TEMPO Interaktif, Jakarta -
Kreator dan skenario : Steve Bochco dan David Feige
Sutradara : Carol Banker, Jesse Bochco, Rick Bota
Pemain : Mark-Paul Gosselaar, Natalia Cigliuti, Gloria Reuben, Teddy Sears
Serial ini akan menjanjikan sebuah “eskapisme” bagi mereka yang jengkel
dengan peristiwa politik sinting di negeri ini (cicak, buaya, dinosaurus
atau apapun istilahnya). Tentu saja serial Raising the Bar tidak menjanjikan sebuah sistem peradilan yang sempurna dan sekumpulan pengacara dan jaksa agung yang selalu idealis. Tetapi minimal, mereka menghormati sistem, dan kalau sampai ada yang terlihat sedikit yang tak wajar, maka para penegak hukum (entah itu polisi, jaksa atau hakim) akan segera mendapatkan ganjarannya.
Pengacara Jerry Kellerman (Mark-Paul Gosselar) yang sangat idealis, berapi-api, keras kepala dan membela kliennya yang dituduh dalam sebuah kasus perkosaan yang sumir.
Persoalannya, kasus ini ditangani hakim Trudy Kessler (Janes Kaczmarek), si tangan besi, yang sangat kaku menyelenggarakan sidang dan kelihatannya tak memiliki hati.
Akibat gaya Kellerman yang pemberontak, dia sering sekali ditahan karena dianggap menghina pengadilan.
“Saya lebih suka masuk penjara dan satu ruangan dengan tertuduh daripada menjadi bagian dari sistem yang menjebloskan klien saya,” kata Kellerman emosional. Di samping Kellerman yang gondrong, penuh gairah pada kebenaran dan tingkahnya lebih mirip seniman daripada pengacara yang kelimis, tentu ada tokoh-tokoh lain
seperti Michelle Renhardt, jaksa yang diam-diam mempunyai hubungan dengan pengacara Jerry Kellerman; Nick Balco, anak kaya raya yang ingin mencoba berdiri
sendiri dan jatuh cinta pada Rosalind, atasannya sendiri; dan yang paling menarik adalah sosok Charlie Sagansky (Jonathan Scarfe) , asisten Hakim Kessler , lelaki blonda bermata biru yang sudah jelas tidur dengan sang Hakim, tapi sebetulnya mempunyai rahasia pribadi yang hanya diketahui penonton.
Para pengacara dalam serial ini , meski terkadang terlalu keras kepala, menjadi sekolompok orang-orang yang memberi inspirasi bahwa di dunia peradilan—mesk itu bukan di Indonesia—masih ada mereka yang percaya pada keadilan. Tentu saja dalam serial ini ada intrik politik, ada kecurangan pembuktian, ada oknum yang korup atau mereka yang terpaksa menggunakan seks untuk memuluskan karir, tetapi sekali lagi, bagi kita yang sudah putus asa dengan kehidupan hukum di Indonesia yang sudah pada tingkat yang memalukan, serial ini adalah eskapisme yang menghibur.
Leila S.Chudori