Pemerintah sebaiknya memang menghapus ujian nasional. Ujian nasional ini, yang memiliki standar soal dan penilaian sama untuk semua siswa di mana pun, faktanya lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. Akibatnya, muncul berbagai hal yang justru jauh dari tujuan pendidikan, termasuk menanamkan nilai-nilai kejujuran pada siswa.
Presiden Joko Widodo pekan-pekan ini akan memutuskan apakah UNdemikian nama populernyaditeruskan atau tidak. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy telah memberi usul kepada Presiden agar UN minimal dihentikan sementara. Jika usul tersebut disetujui, pada 2017 siswa Indonesia tak lagi menghadapi "momok" UN ini.
Salah satu pertimbangan Muhadjir meminta moratorium UN adalah kondisi Indonesia yang beragam. Dengan kondisi demikian, kemampuan siswa pun beragam. Itu, antara lain, karena keterbatasan guru, gedung sekolah, dan fasilitas penunjang pendidikan. Karena itu, sulit diharapkan, misalnya, hasil ujian nasional seorang siswa di Timika, yang fasilitasnya minim, sama dengan hasil ujian siswa di Jakarta.
Sejak diberlakukan sekitar sepuluh tahun lalu, ujian nasional sudah menimbulkan masalah. Ini karena ujian tersebut kemudian menjadi acuan, tidak sekadar untuk lulus, tapi juga buat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang diinginkan seorang siswa. Seorang murid SD, misalnya, bisa diterima di sebuah SMP jika memiliki nilai ujian nasional dengan jumlah tertentu. Demikian pula siswa SMP. Ia bisa masuk sebuah SMA yang dianggap favorit jika mendapat nilai dengan batas minimal tertentu.
Karena itu, yang terjadi kemudian berbagai perilaku memalukan yang dilakukan sejumlah guru atau kepala sekolah. Tak sedikit yang berbuat curangkarena khawatir siswanya tak lulus. Mereka memberi bocoran jawaban UN kepada siswanya. Peristiwa gantung diri seorang siswa SMP di Depok karena tak lulus UN pada 2013 adalah gambaran lain dampak ujian ini.
Putusan Mahkamah Agung pada 2009 sebenarnya sudah meminta pemerintah meninjau ulang adanya ujian nasional. Putusan Mahkamah menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dua tahun sebelumnya, yang menyatakan pemerintah lalai dalam hal meningkatkan kualitas guru dan dampak psikologis ujian nasional terhadap siswa. Kita menyesalkan sikap pemerintah saat itu, yang tidak segera menghentikan ujian nasional.
Ujian kelulusan siswa, seperti usul Muhadjir, sebaiknya memang diserahkan kepada tiap daerah. Mekanisme pembuatan ujian diserahkan kepada tim yang tentu sangat mengenal karakteristik daerah itu. Adapun pemerintah cukup berfungsi sebagai pengawas.
Di sini, pada akhirnya, daerah dituntut membentuk tim pelaksana ujian yang mumpuni sekaligus kemudian melaksanakan ujian tersebut agar berlangsung jujur, tidak ada kecurangan sedikit pun. Pembuatan ujian ini sebaiknya memang diserahkan kepada tiap kabupaten/kota untuk tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama serta provinsi untuk tingkat sekolah menengah atas. Dengan cara ini, kredibilitas daerah pun ikut dipertaruhkan.