Paket kebijakan ekonomi ke-14 yang diluncurkan pemerintah, Kamis pekan lalu, merupakan inisiatif strategis yang layak didukung. Regulasi untuk mengatur peta jalan bisnis online itu memperjelas dan memberi kepastian arah pengembangan sektor e-commerce ke depan.
Target pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar di ASEAN pada 2020 sesungguhnya masuk akal. Setidaknya jika dilihat dari jumlah pengguna Internet yang mencapai 93,4 juta orang dan pemilik smartphone sebanyak 71 juta orang.
Berdasarkan riset oleh Google dan Temasek, valuasi belanja online di Indonesia pada 2025 akan mencapai US$ 81 miliar atau Rp 1.071 triliun. Itu sebabnya, Indonesia diperhitungkan dalam peta ekonomi digital dunia. Pemerintah punya target yang lebih besar lagi, yakni menggenjot valuasi bisnis online dalam empat tahun mendatang di angka US$ 130 miliar.
Industri digital merupakan alternatif strategis untuk mendorong perekonomian nasional yang sedang lesu. Bisnis model ini tak harus bermodal besar. Pengusaha tidak perlu gerai mewah untuk memikat konsumen papan atas. Pebisnis cukup membuka lapak di dunia maya. Dan dengan teknik marketing yang mumpuni, pembeli akan berdatangan.
Bisnis digital juga memangkas rantai distribusi barang dan jasa yang terlalu panjang. Bahkan, Menteri Perdagangan sampai saat ini masih dipusingkan oleh panjangnya rantai distribusi yang menyebabkan harga pangan konsisten mahal. Artinya, ekonomi digital merupakan solusi karena menghubungkan sisi hulu dengan hilir, produsen dengan konsumen.
Paket ekonomi kali ini berisi delapan pokok kebijakan yang memudahkan dan melindungi usaha e-commerce. Menariknya, regulasi ini menawarkan solusi pendanaankendala umum pebisnis keciltermasuk usaha rintisan (start-up). Bagi tenant pengembang platform, ada kredit usaha rakyat (KUR) yang tingkat bunganya tidak mencekik. Ada pula hibah untuk inkubator bisnis pendamping start-up.
Masalah perpajakan yang selama ini menjadi momok bagi pengusaha pun diatur, yakni mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Mengacu pada aturan itu, PPh final untuk bisnis e-commerce beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun hanya 1 persen. Itu sama dengan PPh bagi usaha mikro, kecil, dan menengah. Pengusaha online tak perlu takut akan ketentuan perpajakan ini. Justru, regulasi ini memberi kepastian.
Yang juga penting adalah perlindungan konsumen. Janji pemerintah untuk mensertifikasi, mengakreditasi, termasuk membuat skema penyelesaian sengketa sudah tepat. Sertifikasi dan akreditasi akan menjamin kualitas bisnis online yang sangat mengandalkan kepercayaan konsumen. Terakhir, mendorong pemerintah segera menerbitkan aturan teknis operasional untuk sektor ini.