Penegak hukum negeri ini harus cermat mengawasi upaya Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menjerat Dahlan Iskan. Jangan sampai dalam dugaan korupsi penjualan 33 aset PT Panca Wira Usaha (PWU)badan usaha milik Provinsi Jawa Timurini Dahlan menjadi korban. Tuduhan bahwa Dahlan melakukan korupsi hanya karena menandatangani aset jual-beli itu sangat lemah. Haruslah dibuktikan bahwa tindakan itu merugikan negara.
Dahlan dituduh melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena memperkaya diri sendiri atau orang lain serta menyalahgunakan wewenang. Bila terbukti, ancaman hukumannya hingga 20 tahun penjara. Ia dianggap menyalahgunakan wewenang sebagai Direktur Utama PWU selama 2000-2010 ketika Wisnu Wardhana, Ketua Tim Pelepasan Aset PWU, menjual sejumlah aset. Wisnu lebih dulu menjadi tersangka dan tahanan Kejaksaan.
Dahlan mengklaim tidak menerima sogokan, tak mendapat aliran dana penjualan aset, bahkan tidak digaji selama menjadi bos PWU. Dia pun heran ketika ditahan dan jadi tersangka. Dia menduga, seseorang yang berkuasa mengincar agar dirinya masuk penjara. Ada pula dugaan bahwa kasus ini berlatar belakang pemerasan. Benarkah? Inilah yang harus ditelusuri.
Kasus Dahlan sebenarnya sederhana. Saat ia ditunjuk menjadi direktur utama, banyak aset PWU bermasalah. Ada yang izin hak guna bangunan dan hak guna lahannya sudah mati bertahun-tahun. Ada lahan yang sudah dikuasai pihak lain. Bahkan ada aset yang nyaris disita bank karena menjadi agunan utang. Penjualan aset merupakan pilihan yang masuk akal. Dahlan menyetujui penjualan aset-aset tersebut setelah rapat umum pemegang saham PWU menyetujuinya. Karena aset-aset itu bermasalah, menurut pihak Dahlan, wajar bila harganya di bawah nilai jual obyek pajak saat itu.
Bagi Kejaksaan, aset PWU merupakan aset pemerintah daerah. Sesuai dengan Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 5 Tahun 1999, penjualan aset harus dengan persetujuan sidang paripurna DPRD Jawa Timur. Masalahnya, PWU adalah perseroan terbatas. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah, BUMD berbentuk perseroan terbatas harus tunduk kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Udang-undang terakhir itu menyatakan penjualan aset cukup melalui persetujuan rapat umum pemegang saham perseroan.
Baca juga:
Jadi, penjualan aset PWU sebenarnya merupakan aksi korporasi, bukan tindakan korupsi. Apakah aksi tersebut menguntungkan atau merugikan perseroan, hal ini dapat diketahui lewat audit laporan keuangan perusahaanhal yang belum dilakukan terhadap PWU.
Tentu ada kemungkinan memang terjadi korupsi. Jika demikian, Kejaksaan harus memiliki bukti kuat bahwa Dahlan adalah otak dalam korupsi ini. Setidaknya mereka harus membuktikan bahwa ada kerugian negara, ada dana mengalir ke Dahlan, dan ada orang lain yang sengaja diuntungkan oleh Dahlan dalam keputusan penjualan aset itu.