THE KIDS ARE ALL RIGHT
Sutradara : Lisa Cholodenko
Skenario : Stuart Blumberg dan Lisa Cholodenko
Pemain : Annette Bening, Julian Moore, Mark Ruffalo, Mia Wasikowska, Josh Hutcherson
Sebuah keluarga dengan dua orang ibu dan dua anak remaja. Pasangan lesbian Nic (Annette Bening), seorang dokter dan Jules (Julianne Moore) selama ini hidup tentram bersama anak remaja mereka Joni (Mia Wasikowska) yang sudah siap masuk universitas dan adiknya Laser (Josh Hutcerson) yang gemar olahraga. Anak-anaknya lahir dari masing-masing ibu dengan donor sperma yang sama. Ketenangan hidup mereka terguncang ketika kedua anaknya diam-diam ingin tahu siapa ayah mereka.
Persoalan muncul justru karena inilah bentuk keluarga baru, yang lantas terkejut dan kaget dengan kehadiran sang donor. “Dia hanya donor kan, bukannya mau berperan sebagai Ayah?” kata Nic cemas melihat tuntutan anak-anaknya. Paul (Mark Ruffalo) ternyata seorang pemilik restoran dan perkebunan sayuran organik yang mudah bergaul dan dengan cepat menjadi akrab dengan Joni dan Laser. Jelas kedua anaknya ingin mempunyai hubungan yang lebih permanent dengan Paul, dan kenyataan ini tak membuat Nic-- seorang dokter yang sangat displin, ketat dan rada dominan dalam rumah-tangga—merasa teritorinya terganggu.
Film Hollywood yang popuer lazimnya akan membawa film ini pada dilemma moral: apakah anak-anak membutuhkan ayah –seperti halnya keluarga yang dianggap “normal”—atau mereka hanya akan memperlakukan Paul sebagai donor sperma dan kawan. Tetapi penulis skenario Lisa Cholodenko dan Stuart Blumberg memilih cara yang subversive. Problem keluarga ini justru tidak terletak pada kesehatan mental anak-anaknya—yang ternyata bisa beradaptasi dengan situasi yang paling tak lazim sekalipun—melainkan pada hubungan antara Nic dan Jules sebagai pasangan lesbian yang cintanya mulai luntur. Masuknya sosok Paul ternyata tidak mengancam posisi hubungan anak dan Ayah biologis, melainkan posisi Jules yang selama ini merasa tidak cukup dihargai sebagai pasangan.
Problem ini justru menjadi menarik karena sutradara Cholodenko menyajikan bahwa hubungan pasangan gay,seperti juga hubungan heteroseksual, memiliki problem perkawinan yang sama: cinta yang semakin menipis setelah perkawinan panjang bak lari marathon. Perkawinan dua orang yang selalu berarti saling beradaptasi dan kompromi antara dua karakter itu menimpa siapa saja: Nic yang keras dan ingin serba mengontrol dan menguasai, sementara Jules yang lebih sering mengalah dan merasa karirnya tak kunjung berbuah—hingga akhirnya bertemu dengan Paul yang menawarkan Jules untuk mengerjakan lasekap tamannya yang luas.
Penyelesaian film ini juga sungguh mengejutkan dan digarap dengan rangkaian adegan non-dramatik (baca: tanpa jerit-jerit; tanpa melotot, namun tetap menimbulkan senyum dan rasa haru). Pernikahan gay dalam film ini adalah subyek, bukan isyu. Di dalam film ini, kita melihat sebuah film tentang keluarga yang hangat dan mempunyai persoalan yang sama saja seperti keluarga lainnya.
Bravo Cholodenko!
Leila S.Chudori