dari situ. Masih ada waktu untuk merevisi.