Aksi unjuk rasa Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada Jumat, 4 November nanti, akan menjadi ujian kedewasaan bangsa ini. Massa serta ribuan aparat kepolisian dan TNI yang berhadapan di lapangan harus tetap mengedepankan ketertiban dan satu sama lain tidak memprovokasi.
Setiap organisasi kemasyarakatan (ormas) yang berdemo juga harus memastikan tidak ada "penumpang gelap" yang setiap saat bisa membelokkan tujuan unjuk rasa ini. Hak warga negara berpendapat memang dilindungi konstitusi. Tapi dari hak ini juga melekat kewajiban menjalankan kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab dengan cara-cara yang santun dan damai.
Aksi ini juga tidak boleh ditunggangi kepentingan politik untuk menjatuhkan salah satu calon Gubernur DKI Jakarta. Apalagi jika bermuatan SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan). Pihak-pihak yang mempelopori aksi unjuk rasa ini, salah satunya Front Pembela Islam, harus bertanggung jawab memastikan hal itu tidak terjadi.
Diklaim akan dihadiri ratusan ribu orang dari berbagai daerah, unjuk rasa ini bertajuk Aksi Bela Islam II "Ayo Penjarakan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok". Bentuknya berupa long march dari Masjid Istiqlal menuju Istana Negara. Tuntutannya, antara lain, meminta kepolisian memenjarakan Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta yang kini tengah cuti untuk berkampanye.
Permohonan maaf Ahok kepada umat Islam atas pernyataannya tentang Surat Al-Maidah 51 dianggap tidak cukup. Sebuah ormas kepemudaan kemudian melaporkan Ahok ke kepolisian. Tak berselang lama, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa pernyataan Ahok tentang Al-Maidah 51 ketika berpidato di Kepulauan Seribu adalah tindakan menghina Al-Quran dan ulama. Mengatasnamakan upaya mengawal penegakan hukum kasus ini, mereka menggelar unjuk rasa pada 13 Oktober lalu dan berjanji menggelar demo lebih besar jika pengusutan kasus itu tak mengalami kemajuan. Jumat pekan ini dipilih untuk menggelar aksi besar-besaran itu.
Di media sosial, rencana unjuk rasa ini didomplengi berita-berita miring yang tidak pernah terkonfirmasi. Pesan berantai yang tidak jelas kebenarannya beredar di grup-grup percakapan di telepon seluler. Hal ini membuat situasi semakin mencekam. Ada juga isu-isu tidak sedap yang menyebutkan bahwa demonstrasi ini merupakan pesanan seorang tokoh kuat yang hendak menjatuhkan pemerintah. Para pegiat media sosial seharusnya ikut andil meyakinkan publik bahwa demo pada Jumat nanti akan berjalan damai.
Yang tidak kalah penting, pemerintah tidak boleh reaktif. Presiden terkesan berlebihan dengan menemui tokoh politik untuk mendinginkan suasana. Presiden cukup memanggil petinggi ormas untuk meminta jaminan demo akan berjalan damai. Janji presiden untuk menegakkan hukum dan tidak mengintervensi kasus Ahok sebaiknya juga bukan sekadar basa-basi. Polisi juga harus mengedepankan penegakan hukum yang proporsional dan lepas dari intervensi pihak mana pun, termasuk oleh unjuk rasa pada Jumat nanti.