Pemimpin baru Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tak punya waktu untuk berleha-leha. Sejumlah pekerjaan sudah menanti untuk dibereskan Kiagus Ahmad Badaruddinkepala yang anyar.
Yang patut digegaskan Kiagus adalah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum dan Komisi Pemilihan Umum untuk mencegah penggunaan dana gelap dalam pemilihan kepala daerah serentak di 107 wilayah pada awal tahun depan. Berdasarkan pengalaman pada pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah serentak sebelumnya, transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan tunai meningkat menjelang pencoblosan. Disinyalir dana gelap tersebut digunakan untuk membiayai logistik pemilihan hingga politik uang.
Bawaslu dan KPU tak punya gigi untuk menyelisik rekening calon kepala daerah, anggota tim sukses, hingga orang-orang yang terafiliasi pada calon. Sebab itu, agar pilkada makin berkualitas, PPATK perlu turun tangan serta berkongsi dengan Bawaslu dan KPU. Dengan perangkat yang dimilikinya, PPATK bisa menelusuri transaksi keuangan orang-orang di sekitar calon kepala daerah hingga lapis kesekian.
Koordinasi dengan lembaga lain memang perlu diintensifkan. Selain menjalin kerja sama dalam penelusuran transaksi, PPATK mesti menyamakan pandangan lembaga lain, terutama penegak hukum, dalam penanganan tindak pidana pencucian uang. Polisi dan jaksa cenderung menunggu pidana asalnya terbukti sebelum menjeratkan pasal pencucian uang. Akibatnya, penanganan kasus tak efektif. Padahal, menurut Pasal 69 Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang, pengusutan kejahatan tersebut tak perlu menanti pidana asalnya terbukti lebih dulu. Hal itulah yang selama ini dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dengan pengalamannya sebagai birokrat senior di Kementerian Keuangan dan pernah mengepalai Biro Perencanaan KPK, Kiagus semestinya membuat PPATK lebih bermutu. Modus kejahatan makin canggih dan melintasi batas-batas negara. Kerja sama dengan lembaga-lembaga luar negeri perlu lebih banyak dijalin untuk memudahkan penelusuran transaksi keuangan. Bukan hanya mengejar aset koruptor atau pengemplang pajak, melainkan juga mencegah terorisme hingga peredaran narkotik.
Kiagus pun mesti mengupayakan laporan hasil analisis lembaganya menjadi bahan penyidikan dan penuntutan. Penegak hukum sering berkilah bahwa laporan transaksi mencurigakan dari PPATK masih mentah sehingga mereka enggan menindaklanjutinya. Tahun lalu, dari 280 laporan hasil analisis yang terindikasi pencucian, hanya 81 yang diproses hukum. Padahal, bukan berarti kualitas laporannya buruk. Contohnya, kasus dugaan pencucian uang Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang dilaporkan PPATK ke Kejaksaan Agung. Macet di Kejaksaan, kasus berlanjut lagi setelah ditangani KPK.
Berakhirnya laporan hasil analisis di laci penegak hukum tersebut sebetulnya bisa menjadi pintu masuk untuk mengusulkan penambahan kewenangan PPATK dalam menyidik sendiri kasus pencucian uang.