Usul Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan agar Dewan Perwakilan Rakyat merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014-dikenal dengan nama UU MD3-patut didukung. Beleid tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat ini merupakan produk perseteruan antara kubu partai pendukung Prabowo Subianto dan Joko Widodo seusai pemilihan presiden 2014.
Ketika itu, DPR merevisi undang-undang ini untuk menyingkirkan PDIP. Sebelum direvisi, partai pemenang pemilihan legislatif otomatis menjadi ketua DPR. Semangat dasarnya adalah keterwakilan pemilih di parlemen.
Argumen keterwakilan ini masuk akal. Pemilihan umum adalah alat demokrasi sebagai satu cara menampung suara rakyat melalui partai-partai. Suara rakyat itu tecermin dalam komposisi pimpinan DPR. Rakyat memilih partai dengan harapan suara mereka terwakili di parlemen. Jika prinsip ini dihilangkan, DPR bukan lagi lembaga perwakilan rakyat, melainkan lembaga perwakilan elite partai.
Dalam demokrasi, potensi kesewenang-wenangan partai tidak boleh diakomodasi dalam aturan yang hanya menguntungkan mereka. Undang-Undang MD3 telah melegitimasi kepentingan partai politik dalam konstitusi yang melampaui asas demokrasi. Karena itu, fraksi-fraksi lain di DPR perlu mendukung revisi ini untuk mengembalikan DPR ke dalam fungsinya yang benar.
Revisi ini harus mengembalikan ayat-ayat yang mengubah prinsip keterwakilan itu. Ada beberapa pasal yang dulu diubah untuk mengakomodasi kepentingan jangka pendek, dan itu harus direvisi kembali. Selain masalah pemimpin, DPR mengubah kuorum dari tiga perempat menjadi dua pertiga. Perubahan ini rawan disalahgunakan menjadi pemuas nafsu sebagian kecil politikus untuk merongrong pemerintah.
Jika hanya sedikit politikus bisa memakai hak ini untuk menggoyang pemerintahan, politik senantiasa tak stabil. Gonjang-ganjing antara legislatif dan eksekutif akan gampang meletup. Hak untuk menyatakan pendapat akan kokoh jika diajukan oleh lebih banyak anggota DPR, sehingga tak dipakai oleh politikus dengan jumlah minoritas untuk memaksakan keputusan menjadi buntu.
Juga kekebalan anggota DPR dari pemeriksaan aparatur hukum. Dalam undang-undang sekarang, mereka diberi tameng oleh Mahkamah Kehormatan Dewan. Penyidik yang akan memeriksa seorang anggota DPR karena diduga korupsi, misalnya, tak akan bisa melakukannya jika belum ada izin mahkamah itu. Mahkamah berisi politikus yang bisa menahan surat izin untuk melindungi koleganya dari jerat hukum.
Menurut indeks persepsi korupsi yang dibuat Transparency International Indonesia tahun ini, parlemen dan kepolisian menempati peringkat pertama lembaga terkorup. Jika kekebalan itu diberikan konstitusi kepada mereka, Indonesia tak akan kunjung lepas dari lembah kejahatan luar biasa ini.
Banyak cacat dalam Undang-Undang MD3, sehingga sudah seharusnya direvisi untuk mengembalikan demokrasi ke jalan yang benar. *