Sebagian wajah Mahkamah Agung akan ditentukan pada hari ini dan besok, ketika tujuh calon sekretaris lembaga itu menjalani uji kelayakan dan kepatutan. Calon terpilih akan menggantikan Nurhadi Abdurrahman, yang mundur karena terseret skandal permainan kasus, Juli lalu.
Mahkamah membuka lelang jabatan untuk mengisi posisi itu. Tujuh calon telah lolos seleksi awal mengikuti uji kelayakan, berupa pembuatan makalah hingga wawancara, di Bogor. Mereka adalah bekas Sekjen Mahkamah Konstitusi Janedri, serta enam orang dari lingkup internal MA, yaitu Achmad Setyo Pudjoharsoyo, Budi Santoso, Pontas Effendi, Imron Rosyadi, Yasardin, dan Aco Nur, yang kini menjadi pelaksana tugas sekretaris.
Sayangnya, keinginan masyarakat agar lelang jabatan itu melibatkan badan lain, seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tidak direspons panitia seleksi. Tim itu terdiri atas dua pejabat Mahkamah Agung, seorang dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, seorang dari Badan Kepegawaian Negara, serta seorang akademikus.
Pelibatan KPK dan PPATK sebenarnya sangat penting untuk menjamin kredibilitas calon. Hal ini perlu dilakukan, mengingat jual-beli perkara telah berkali-kali terungkap. Sejumlah hakim dan panitera ditangkap karena terlibat perdagangan perkara, termasuk panitera Pengadilan Jakarta Utara, Rohadi, yang menyeret Nurhadi.
Meski tidak terlibat dalam penanganan perkara, jabatan Sekretaris MA sangat penting dan menentukan. Hampir semua keputusan strategis administrasi, organisasi, dan finansial lembaga peradilan tertinggi itu diusulkan atau ditentukan oleh sekretaris.
Semestinya Ketua MA memanfaatkan momentum ini untuk membersihkan lembaganya, termasuk dengan memilih sekretaris yang tepercaya. Proses seleksi yang melibatkan lembaga lain untuk menelisik rekam jejak calon adalah cara terbaik. Selain kemampuan manajerial, Sekretaris MA harus memiliki integritas tinggi dan rekam jejak anti-korupsi yang jelas.
Sesuai dengan ketentuan penunjukan pejabat eselon I, Ketua Mahkamah harus mengajukan tiga nama kepada presiden. Presiden Joko Widodo kelak sepatutnya menyaring tiga calon itu lebih ketat, antara lain dengan melibatkan Komisi Yudisial, KPK, dan PPATK.