Acungan jempol pantas ditujukan kepada kepolisian, yang telah membuyarkan rencana peledakan sejumlah tempat di Ibu Kota, di sekitar hari Maulid Nabi. Tatkala bom-bom meledak di tempat publik di Turki, Mesir, Somalia, dan Yaman, pada waktu yang nyaris bersamaan kepolisian cukup sigap menggerebek "dapur" bom di sebuah rumah di Bekasi, sebelum kejahatan keji itu telanjur terjadi.
Sampai akhir pekan lalu, polisi telah menahan empat orang, tapi tepuk tangan ini tidak perlu berlarut panjang. Selalu penting mengingatkan bahwa langkah preventif Densus 88 ini tak boleh menabrak hak asasi manusia. Juga hasil dari penciuman tajam serta gerak cepat itu menandakan semakin kompleksnya dunia teror yang menuntut kerja ekstrakeras. Setelah produk konflik Timur Tengah, seperti bom bunuh diri dan bom mobil, tampil di panggung teror Tanah Air, sekarang muncul fenomena baru.
Baca Juga:
Secarik surat wasiat yang dijumpai di rumah tersebut menunjukkan kejahatan bom bunuh diri tak lagi didominasi laki-laki. Ya, seorang perempuan dapat menjadi si "pengantin syahid" yang rela mati demi keyakinannya.
Kepala Kepolisian Tito Karnavian sudah menyimpulkan bahwa Bahrun Naim pentolan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang berafiliasi dengan kelompok ISIS, Negara Islam di Irak dan Suriah merupakan otak rencana jahat ini. ISIS, gerakan garis keras, intoleran, dan sangat brutal, berpijak pada ideologi transnasional yang tidak mudah ditaklukkan.
Setelah memproklamasikan kekhalifahannya di sepanjang wilayah selatan Irak dan utara Suriah, kelompok ini pun tak hanya cepat sekali menjadi "musuh bersama" bagi kalangan Islam arus utama, tapi juga sebagai solidarity maker di antara kelompok-kelompok Sunni garis keras.
Menanam tradisi teror di Indonesia mungkin perbuatan yang sia-sia pada satu dasawarsa silam. Namun, mengingat semakin tipisnya toleransi terhadap agama bahkan terhadap sekte yang berbeda, tak mustahil Indonesia dewasa ini menjadi habitat yang sehat untuk menyemai benih-benih teror dari Timur Tengah. Intoleransi di negeri ini telah merebak di mana-mana.
Yogyakarta, yang dikenal sebagai kota yang penuh toleransi, pekan lalu menjadi arena unjuk kekuatan kelompok intoleran, seraya meminta Universitas Kristen Duta Wacana menurunkan baliho bergambar seorang mahasiswa berjilbab. Sedangkan di Bandung, satu kelompok intoleran melarang kebaktian di sebuah tempat umum. Salut buat Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, yang memberi sanksi tegas kepada kelompok ini.
Semangat intoleran ini seakan-akan bertemu dengan jodoh yang tepat ketika media sosial dengan kebiasaan copy-paste yang tidak hanya mencerminkan militansi, tapi juga kemalasan berpikir jernih menjadi sarana persuasi dan rekrutmen yang efektif. Kalau sudah begini, hanya kerja ekstrakeras yang memungkinkan kepolisian dan badan kelompok antiteror lain mengikis tradisi teror yang diimpor dari Timur Tengah itu.